Bencana Utang berkaitan dengan resesi neraca; saat utang dalam mata uang asing (USD) berjalan, Rupiah (IDR) mengalami depresiasi nilai tukar secara berkelanjutan, berakibat nilai utang melambung.
Tindakan korporasi dalam merespon resesi neraca berdampak pada perbankan karena jumlah kredit yang disalurkan perbankan akan tertekan atau turun; sementara nilai tabungan bertambah. Akibatnya pendapatan perbankan dari bunga pinjaman turun sementara biaya bunga (untuk dibayarkan kepada penabung) bertambah dengan meningkatnya jumlah tabungan. Dalam kondisi demikian dan memperhatikan BOPO (Beban Operasional & Pendatapan Operasional), perbankan akan sulit menurunkan suku bunga pinjaman khususnya pada margin interest yang merupakan sumber pendapatan utama (fee based income perbankan atau pendapatan non bunga saat ini diprakirakan kurang dari 15% dibandingkan seluruh pendapatan operasional).
Ekspansi Kredit dukungan Kebijakan Bank Sentral
Penurunan suku bunga acuan atau BI Rate yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dan dari beberapa pernyataan yang diberikan mengindikasikan BI akan menjalankan stimulus moneter dengan Easy Money Policy (EMP - kebijakan non pengetatan dana). Dengan kebijakan ini diharapkan kredit perbankan tumbuh dan dapat mendukung kebijakan stimulus ekonomi pemerintah dalam upaya peningkatan pertumbuhan.Â
Gambaran pertumbuhan Kredit Investasi Perbankan hingga akhir 2015 diberikan pada Tabel-3 berikut ini.
Sementara relasinya dengan suku bunga kredit, diberikan pada Grafik-4.
Dari Grafik-4 dapat dilihat bahwa tren penurunan suku bunga kredit investasi pada triwulan-IV (November - Desember 2015) berdampak pada pertumbuhan nilai kredit. Hal ini merupakan respon dari naiknya tingkat pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) pada triwulan-III yang mencapai 4,73%.
Berdasarkan Tabel-3 dan Grafik-4 beserta dengan penjelasannya, langkah pemulihan perekonomian tengah berlangsung dan selayaknya didorong agar berjalan lebih pesat.