Akselerasi Pertumbuhan
Ibarat anak panah yang melesat dari busur, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) triwulan-IV 2015 mencapai 5,04% seperti yang dipublikasikan BPS pada 5 Februari 2016. Setelah mengalami trend penurunan pertumbuhan PDB (sering disebut sebagai kondisi resesi dalam siklus ekonomi), tingkat pertumbuhan triwulan-II 2015 yang 4,67% ibarat palung (Trough atau tingkat terendah). (Lihat artikel : Asa dalam Siklus Perekonomian). Tetapi kemudian berubah; triwulan-III pertumbuhan naik mencapai 4,73% dan demikian juga pada triwulan-IV.Â
Gambaran pertumbuhan PDB triwulanan dapat dilihat pada Grafik-1.
Grafik-1
Dari Grafik-1, trend pertumbuhan PDB pada triwulan selanjutnya akan meningkat (garis putus biru pada grafik - trend menggunakan formula polinomial). Sementara cadangan devisa, dibandingkan akhir 2014 turun sekitar USD 6 Miliar (5,5%).
Pertumbuhan Global
Berdasarkan World Economic Outlook IMF, pertumbuhan ekonomi global 2015 hanya 3,1% sedangkan pada 2016 besarnya 3,4%.
Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi triwulanan untuk Amerika Serikat diberikan pada Grafik-2 dan beberapa negara lainnya diberikan pada Grafik-3.
Grafik-2
Pertumbuhan ekonomi US masih belum stabil. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan kebijakan Bank Sentral (The Fed) melalui kebijakan Quantitative Easing dan "very low interest rate".
Tetapi dari sisi perdagangan US - Indonesia selama 2015, Indonesia mendapatkan surplus yang nilainya sekitar USD 12,5 Miliar dan dibandingkan dengan 2014 meningkat sebesar 12% (Lihat artikel : Orkestra Harmoni Stimulus)
Grafik-3
Perekonomian Thailand, Afrika Selatan tumbuh di bawah global bahkan Brazil mengalami pertumbuhan negatif. Malaysia dalam kondisi tertekan tetapi masih dapat mempertahankan pertumbuhan walaupun di bawah 5%; kondisi yang hampir mirip dialami Turki, sementara India memberikan indikasi pertumbuhan yang stabil di atas 5%.
Pertumbuhan China terus turun walaupun triwulan-IV masih 6,9%; dan cadangan devisa China tergerus. (Lihat Grafik-4).
Grafik-4
Demi mempertahankan tingkat pertumbuhan China harus merelakan cadangan devisanya turun dari USD 3.840 Miliar (akhir 2014) menjadi USD 3.330 (akhir 2015), atau berkurang 13,3%. (Bandingkan dengan Indonesia yang hanya turun 5.5%).
Pesat dengan Stimulus
Berdasarkan kajian BPS, kontribusi perdagangan global pada pertumbuhan tidak besar. Dengan demikian, pasar domestik merupakan faktor kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi dan investasi.
Bergulirnya APBN 2016 sejak awal tahun, belanja pemerintah akan menjadi stimulus perekonomian (Lihat artikel : APBN 2016 sebagai Stimulus Tembus GDP USD 1.000 Miliar), termasuk pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur seperti dicakup dalam Proyek Strategis Nasional (Perpres 3/2016).Â
Sementara Bank Indonesia mendukung melalui stimulus moneter dengan "Easy Money Policy", selaras dengan kebijakan stimulus fiskal. Dengan demikian, suku bunga kredit khususnya investasi akan rendah dan menarik bagi pihak swasta untuk melakukan investasi yang membuka tambahan lapangan kerja. Peningkatan investasi akan menjanjikan peningkatan pertumbuhan pada masa mendatang.
Apakah inflasi, nilai tukar mata uang asing, cadangan devisa, defisit anggaran tidak dianggap penting ? Dalam kondisi perekonomian global 2015 yang sarat dengan spiral deflasi khususnya harga komoditas dan energi, Strong USD yang berdampak gejolak nilai tukar, perangkap likuiditas (Liquidity Trap), hingga suku bunga negatif; ternyata perekonomian Indonesia justru dapat berbalik dari resesi menjadi pulih ("recession into recovery") dan akan terus melesat.Â
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
Jelang akhir pekan pertama Februari 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H