Dalam perekonomian yang mengalami tekanan atau resesi, sulit berharap pada sektor swasta menjadi penggerak perekonomian apalagi beban korporasi yang masih terhimpit dengan masalah resesi neraca (Balance Sheet Recession). Dengan kondisi resesi neraca, sektor swasta masih berupaya mengurangi beban utang eksternal dan rendah minatnya dalam berinvestasi. Pemerintah dengan pilihan kebijikan stimulus (bukan dengan pengetatan anggaran) akan berperan sebagai penggerak utama perekonomian.
Dengan APBN 2016 yang mulai bergulir sejak awal tahun, berarti kegiatan pembangunan bergulir lebih cepat dan belanja pemerintah akan menjadi stimulus perekonomian. (Lihat : APBN 2016 sebagai Stimulus Tembus GDP USD 1.000 Miliar). Arah Bank Indonesia dengan menurunkan BI Rate serta mengindikasikan kebijakan moneter dalam bentuk Easy Money Policy akan mendorong ekspansi kredit perbankan. Hal ini merupakan stimulus atau perangsang untuk menggairahkan kegiatan dunia usaha serta meningkatkan investasi yang tentunya memberikan ekspektasi positif akan pertumbuhan pada masa mendatang. Melalui serial paket stimulus perekonomian yang diterbitkan sejak September 2015 (hingga kini sudah mencapai 9 jilid) merupakan "sweetener" bagi dunia usaha yangk jeli memanfaatkan kesempatan. Stimulus anggaran, moneter, dan kemudahan dalam regulasi ibarat orkestrasi harmoni perekonomian Indonesia. Target pertumbuhan sesuai APBN 2016 sebesar 5,2% berdasarkan prediksi BI dapat mencapai hingga 5,5% (Lihat : The Big Shoot ! BI Rate Turun 0,25%). Kondisi ini akan menjadi daya tarik bagi investasi dana asing yang mencari tempat untuk mendapatkan imbalan yang lebih baik daripada di tempat lainnya yang mengalami resesi serta penurunan pertumbuhan.
Pilihan kebijakan yang tidak mengetatkan anggaran yang dilakukan pemerintah memang berdampak pada penurunan penerimaan negara melalui pajak dan peningkatan defisit anggaran yang berdampak kenaikan utang (Lihat : Defisit Anggaran dan Utang Ternyata Menyehatkan). Tetapi konsekuensi ini sejalan dengan "General Principle" kebijakan stimulus. Kenaikan inflasi dan depresiasi nilai tukar merupakan implikasi dari stimulus moneter dengan Easy Money Policy. Secara obyektif, apresiasi layak diberikan pada Bank Indonesia dalam pengendalian moneter sepanjang 2015; juga pada pengelolaan anggaran negara serta upaya menciptakan iklim usaha yang lebih baik melalui berbagai paket kebijakan.
Memang tidak sederhana untuk memahami dampak dari strategi dan kebijakan yang dipilih tanpa mendasarkannya pada prinsip ekonomi. Atau bahkan melihat secara parsial tanpa memahami secara komprehensif interaksi anggaran, moneter, dan makro dengan wawasan jangka panjang serta menganalisis indikator pencapaian.
Orkestrasi harmoni stimulus ini langkah sederhana; namun melancarkan arus penanaman modal asing (FDI : Foreign Direct Investment) yang mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih pesat.
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
Akhir Januari 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H