Waktu remaja, saya dan beberapa teman masih duduk di bangku SMP, kami sekitar 20 orang tidak termasuk siswa yang lain (hanya kami satu desa). Jarak dari rumah ke sekolah cukup dekat sekitar 2 km.
Jadi setiap pagi hari kami ramai-ramai jalan kaki bersama, pergi ke sekolah, begitu pun ketika kami pulang sekolah di siang hari.
Ketika jam istirahat tiba sekitar pukul 09:00 atau 10:00 WITA kami selalu nongkrong di tempat yang sama. Kalau bukan di pondok atau warung terdekat berarti kami mencari tempat berteduh di bawah pohon.
Sehingga setiap apel pulang, ada ucapan seorang guru yang sering kami dengar: "Kebiasaan kalian itu, kalau jam istirahat; ada yang keluar dari belakang gedung sekolah, dan ada pula yang keluar dari kusu-kusu," ujarnya.
Ketika saya, teman-teman, dan seluruh siswa yang mendengar ucapan itu di tengah apel pulang, kami hanya saling melirik satu sama lain dengan tersenyum.
Sampai saat ini, ucapan itu masih membekas di ingatan saya dan teman-teman sehingga tak jarang ketika kami bertemu atau saat nongkrong dan bernostalgia waktu SMP, kami selalu teringat akan ucapan guru tersebut.
Guru tersebut kami sangat "takuti" di setiap jam pelajarannya, waktu itu. Namun, guru tersebut sangat humoris. Itu terlihat bahkan ketika siswa melanggar, di setiap hukumannya  seperti bercanda tapi serius.
Siswa siswi dalam kelas, rata-rata orang tua kami berlatar belakang sebagai petani sehingga soal bantu membantu kami sangat antusias baik pekerjaan orang tua maupun guru di kebun (luar sekolah), terutama kami sebagai laki-laki.
Dan "hanya kami" (laki-laki) yang sering dipanggil guru tersebut maupun guru yang lain ketika meminta bantuan membersihkan lahan atau kebun miliki guru.
Pekerjaan tersebut kami sudah terbiasa mendapat didikan dari orang tua sehingga permintaan tersebut kami terima dengan lapang dada, begitu pun dengan orang tua kami.
"Mungkin yang ada di pikiran mereka (orang tua kami), membantu guru seperti halnya membantu kedua orang tua di rumah atau di kebun."
Selain itu, setiap akhir tahun beberapa hari atau minggu (Oktober-November) kami libur sendiri. Dan masuk saat ujian semester tiba. Sehingga, ini berpengaruh terhadap nilai kami saat pengambilan raport.
Karena sering membantu guru hubungan kami pun makin erat, tentu ada batasannya yang harus kami sadari baik guru maupun siswa tergantung situasi (sekolah atau luar sekolah).
Soal bolos atau alpa di sekolah tentu kami ahlinya. Tapi tidak dengan melawan guru atau sampai bertindak fisik. Itu tidak ada pada diri kami. Sampai-sampai kami tidak salah pun, ketika dihukum "kami terima."
Weda, 17 Januari 2024
Arnol Goleo [11:00]