Langkah Lanjutan Menuju TPP
Lebih 3 (tiga) bulan sejak pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden USA Barrack Obama, 27 Oktober 2015 di Gedung Putih, saat dicetuskan keinginan Indonesia bergabung dengan TPP (Trans-pacific Partnership). Kini saatnya untuk memastikan agar proses terus berlanjut; ditengah sikap pro-kontra dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Pada artikel sebelumnya berkaitan dengan TPP, masing-masing Indonesia dan TPP - antara Hegemoni China atau USA dan TPP Pilihan Cerdas telah diberikan gambaran, pertimbangan dan manfaat bagi Indonesia menjadi anggota TPP.
Sementara dalam pertemuan Forum Rektor Indonesia pekan lalu, Presiden Jokowi minta masukan plus-minus jadi anggota TPP; dan pada pertengahan Februari 2016, Presiden Jokowi akan hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asean - USA di Sunnyland, California, USA. Pada kesempatan tersebut Presiden Jokowi akan memberikan pernyataan tentang kepastian Indonesia bergabung TPP. Sementara sejak 31 Desember 2015 AEC (Asean Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN telah resmi berlaku. Masihkah meragukan langkah bergabung dengan TPP ?
Kerjasama Ekonomi
Dengan semakin ketatnya persaingan dalam perdagangan global, kemitraan ekonomi muncul sebagai salah satu upaya untuk memperluas pasar juga menghilangkan hambatan serta memberlakukan aturan yang tegas. Beberapa kesepakatan perdagangan bebas sebelumnya tidak mengatur secara ketat tetapi hanya kesepakatan bersama. Berbeda dengan Euro Area yang diikat dalam ketentuan mata uang tunggal (Euro). TPP tidak mengatur masalah moneter tetapi mengutamakan kemitraan dan perdagangan termasuk aliran investasi dalam lingkup TPP. Sebelumnya TPP sudah hadir kemitraan BRICS dalam lingkup negara-negara Brazil, Rusia (Federasi), India, China, dan South Africa (Afrika Selatan). Pada Juli 2014 BRICS telah membentuk New Development Bank yang ditujukan untuk mendukung pendanaan untuk pembangunan perekonomian. Sementara China membentuk juga Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam kawasan Asia Pasifik yang resmi beroperasi sejak 16 Januari 2016. Memang infrastruktur merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian khususnya industri.
Dengan keberadaan TPP bersama BRICS dan Euro Area, perekonomian global akan membentuk 3(tiga) polar utama dan negara-negara yang diluarnya (Others). Sebagai gambaran sebaran populasi dunia diberikan pada Chart-1 di bawah ini.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/02/world-population-by-group-56afc62081afbdbd192d5d20.png?v=400&t=o?t=o&v=770)
Yang masuk dalam kategori TPP (12 anggota awal per 5 Oktober 2015 ditambah Columbia, South Korea, Taiwan, Phillipine, Thailand, Indonesia).
Sementara untuk GDP (Gross Domestic Product) diberikan pada grafik-2, berdasarkan historis dan proyeksi.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/02/global-gdp-imf-feb2016-56afc771de22bdca07206f87.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Â
Perbandingan GDP 2014 dan proyeksi 2020 diberikan pada Tabel-3.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/02/world-gdp-group-table-56afcbcd357b61030fd0ec56.png?v=400&t=o?t=o&v=770)
Pada  2020 diprakirakan pada Tabel-3, terhadap GDP Global, pangsa TPP tetap, BRICS naik, sedangkan lainnya turun.
Berdasarkan populasi dan pertumbuhannya dan GDP pada Tabel-3, GDP Per Capita 2020 (proyeksi) diberikan pada Tabel-4.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/02/gdp-per-capita-56afd0d181afbd221a2d5d31.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/02/indonesia-global-trade-56afd60f1497730f0f636565.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Dari Grafik-5 masa 2014-2015 berdasarkan peringkat, TPP merupakan mitra dagang utama (di atas 50%) yang diikuti BRICS, Negara lain (Others), dan Euro Area. Jika dicermati pangsa berdasarkan nilai total ekspor dan impor, perdagangan dalam TPP memberikan surplus' seperti juga Euro Area serta Negara lain; sedangkan dengan BRICS (terutama China) selalu defisit.
Pilihan dan Pertimbangan
Dengan ukuran GDP dan populasi, China berada pada peringkat teratas dalam BRICS. Juga memperhatikan kemampuan perekonomian khususnya jika berharap pada investasi dari China, selayaknya BRICS dapat menjadi pilihan. Tetapi berdasarkan catatan historis pada pertumbuhan negara yang menerima investasi langsung China, ternyata pertumbuhannya tidak menarik seperti disajikan pada Grafik-6.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/02/02/china-direct-odi-56afd9df357b61190fd0ec66.png?v=600&t=o?t=o&v=770)
Dari Grafik-6, pertumbuhan negara penerima ODI (Overseas Direct Investment) China tidak menggembirakan; apalagi jika diperhatikan pertumbuhan GDP mitra China dalam BRICS seperti Brazil, dan Afrika Selatan (South Africa).
Pada awal dalam TPP telah bergabung 4 (empat) negara Asean yaitu Brunei, Malaysia, Singapore, dan Vietnam; sementara Phillipine dan Thailand segera menyusul. Pertimbangan memilih bergabung dengan TPP mungkin sederhana. Pasar Asean (dengan MEA) ukurannya hanya 3,8 % dari GDP global sementara TPP (dengan kelak 18 anggota) besarnya 40% dari GDP global.
Memperhatikan Grafik serta Tabel di atas pada ukuran perdagangan, pertumbuhan dan nilai GDP serta GDP Per Capita yang memang pada peringkat TOP (teratas); apakah masih banyak pertimbangan untuk tidak masuk dalam TPP ? Â
Â
Arnold Mamesah - Laskar Innitiatives
Awal Februari 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI