Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Kontradiksi dalam Proyek Kereta Cepat-HST

19 Oktober 2015   21:10 Diperbarui: 20 Oktober 2015   17:27 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B2B dan Pengembangan BUMN

SOE (State-Owned Enterprise) mendominasi dunia usaha domestik di China. Dalam perjalanannya, pemerintah China membentuk SASAC (State-Owned Assets Supervision and Administration Council) untuk pengembangan SOE yang dilakukan melalui 3(tiga) kategori yaitu : Investasi Industri (Industrial Investment Corporations), Investasi dalam bentuk Holding Company (Investment Holding Companies), dan Korporasi yang beroperasi langsung (asset operating companies). Dengan demikian, akan terjadi pola Merger dan Acquisition termasuk bentuk Konsorsium dalam pengembangan korporasi baik domestik dan global.

Pola B2B (baca : Business to Business) mengacu pada pemahaman hubungan atau relasi antara entitas bisnis. Dalam hal konsorsium PKC-JB, entitas bisnis PSBI (Pilar Sinergi BUMN Indonesia) bersama dengan kelompok China Railway Corporation membentuk entitas usaha (konsorsium) baru untuk proyek PKC-JB. (Catatan : Hal yang mirip sudah terjadi di sektor perminyakan misalnya antara Pertamina (Hulu Energi) dengan PetroChina). Yang kemudian muncul jadi pertanyaan : Apakah memang demikian rencana strategis (Rensta) pengembangan BUMN di tingkat Kementerian sebagai pembina BUMN ? Juga, apakah masing-masing BUMN (Wika, Jasa Marga, KAI, PTPN-VIII) sudah menentukan rencana pengembangan bisnisnya ?

Strategi diversifikasi dan pengembangan usaha dengan menjadikan korporasi sebagai "Investing Company" sering kali menjadi pilihan. Alasannya, dengan bertindak sebagai "investing-company" dan melakukan diversifikasi usaha, akan mengurangi resiko investasi. Akibatnya fokus usaha bukan pada "core-business" tapi pada lini usaha baru yang mungkin tidak dipahami atau dikuasai. Sering juga timbul masalah akibat kurangnya kemampuan bermain dalam "financial investment" game. 

Bentuk konsorsium sejalan dengan strategi pengembangan SOE China secara global. Tetapi berbeda pada BUMN Indonesia dengan pengembangan usaha tanpa landasan Renstra. Bahkan bekerja dalam pola konsorsium B2B di luar bisnis utama belum pernah dilakukan. Bukankah akan timbul ketimpangan dalam konsorsium ?

Sebenarnya B2B pilihan tepat. Bukan dalam pemahaman Business to Business Relationship dengan bentuk Konsorsium tetapi Kembali pada Tatanan atau Back To Basic, yaitu pengembangan usaha pada Rencana Strategis menggunakan Model dan Perhitungan Bisnis berlandaskan Generally Accepted Principles. 

Maka jawaban atas "inti pertanyaan" Prof. DR. Emil Salim : Pilih Air bukan PKC-JB alias berlian karena air lebih bernilai !

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

19 Oktober 2015 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun