"Kenapa Mira tidak memberi kabar. Apa Mira tidak merindukanku?" sekejap terlintas di pikiran Isak.
Karena pekerjaan tidak kunjung di dapat. Sore itu, Isak duduk di tepian pantai sambil menikmati senja. Kemudian Ia mengambil kertas pemulung itu dari dalam tasnya lalu menuliskan kembali di dinding beranda facebooknya. Isak berusaha menyemangati diri sendiri.
"Berlayar di tengah lautan
Ombak datang menghampiri
Memilih bertahan sampai tujuan
Keputusan ada di tanganmu sendiri
Engkau memang nahkodanya
Mereka adalah penumpangnya
Berpikirlah dulu sebelum pulang
Ingatlah dahulu sebelum menyebrang."
Ketika Isak memposting, teman-teman dalam facebooknya memberi tanggapan positif. Namun tetap saja hatinya masih dirundung sepi.
Isak hendak beranjak dari tempat tersebut, tiba-tiba seseorang mengomentari postingannya, "Kamu di mana? Kalau bisa kita bertemu di kedai kopi. Nanti kamu kirim nomormu lewat imbox."
Isak bingung mau membalas komentarnya atau tidak. Bertemu apalagi. Isak takut bertemu dengan orang tersebut sebab orangnya bertato dan berambut panjang--ketika Isak mengecek foto-foto milik akun tersebut. Sehingga Ia tidak membalas komentarnya.
****
Pagi itu Isak sedang duduk minum kopi di sebuah kedai kopi. Tidak lama kemudian Isak melihat di layar ponselnya jam telah menunjukkan pukul 09:00 sehingga beranjak dari tempat tersebut menuju meja kasir.
"Mau bayar meja nomor berapa?" tanya pelayan kedai itu. "Nomor 09."
"Oh, meja tersebut telah dibayar seorang pria yang duduk di meja nomor 12." Kata pelayan itu dengan ramah. " Oh iya, sebelum dia pergi Ia juga menitipkan ini ke saya agar memberikannya padamu." Saat Isak hendak pergi.