Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sirkuit Kemelut Perekonomian

15 Juni 2015   23:46 Diperbarui: 19 Oktober 2015   14:04 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemelut Pada Sebuah Kapal

Membayangkan kemelut pada sebuah kapal, yang muncul dalam ingatan mungkin Kapal Van Der Wyck, Kapal Mewah Titanic, dan Kapal Tampomas-II. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan judul novel romantis karangan Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang tidak “happy ending”. RMS Titanic (Royal Mail Ship) merupakan nama kapal mewah yang teggelam di Samudera Atlantik Utara pada 15 April 1912 dalam perjalanan dari Southampton, Inggris ke New York, USA. Sedangkan Kapal Tampomas-II adalah kapal penumpang milik PT. PELNI (Pelayaran Nasional Indonesia) yang tenggelam di perairan Masalembo, Laut Jawa, pada 27 Januari 1981 dalam perjalanan dari Jakarta menuju Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Sebagai novel, tidak banyak dikisahkan kejadian tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Lain halnya kisah tenggelamnya Kapal RMS Titanic yang banyak dikupas sebagai ilustrasi dalam menghadapi kemelut. Sedangkan kasus tenggelamnya Kapal Tampomas-II dengan perjuangan nakhoda kapal Almarhum Captain Abdul Rivai, tidak banyak dikupas bahkan konon terkesan dipetieskan. Dari investigasi yang dilakukan, kesimpulan yang muncul menunjuk pada kesalahan awak kapal. Tetapi jika dikaji, banyak pembelajaran dari kejadian kapal Tampomas-II khususnya dalam antisipasi, penanganan dan pengendalian kemelut.

Sekelumit Kisah Kemelut Kapal Tampomas-II.

Kapal Tampomas-II dibeli PT. PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional) untuk PELNI, mulanya bernama MV. Great Emerald, buatan galangan kapal di Jepang dan mulai berlayar pada 1956 yang kemudian dimodifikasi pada 1971. Pelayaran perdana di Indonesia pada Juni 1980, tetapi sejak semula menunjukkan kejanggalan dalam pelayarannya dan bahkan beberapa bagian perangkat pengatur kapal tidak berfungsi. Pemanfaatan kapal sangat terbeban dalam melayani rute yang sarat penumpang yaitu Jakarta – Ujung Pandang. Waktu istirahat sangat terbatas sedangkan perawatan dan perbaikan dilakukan sekedarnya. Saat berangkat dari pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 24 Januari 1981, salah satu mesin kapal dalam kondisi rusak. Muatan kapal antara lain mobil, motor, mesin, dan sejumlah penumpang termasuk penumpang gelap dan sejumlah awak kapal. Kapal berlayar mengarungi Laut Jawa yang anginnya tenang tetapi ombak Januari besar dan ketinggianya 7-10 meter.

Kemelut pada kapal Tampomas II yang berlayar ditengah ombak dan badai besar dipicu pada kejadian 25 Januari 1981 malam sekitar pukul 20.00 WITA. Beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, dan puntung rokok yang berasal dari ventilasi menyebabkan percikan api. Awak kapal memadamkan dengan menggunakan tabung pemadam portabel, namun gagal. Api semakin menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Akibatnya selama 2 jam tenaga utama mati dan generator darurat pun gagal. Usaha pemadaman dihentikan karena sudah tidak memungkinkan ditambah bahan bakar yang ternyata masih terdapat disetiap kendaraan, sehingga api merambat cepat membakar semua dek. Dalam waktu 30 menit setelah api muncul, para penumpang diperintahkan menuju dek atas dan langsung menaiki sekoci. Namun hal ini berlangsung lambat, karena hanya tersedia satu pintu menuju dek atas. Begitu berada di dek atas, para awak kapal dan mualim tidak ada yang memberitahu arah dan lokasi sekoci. Beberapa awak kapal bahkan dengan egois menurunkan sekoci bagi dirinya sendiri. Dari 6 (enam) sekoci yang ada hanya berkapasitas 50 orang. Sebagian penumpang nekat terjun bebas ke laut dan yang lain menunggu dengan panik pertolongan selanjutnya. Beberapa kapal lain yang berada disekitar Tampomas-II berusaha melakukan pertolongan tetapi kebakaran terus berlangsung tanpa dapat dikendalikan dan menjalar ke tempat bahan bakar yang tidak terisolasi. Pagi hari 27 Januari 1981 terjadi ledakan di ruang mesin dan membuatnya penuh air laut yang juga memenuhi ruang propeler dan ruang generator. Akibatnya posisi kapal miring 45 derajat dan siang hari pukul 13.45 WTA atau sekitar 30 jam setelah percikan api pertama, KMP Tampomas II tenggelam ke dasar Laut Jawa untuk selamanya bersama sejumlah korban tewas.

Dari kejadian kapal Tampomas-II, yang sudah berusia 25 tahun saat diterima dan mulai digunakan; beserta kondisi mesin yang tidak berfungsi saat akan berangkat menunjukkan kondisi tidak sehat. Kebakaran yang dipantik api rokok, pemadam yang tidak berfungsi penuh, generator yang gagal berfungsi menggambarkan keadaan sesungguhnya. Ditambah dengan hubungan antar awak kapal dan mualim dengan sikap yang cari selamat bagi diri sendiri dan kondisi sekoci yang tidak diketahui, mempertegas kondisi komunikasi yang tidak mulus. Dalam kemelut, kendali atas tindakan yang seharusnya dilakukan, tidak terwujud.

Kemelut Perekonomian

Tidak berlebihan untuk pembelajaran, jika kondisi perekonomian Indonesia ibarat bahtera yang berlayar dalam kondisi tidak prima menghadapi ombak besar.

Ibarat dalam ruang kemudi, beberapa indikator yang terlihat tidak sehat antara lain :Defisit anggaran pemerintah (fiscal), Pertumbuhan Domestik Bruto (GDP) dan Utang Luar Negeri (Debt), Neraca berjalan dan Neraca Perdagangan (Current Account & Trade Balance), dan depresiasi nilai tukar (Exchange Rate) seperti pada chart berikut ini.

Chart-1 : Fiscal Deficit

 

Catatan. GoI : Government of Indonesia

 

Chart-2 : GDP & Debt

 

 

Chart-3 : Current Account & Trade Balance

 

Chart-4 : Exchange Rate Trend

 Harga komoditas termasuk migas di pasar dunia yang mengalami penurunan ditengah tekanan pertumbuhan ekonomi dunia yang mengalami tekanan; seakan terpaan angin kencang dan gelombang laut yang tinggi.

Sementara itu, terjadi kealpaan pada masa lalu untuk mengembangkan infrastruktur yang mencakup infrastruktur dasar dan fisik termasuk tenaga listrik, transportasi, air, sanitasi, dan irigasi. Juga, tidak terwujud pengembangan industri yang terstruktur, terencana, dan tertata  berdasarkan “pohon industri” yang terintegrasi untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya alam. Khususnya sektor pangan, pengembangan dan pemantapan yang mencakup agrikultur, perikanan dan akuakultur yang selayaknya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, malah membutuhkan impor karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Energi yang diperlukan untuk menggerakan industri terutama listrik, ternyata sarat ketergantungannya pada energi fosil sementara energi baru dan terbarukan seakan terlupakan.

Pada aspek sosial, infrastruktur pendidikan dan kesehatan serta sarana pengembangan budaya serta kreativitas, pengembangannya terbatas yang berdampak pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan serta kreatifitas. Demikian juga pada infrastruktur ekonomi dengan kecenderungan pementingan pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan, pengembangan pelaku usaha pada korporasi tanpa mendorong pertumbuhan ekonomi skala kecil dan menengah dan ekspansi kredit yang tidak mengutamakan sektor produktif dan cenderung ke arah konsumtif, berdampak kerentanan dalam menghadapi tekanan.

Apapun kondisinya bahtera harus tetap berlayar 

Kiat Kemelut

Paham dengan kondisi yang ada dan ancaman ombak tinggi dan terpaan angin bukanlah hal yang menghalangi perjalanan bahterah dan harus diantisipasi. Beberapa kiat dalam menghadapi kemelut antara lain :

1. Kenali dan kuasai kondisi yang dihadapi, jangan diabaikan atau disepelekan.

2. Komunikasikan secara jujur tanpa menyalahkan masa lalu.

3. Koneksi dan koordinasi dalam satu komando; dalam kondisi mendesak keputusan harus diambil dengan segala resiko yang mungkin timbul.

4. Keberlanjutan dan kontinuitas perjalanan bahtera harus diutamakan bukan pada kepentingan sesaat atau bahkan jangka pendek.

5. Kendali penuh tanpa ragu.

Kondisi yang dihadapi perlu dikomunikasikan dan penanganan permasalahan dilakukan dengan konsisten yang bersangkutan dengan hal-hal berikut.

1. Defisit anggaran bukan hal yang bermakna negatif asalkan selalu diupayakan optimalisasi dan intensifikasi penerimaan; juga penggunaan anggaran, khususnya untuk pembangunan infrastruktur, secara cermat.

2. Beban utang memang memberikan tekanan akibat beban untuk memenuhi kewajiban. Tetapi harus dipahami, bahwa utang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan sektor produksi bukan untuk konsumsi atau bahkan spekulasi.

3. Defisit Transaksi Berjalan (Current Account) yang terjadi saat Neraca Perdagangan menunjukkan surplus, adalah akibat beban pembayaran hasil investasi (langsung atau portofolio).

4. Depresiasi mata uang terjadi akibat defisit transaksi berjalan dan beban untuk pemenuhan kewajiban utang. Pada sisi lain, nilai ekspor yang menurun mengindikasikan kalah dalam persaingan atau tidak ada produk unggulan. Tidak selayaknya depresiasi nilai tukar penyebabnya pada faktor luar.

Dalam pernyataannya, Menteri Keuangan sebagai pengawal fiskal, berupaya mendorong belanja pemerintah, khususnya untuk pembangunan infrastruktur, sebagai stimulus ekonomi. Bahkan dalam kondisi penerimaan tidak mencapai target, dana pembangunan akan diupayakan melalui skema utang bilateral atau multilateral. Kebijakan untuk siap berutang demi pembangunan infrastruktur ini patut didukung karena penundaan akan menyebabkan penurunan kemampuan produksi juga mengurangi minat investasi dari luar datang.

Bank Indonesia sepatutnya mendukung upaya pemerintah melalui kebijakan yang mendorong pendanaan perbankan melalui kredit usaha. Pengendalian inflasi memang perlu dilakukan. Akan tetapi terlalu bersikap hati-hati dalam kebijakan suku bunga acuan, berdampak pada tingginya suku bunga kredit dan menyusutkan pertumbuhan sektor produksi. Perlu dipertimbangkan bahwa ongkos pemulihan sektor produksi lebih besar daripada dampak inflasi.

Sebagaimana kisah Sirkuit Kemelut, penyelesaiannya dilakukan di luar sirkuit atau dengan cara yang tidak sepertibiasanya dan butuh keberanian untuk melakukan terobosan yang disebut sebagai “Out of the Box”.

 

Sumber informasi :

Bank Indonesia : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dan Special Data Dissemination Standard

Musibah Tampomas-II

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

Pekan ketiga Juni 2015

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun