Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Deflasi, Tekanan Utang dan Depresiasi

21 Agustus 2015   03:05 Diperbarui: 28 Agustus 2015   14:39 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indominomics dan Supply Side Ekonomi

Sebelum telaah lebih lanjut permasalahan perekonomian Indonesia, akan diperkenalkan pemahaman. Pertama tentang istilah Indominomics yang dapat diurai antara lain : Indo bermakna Indonesia; Indomi dapat berkonotasi dengan produk mi cepat saji (instan); Domino mungkin langsung teringat pada permainan dengan 28 kartu serta istilah Domino Effect; dan Nomics sendiri berkaitan dengan ekonomi. Indominomics dimaknai sebagai Initiatif Kebijakan Ekonomi yang membaur berbagai faktor dan kondisi yang berolaborasi dan berintegrasi dengan kebijakan serta program. Sehingga dapat segera diimplementasikan agar berdampak pada pemulihan (recovery) menuju peningkatan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Kedua tentang Supply Side Ekonomi yang merupakan istilah baku dalam perekonomian dan menjadi terkenal saat Ronald Reagan memegang tampuk di Gedung Putih sebagai Presiden ke-40 USA. Istilah yang kemudian dikenal sebagai Reaganomics ini lantas dikaitkan dengan MIT Gang (sebutan terhadap para lulusan dan yang pernah mengenyam pendidikan di MIT), dengan beberapa nama terkenal dalam perekonomian dunia sepeti Ben Bernanke (mantan chairman The Fed USA), Joseph Stieglitz, Mario Draghi (European Central Bank), Paul R. Krugman (Pemenang Nobel Ekonomi 2008), Stanley Fischer (IMF) dan banyak ekonomis terkenal.

Dalam pemahamannya Supply Side Ekonomi (SSE) mencakup tiga pilar utama yaitu kebijakan perpajakan (Tax Policy), Kebijakan tentang Peraturan dan Pengaturan (Regulatory Policy), dan Kebijakan Moneter (Monetary Policy). Tujuan utama (Primary Idea) Supply Side Ekonomi pada masalah Produksi yang mencakup penyediaan Barang dan Jasa (Goods and Services).sebagai faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Satu hal yang diyakini dalam SSE adalah bahwa persediaan (supply) akan membangkitkan kebutuhan (Supply Creates its own Demand).

Pada bagian pertama dari serial tulisan tentang Indominomics dalam tatanan Ekonomi Supply Side. Akan ditinjau dan diberikan wawasan masalah Deflasi, Utang, dan Depresiasi Nilai Rupiah yang terus menderita bak derita tiada akhir.

Deflasi dan Fenomena "Strong US Dollar"

Pertumbuhan perekonomian dunia 2015 diprakirakan IMF (Inernational Monetary Fund) sebesar 3.5%. Faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan adalah kondisi Deflasi (Penurunan harga dalam waktu panjang) dan terjadinya Perang Mata Uang (Currency Wars) yang tidak lain adalah “devaluasi” mata uang dan salah satu penyebabnya adalah kondisi mata uang USD yang kuat (Strong Currency) dan dapat dilihat pada grafik berikut.

Keterangan. Source of Information : IMF Primary Commodity Prices (dengan pengolahan). Grafik mengindikasikan penurunan indeks harga komiditas dan energi untuk periode Januari 2014 hingga Juni 2015.

 

 

 

Source of Information : St. Louis FED - Economic Data.

 

Kondisi USD yang dominan terhadap mata uang utama mengakibatkan terjadinya depresiasi nilai pada hampir seluruh mata uang dunia. Secara hipotetis, depresiasi Rupiah terhadap USD dalam 12 bulan terakhir masih dapat dianggap lebih baik daripada depresiasi yang dialami mata uang utama (bandingkan 19,12% dengan 17,09%) dengan memperhatikan penjelasan berikut ini.

 

 

Tabel memberikan informasi tentang Neraca Perdagangan USA - Indonesia pada pada semester pertama 2015 dan menunjukkan Neraca Perdagangan Indonesia SURPLUS terhadap USA.

  

 

Source of Information : Trade in Goods with Indonesia - United States Census Bureau

Jika dirujuk pada tabel di atas, depresiasi nilai Rupiah terhadap USD tidak selayaknya mencapai angka 17% pada 12 bulan terakhir. Lantas bagaimana memahami dera berkepenjangan depresiasi Rupiah terhadap USD ?

Kondisi Internal dan Depresiasi Nilai

Perekonomian dalam negeri (internal) sebenar cukup terkendali khususnya jika dilihat pada angka inflasi bulanan dan tahun berjalan. (Lihat grafik).

Sumber Informasi : Bank Indonesia - SEKI (dengan pengolahan)

Dengan rerata inflasi bulanan pada kisaran 0.5% dan inflasi tahun berjalan pada 1.9% maka dapat diprakirakan angka inflasi hingga akhir 2015 akan mencapai angka di bawah 5% dan merupakan pencapaian yang LUAR BIASA.

Tekanan pada nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap USD, selain terpengaruh “Currency Wars” juga akibat tekanan utang eksternal swasta khususnya yang segera jatuh tempo dan dampak aliran dana yang masuk serta keluar (capital flight) khususnya dari pasar modal.

Posisi utang dalam USD dan trend nilai tukar Rupiah terhadap USD dapat dilihat pada grafik berikut.

 

Sumber Informasi : Bank Indonesia - Indonesia External Debt Statistics dan Bank Indonesia - Foreign Exchange Rates

Sumbu kiri besaran utang dalam miliar USD berdasarkan posisi setiap triwulan sejak 2013 hingga Triwulan-II 2015.

 

Beban utang berdasarkan sektor industri dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Sumber Informasi : Bank Indonesia - Indonesia External Debt Statistics (dengan pengolahan)

Dari tabel di atas, sektor perbankan dan keuangan mengalami tekanan pada Neraca akibat depresiasi nilai Rupiah (Balance Sheet Recession). Untuk penjelasan lanjutan lihat artikel : Resesi Neraca dan Perubahan Perilaku dalam Langkah Pemulihan.

Kondisi aliran dana dapat dilihat pada grafik berikut ini.

 

Sumber Informasi : Bank Indonesia - SEKI Sektor Eksternal

Transaksi Berjalan yang defisit pada triwulan II sangat terkait dengan fenomena deflasi pada harga komiditas.

Tekanan depresiasi nilai Rupiah terhadap USD yang terus berlanjut dapat dipahami dari penjelasan berikut ini.

Posisi utang swasta yang jatuh tempo kurang dari satu tahun (triwulan II) sebesar USD 47 miliar (lihat pada tabel grafik Debt and Exchange Rate di atas). Secara rerata per triwulan kebutuhan untuk pemenuhan kewajiban utang (pokok pinjaman dan bunga) sedikit kurangnya dari USD 12 miliar. Sementara defisit transaksi berjalan triwulan-II besarnya hampir USD 4.5 miliar (lihat grafik Flow of Fund di atas). Secara keseluruhan kebutuhan (demand) USD per triwulan (khususnya pada triwulan II) sekitar kurang sedikit dari USD 16.5 miliar. Aliran dana masuk (supply) melalui FDI (Foreign Direct Investment) dan FPI (Foreign Portfolio Investment) pada triwulan-II tercatat hanya sekitar USD 9.4 miliar (lihat posisi FDI - USD 3,626 miliar dan FPI - USD 5,774 miliar pada triwulan-II tabel grafik di atas). Dengan memperhatikan supply-demand akan USD, terjadi kekurangan pada triwulan II sebesar USD 7 miliar atau USD 2.33 Miliar per bulan.

Konsekuensi dan Konklusi logis dari penjelasan di atas adalah depresiasi nilai Rupiah terhadap USD merupakan hal yang tidak terhindarkan.

Masalah Deflasi, Beban Utang, dan Depresiasi Nilai Tukar terus mendera dan menimbulkan tekanan pada perekonomian sehingga perlu diurai dan disusun langkah penyelesaian komprehensif serta menyeluruh yang bukan sekedar “pain killer” alias penghilang rasa sakit.

Informasi tersedia luas dan lengkap ... lakukan kajian secara cerdik, cermat dan cerdas berbasis Generally Accepted Principles bukan berdasarkan sentimen, "Sporadic or On The Fly Theory" atau bahkan Negativity Bias ! 

Artikel ini awal dari inisiatif : Indominomics dalam tatanan Ekonomi Supply Side dan akan berlanjut ... nantikan !

 

Arnold Mamesah - in collaboration with WA-Laskar Initiative (WALI)

Jelang akhir minggu-III Agustus 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun