Dalam situasi perekonomian yang penuh gejolak, sangat diperlukan sikap dan perilaku menteri yang menampilkan ketenangan dalam menghadapi tekanan/Kompas Print - Heru Sri KumoroÂ
Profesional Korporasi
Dalam sebulan terakhir muncul ke ranah publik beberapa konflik dan kebingungan berkaitan dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan personel Kabinet Kerja. Pertama Menteri BUMN (MenBUMN) dalam proyek High Speed Train (HST) Jakarta – Bandung yang melibatkan 4 BUMN yaitu Wijaya Karya (WIKA), Jasa Marga (JSMR), Kereta Api Indonesia (KAI), dan PTPN-VIII. Sebelumnya 3 (tiga) bank plat merah, yang tercatat di bursa yaitu Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri, berkaitan dengan pinjaman perbankan China untuk mendukung proyek infrastruktur. Konon, proyek HST dan pinjaman bank China ini merupakan hasil dari pertemuan Presiden RI dan Presiden China yang ditindaklanjuti MenBUMN.
Dalam masa hampir bersamaan, muncul konflik antara Menko Maritim dan Sumber Daya (Menko MSD) dengan Direktur Utama Pelabuhan Indonesia-II (Pelindo-2) yang merupakan kelanjutan masalah Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok. Sekitar sebulan lalu, muncul juga konflik antara Menko MSD dengan Pertamina seputar Pembangunan Pipa BBM dan Storage Minyak Pertamina.
Menko MSD dan MenBUMN adalah bagian dari Kabinet Kerja Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, walaupun bukan dari Gang Salemba. Keduanya juga bukan "New Kids on The Block" (orang yang baru mengerjakan tugas) dalam kabinet karena pernah menjadi menteri pada kabinet presiden Almarhum Gus Dur dan Megawati; dan berasal dari kaum profesional. MenBUMN mempunyai rapor dari korporasi besar sedangkan Menko MSD merupakan konsultan korporasi.
Para Direktur Utama atau CEO (Chief Executive Officer) BUMN yang disebut di atas merupakan pejabat yang mendapatkan promosi atau mutasi antar BUMN kecuali CEO Pelindo-II; yang sebelumnya profesional sebagai Managing Director Pelabuhan Guigang, China. Sebagai CEO BUMN selayaknya paham serta piawai akan prinsip-prinsip Good Corporate Governance BUMN.
Amanat dan Rencana Strategis
Sesuai amanat Undang-Undang No. 19/2003, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: (a). memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; (b). mengejar keuntungan; (c). menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (d). menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; (e). turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Bagi Menteri dan kementerian BUMN mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Fungsi yang diemban mencakup antara lain : (a) Perumusan dan penetapan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara; (b) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara; (c) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN; dan (d) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian BUMN.
Seorang Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, berperan dalam penyelenggaraan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman dan sumber daya yang mencakup Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, Pariwisata, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Pertanian.
Dalam mengemban tugas, menteri akan berpegang pada Rencana Strategis (Restra) yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Perpres No. 2/2015), yang merupakan turunan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025 (UUÂ No. 17/2007).
BUMN yang dibina Kementerian BUMN selanjutnya akan menterjemahkan Renstra tersebut ke dalam Renstra Korporasi yang kemudian diturunkan dalam Rencana Kerja Tahunan.
Merupakan hal biasa bagi seorang profesional memaknai pentingnya Rencana Strategis sebagai pegangan; dengan selalu memperhatikan perubahan lingkungan yang mencakup internal dalam lingkup kementerian atau korporasi, eksternal dalam lingkup domestik dan global. Antisipasi atas perubahan selanjutnya dituangkan dalam bentuk Program Kerja dan Kebijakan Kementerian atau Program Kegiatan dan Aksi Korporasi.
Jika diibaratkan grup orkestra, syarat perlu dalam meng-orkestrasi atau menjadi dirijen untuk menampilkan "rangkaian nada yang harmoni, indah dan elegan" adalah Kepemimpinan (Leadership).Â
Peta Tingkat Peran dan Kepentingan dengan Karakter Kepemimpinan
Dengan memperhatikan peran BUMN yang disebut di atas, MenBUMN dan Menko MSD, dapat dipetakan tingkat peran dan kepentingan dengan karakter kepemimpinan seperti pada chart berikut ini.
Â
Pada kotak tengah diberikan lingkup Good Corporate Governance BUMN yang mencakup 5(lima) butir utama dan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) MenBUMN dan Menko MSD.
Pada sumbu vertikal kiri "Tingkat Kepentingan" (degree of importance) dengan kategori Rendah (Low) atau Tinggi (High) dan pertimbangannya seperti berikut ini.
1. Kategori Tingkat Kepentingan Tinggi. BUMN JSMR (Jasa Marga) sebagai operator utama jalan tol dan WIKA (Wijaya Karya) sebagai utama dalam sektor konstruksi (domestik dan internasional), keduanya perusahaan publik yang "profitable"; KAI penyelenggara transportasi darat utama; Bank BRI, Mandiri, BNI merupakan perusahaan publik dan "key player" sektor perbankan nasional; Pertamina penyedia utama BBM Nasional juga memproduksi minyak mentah dan gas, dan melakukan pengilangan; Pelindo-II dengan pelabuhan Tanjung Priok sebagai gerbang utama (70% ekspor Indonesia). Dengan demikian, KemenBUMN tingkat kepentingannya juga tinggi.
2. Kategori Tingkat Kepentingan Rendah. PTPN-VIII salah satu dari grup BUMN Perkebunan dengan produksi teh; kinerja usahanya tergolong biasa serta produknya dapat digantikan produk atau dari sumber lain. Kemenko MSD fungsinya sebagai koordinator yang menyelaraskan kegiatan dan program kementerian yang ada dalam koordinasinya. Dengan demikian, fungsinya bersifat tidak langsung pada sektor tertentu. Sayangnya pemahaman akan hal ini seringkali tidak tepat.Â
Pada sumbu horizontal bawah "Karakter Kepemimpinan" (Leaderhip Character) dengan kategori Kuat (Strong) atau Lemah (Weak) dan dengan pertimbangan utama pada sikap dan pendirian (standing position) menjalankan GCG khususnya "Kemandirian" (Independency) dan Keterbukaan (Transparency).
1. Karakter Kepemimpinan Lemah (Weak Leadership Charater). Karakter kepemimpinan CEO BUMN lemah jika tidak mampu bersikap "independent", terpengaruh serta terbawa "himbauan" agar menyimpang dari Renstra. Memperhatikan pembentukan konsorsium proyek HST, dimulai dengan unit gabungan Pilar Sinergi BUMN yang mencakup WIKA, JSMR, KAI, dan PTPN VIII, mengindikasikan penyimpangan terhadap disiplin Renstra. Hal yang serupa dengan trio bank plat merah yang harus melakukan "modifikasi" atau penyesuaian Renstra dan Program Kegiatan dan Aksi demi penugasan penyaluran dana pinjaman untuk infrastruktur.
Cukup menarik sikap CEO Pertamina menghadapi tentangan terhadap proyek Pembangunan Pipa BBM yang kemudian tetap diteruskan dengan pertimbangan strategis tentunya. Namun, dalam menghadapi gugatan transparansi harga BBM yang merupakan kebutuhan masyarakat dan proses pengadaan BBM, sikap CEO Pertamina tidak tegas serta tuntas. Bagi MenBUMN, godaan dan kecenderungan untuk melakukan intervensi termasuk pada perusahaan publik; dan bekerja tanpa Renstra (dalam website Kementerian BUMN hanya tersedia Renstra 2012-2014) tanpa pertimbangan akan implikasinya; termasuk ketidakmampuan menghadapi intervensi dari eksternal dalam penetapan komisari BUMN, menunjukkan kelemahan karakter dan tingkat kepemimpinan yang rendah.
2. Karakter Kepemimpinan Kuat (Strong Leadership Character). Karakter kepemimpinan CEO Pelindo-II yang tetap tegar walaupun menghadapi "serangan" dari berbagai pihak termasuk internal, mengindikasikan karakter kepemimpinan yang kokoh. Demikian juga kepimpinan menjalankan pengembangan usaha pelabuhan, mengejar profitabilitas korporasi serta konsistensi pada renstra pelabuhan berdasarkan Konsep Pendulum Nusantara, serta sikap menolak intervensi dalam proses pengambilan keputusan perpanjangan kerjasama JICT (Jakarta International Container Port), terlepas dari pertimbangan dan justifikasi perpanjangan kerjasama tersebut. Sikap mengutamakan kepentingan negara dan mengantisipasi masa depan serta tekad untuk menyelesaikan permasalahan secara tuntas mengindikasikan karakter kepemimpinan yang kuat dari Menko MSD. Walaupun, selayaknya perlu diingatkan bahwa dalam menjalankan peran koordinasi dan sinkronisasi, beberapa hal pada tingkat operasional, misalnya pada penanganan operasional di pelabuhan, cukup dipercayakan pada Kementerian Perhubungan.Â
Konflik, Maturitas, dan Wawasan Masa Depan
Mendapatkan karakter kepemimpinan kuat dalam lingkup tingkat kepentingan yang tinggi merupakan padanan ideal. Dalam situasi karakter kepemimpinan lemah atau tingkat kepentingan rendah atau keduanya terjadi bersamaan, para profesional CEO dan Menteri seharusnya dapat segera memahami dan melakukan tindakan koreksi.
Konflik tidak ditabukan; tetapi bukan pula "tontonan gratis dan konyol" di ranah publik. Bagi profesional dengan tingkat maturitas dan kematangan tinggi, sangat memahami penyelesaian konflik. Melakukan komunikasi dan pendekatan untuk menemukan dan menegosiasikan perbedaan dan mencapai kesepakatan dalam suatu rentang waktu, bukanlah hal luar biasa untuk dilakukan..
Para CEO BUMN adalah kaum profesional yang mumpuni. Demikian juga dalam Kabinet Kerja, yang selain MenBUMN dan Menko MSD, tercatat juga beberapa anggota kabinet yang merupakan kaum profesional dari lingkungan korporasi, pengusaha atau pemilik usaha. CEO atau pengelola korporasi, wawasan dan tanggung jawab cukup dalam korporasi. Berbeda dengan Menteri BUMN yang mengelola 119 BUMN, atau Menteri pada suatu Kementerian, atau Menteri Koordinator yang semuanya merupakan pembantu presiden dalam menjalankan amanat rakyat dan mengelola negeri. Perjalanan negeri tidak terbatas dalam rentang waktu tertentu; tetapi terus bergulir dan berkelanjutan (sustainable).Â
Dalam situasi perekonomian yang penuh gejolak, sangat diperlukan sikap dan perilaku menteri yang menampilkan ketenangan dalam menghadapi tekanan; kematangan dalam bekerjasama menyusun dan menetapkan kebijakan; dan kearifan dalam menggambarkan langkah menuju masa depan berpengharapan.
Sikap dan perilaku tersebut seringkali absen; atau mungkin mereka memang tidak memilikinya.
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
Jelang akhir pekan Ketiga Oktober 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H