Gambaran Inflasi yang terjadi diberikan pada Grafik-3.
[caption caption="Grafik-3 : Inflasi dan Nilai Tukar (Prepared by Arnold M)"]
Jika harus memilih antara kondisi inflasi (kenaikan harga) dan deflasi (penurunan harga); umumnya inflasi akan dihindari. Alasan utamanya inflasi mengikis kemampuan atau daya beli. Sementara tanpa inflasi, pertumbuhan usaha akan tertekan; dan tanpa harapan pertumbuhan dunia usaha enggan berinvestasi serta lebih cenderung berhemat atau "saving" bukan "spending".Â
Tanpa investasi dunia usaha, perbankan akan mengalami tekanan pendapatan karena jumlah kredit turun sementara pada sisi lain simpanan atau tabungan; yang harus dibayar bunga simpanannya; terus bertambah. Akibat tambahan beban, suku bunga kredit perbankan akan naik. Dunia usaha yang cenderung berhemat dan tidak berinvestasi akan berdampak kinerja tertekan serta harapan pertumbuhan makin rendah. Kondisi ini memukul pendapatan tenaga kerja dan perluasan lapangan kerja; yang pada akhirnya menekan permintaan dan kembali menekan dunia usaha. Jika situasi ini terus berlangsung secara agregasi, perekonomian akan makin tertekan bahkan karam.
Sementara dalam kondisi deflasi, yang secara global sudah berefek spiral, pada kenyataannya sangat memukul negara industri (Developed Countries atau DC seperti Uni Eropa, Jepang, South Korea, Canada, China, USA). Spiral deflasi komoditas dan energi sangat menekan penerimaan negara-negara seperti Brazil dan Amerika Latin (Venezuela sangat parah); South Africa dan umumnya negara Africa dan pada bagian utara yang mengandalkan migas; juga negara-negara Timur Tengah.Â
Dengan penurunan penerimaan pada negara penghasil komoditas dan energi, permintaan kepada "Developed Countries" menurun dan dampaknya pertumbuhan ekonominya tertekan. Upaya meningkatkan pertumbuhan pada Developed Countries dengan stimulasi melalui kebijakan moneter (dikenal dengan sebutan Quantitative Easing) tidak memberikan dampak positif. Bahkan, dengan kebijakan diinsentif suku bunga pinjaman (suku bunga negatif) seperti di Jepang, Denmark, Swedia, Swiss, tetap tidak memberikan pengaruh. (Kondisi ini dikenal sebagai Jebakan Likuiditas atau Liquidity Trap atau Secular Stagnation). Tidak dapat dihindari bahwa perekonomian global menghadapi : "Great Deflation Crisis".
Bagi perekonomian Indonesia, demi menarik minat usaha, investasi sangat diperlukan dan inflasi merupakan implikasi wajar.
Retorika BBM Murah
Selalu yang menjadi tuntutan dalam hal BBM adalah harga murah dengan alasan inflasi dan daya beli. Sangat jarang yang memperhatikan masalah hulu yang berkaitan dengan produksi minyak yang dihadapi Indonesia. Tabel-1 memberikan gambaran beban yang akan dihadapi perekonomian negara akibat kenaikan impor baik minyak mentah atau dalam bentuk BBM. Dengan meningkatnya kebutuhan akan devisa untuk impor sementara penerimaan devisa rendah maka implikasi yang harus ditanggung adalah tekanan atau depresiasi nilai tukar.
Sementara, jika BBM dikaitkan dengan biaya transportasi, tidak tepat jika selalu dikaitkan dengan dampak inflasi karena komponen harga BBM pengaruhnya sangat kecil. Pada sisi lain, jika dikaitkan dengan daya beli, contoh pada Tabel-2 memberikan alternatif atau pilihan. Dalam hal ini perlu keteguhan niat pemerintah dalam mewujudkan transportasi publik yang akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat sehingga beralir dari transportasi pribadi.Â
Retorika "BBM Murah meningkatkan perekonomian" adalah Non Sense!