Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bahana Rupiah

27 Maret 2016   08:28 Diperbarui: 27 Maret 2016   09:20 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://www.shutterstock.com/"][/caption]Kondisi Tripolar

Sebutan Tripolar menunjuk kepada tiga pasar utama yaitu USA, Euro Area, dan China. Bagaimana kondisinya kini?

Bank Sentral US, The Fed dalam pertemuan FOMC (Federal Open Market Comittee) pertengahan Maret 2016 mengindikasikan penundaan kenaikan FFR (Fed Fund Rate) atau suku bunga acuan. Prakiraan waktu terdekat kenaikan pada medio 2016. Euro Central Bank (ECB) tetap dengan kebijakan "Whatever It Takes" dalam menjalankan Quantitative Easing-nya (Asset Purchase Program) demi mendorong perekonomian Euro Area. Sementara People's Bank of China (PBOC) masih bergelut dengan strategi "devaluasi" mata uang agar dapat mendorong ekspor China.

Hingga Januari 2016, dengan pergerakan mata uang masing-masing (USD, Euro, dan CNY), gambaran perdagangan globalnya diberikan pada Grafik-1.

Grafik-1 : Effective Exchange Rate Index & Balance of Trade

[caption caption="Prepared by Arnold M"]

[/caption]Catatan. Balance of Trade dalam USD Miliar kecuali Euro Area dalam Euro Miliar.

Grafik-1 menunjukkan fenomena "USD Strong" masih berlangsung dan dampaknya defisit perdagangan US bertambah. Euro menunjukkan kenaikan berakibat surplus perdagangan dengan non Euro Market turun. Sementara China harus "menurunkan nilai" mata uang demi mempertahankan surplus perdagangan. Sebagai tambahan, Februari 2016, surplus perdagangan China hanya USD 3,26 Miliar, dibandingkan rerata surplus 6 bulan sebelumnya hampir USD 60 Miliar per bulan.

Kondisi USD Strong juga menekan kenaikan pendapatan tenaga kerja seperti diberikan pada Grafik-2.

Grafik-2 : Kenaikan Upah Tahunan

[caption caption="Sumber Informasi : Fred - The Fed St. Louis - Economic Research"]

[/caption]Kenaikan upah dibandingkan masa yang sama tahun sebelumnya di bawah 2,5%; lebih rendah dibandingkan 2008 - 2009. Jika The Fed menaikkan suku bunga, USD Strong berlanjut, ekspor US makin tertekan, kembali menekan kenaikan upah dan pertumbuhan ekonomi. The Fed dalam posisi dilematis dalam memutuskan kenaikan suku bunga acuan.

Dalam kondisi surplus perdagangan, cadangan devisa (Forex Reserve) China terus turun seperti diberikan pada Grafik-3.

Grafik-3 : Posisi Cadangan Devisa China

[caption caption="Prepared by Arnold M. Sumber Informasi : China SAFE (State Administration of Foreign Exchange)"]

[/caption]Grafik-3 menunjukkan cadangan China berkurang hingga 15,8% (posisi Februari 2016 dibandingkan posisi Februari 2015).

Di Euro Area, dengan dorongan paket Quantitative Easing (Asset Purchase Program) European Central Bank ditambah disinsentif suku bunga simpanan (hingga negatif), peningkatan petumbuhan belum muncul sementara kondisi deflasi tetap berlangsung. 

Dari gambaran di atas, belum ada tanda-tanda Tripolar Ekonomi Global akan segera pulih untuk menarik pertumbuhan ekonomipada kawasan lain.

Anomali Rupiah

Menarik untuk melihat kinerja mata uang Rupiah (IDR) dibandingkan dengan mata uang beberapa Emerging Markets, seperti diberikan pada Tabel-4.

Tabel-4 : Perbandingan Perubahan Indeks berdasarkan Effective Exchange Rate

[caption caption="Prepared by Arnold M. Sumber Informasi : Bank for International Settlement - Effective Exchange Rate"]

[/caption]Mata uang yang dipilih antara lain : Brazil (Real), China (Renminbi), India (Rupee), Indonesia (Rupiah), Malaysia (Ringgit), Rusia (Rubel), Afrika Selatan (Rand), Thailand (Baht), Turki (New Lira) dan Filipina (Peso).

Membandingkan posisi mata uang pada Februari 2016 dengan rerata Januari 2015-Januari 2016, Rupiah naik 1,6%; mata uang China, India, Malaysia, Thailand, Turki, dan Filipina turun 1-5%, sementara lainnya, Brazil, Rusia, Afrika Selatan, turun lebih dalam pada rentang 9%-19%.

Bahana Rupiah nan perkasa bagai anomali. Dari neraca perdagangan terjadi surplus pada Januari dan Februari 2016 masing-masing USD 50,6 Juta dan USD 1.140 Juta. Surplus terjadi karena nilai impor turun lebih besar dari ekspor; sementara impor barang modal belum banyak terjadi. Sehingga sulit untuk mengatakan bahwa dana investasi asing (Foreign Direct Investment) sudah mengalir dalam jumlah yang berarti. Tabel-5 memberikan gambaran penanaman modal masa 2015.

Tabel-5 : Realisasi Penanaman Modal 2015

[caption caption="Sumber Informasi : BKPM Realisasi Penanaman Modal (http://www.bkpm.go.id)"]

[/caption]Dengan demikian, penguatan Rupiah (terutama terhadap Dolar Amerika atau USD) terjadi akibat aliran masuk dana investasi portofolio (FPI : Foregin Portfolio Investment) pada pasar uang dan pasar modal. 

Perlu juga dicermati posisi Utang Eksternal dan Cadangan Devisa yang diberikan pada Grafik-6.

Grafik-6 : Posisi Utang Jangka Pendek dan Cadangan Devisa

[caption caption="Prepared by Arnold M. Sumber Informasi : Bank Indonesia - SULNI dan Indikator Moneter"]

[/caption]Posisi utang eksternal yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun, pada akhir Januari 2016 berjumlah USD 53,4 Miliar dan sebesar USD 46,6 Miliar merupakan utang private. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kebutuhan akan valuta asing pada setiap akhir triwulan yang menimbulkan tekanan dan gejolak nilai tukar.

Posisi cadangan devisa pada akhir Januari 2016, komposisinya diberikan pada Tabel-7.

Tabel-7 : Komposisi Cadangan Devisa

[caption caption="Prepared by Arnold M.Sumber Informasi : Bank Indonesia - SDDS (http://www.bi.go.id/)"]

[/caption]Berdasarkan Tabel-7, dari jumlah cadangan yang dimiliki, 94% (USD 96.152 Miliar) dalam bentuk devisa; dan dari jumlah tersebut cadangan yang mudah digunakan (atau liquid) besarnya USD 9.725 Miliar (10%). Cadangan dalam bentuk emas hanya 3% dari keseluruhan cadangan (Hal ini perlu dipahami karena sering terjadi sesat informasi tentang nilai cadangan emas). Dalam kelola cadangan, Bank Indonesia perlu mengkaji portofolio investasi (90% non lokal) dengan menambah komposisi lokal. Sehingga lebih cepat tanggap dalam menghadapi gejolak.

Bukan Perkasa Tapi Stabilitas

Dalam kondisi ekonomi Tripolar dan global yang masih tertekan pertumbuhannya, bergantung pada ekspor bukan pilihan tepat. Juga tidak dapat berharap pada aliran investasi jangka panjang dalam kondisi keuangan global sarat limpahan dana kebijakan Quantitative Easing yang bersifat "short term". Sehingga fokus pada pasar domestik menjadi pilihan utama.

Paham akan faktor penguatan Rupiah, tekanan akibat posisi utang jangka pendek yang akan jatuh tempo, memperhatikan besarnya kepemilikan "non-lokal" pada surat utang dan pasar saham, serta frekuensi gejolak pada nilai tukar, selayaknya jumlah cadangan "liquid" diperbesar agar dapat cepat digunakan meredakan gejolak spekulasi demi stabilitas nilai tukar. 

Jangan terpesona dengan bahana Rupiah karena yang diperlukan stabilitas jangka panjang.

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

27 Maret 2016 - Paskah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun