Setelah dua bulan berlalu, pagi itu, kabut masih bertengger di udara dan dedaunan. Pina masih di atas tempat pembaringan sedangkan Mik mengantikan peran istrinya di dapur.
"Mik," teriak Pina dari dalam kamar. "Ya!" sahut Mik di dapur tetapi tetap melanjutkan pelerjaannya. "Mikk!!" jerit Pina kali kedua makin meninggi. Lalu Mik bergegas masuk kamar. "Ya Tuhan! Kamu kenapa, Na?" ketika Mik membuka pintu kamar dan mendapati istrinya tergeletak di lantai dekat pintu lalu menghampirinya.
"Tidak tahu. Tiba-tiba pinggangku terasa sakit sekali dan kepalaku pusing akhirnya aku jatuh ke lantai" jawabnya sambil berdiri dari lantai dibantu oleh Mik.
"Memangnya Na mau ke mana?" tanya Mik tulus sambil memandu istrinya ke tempat pembaringan. "Mau ke dapur mau lihat suamiku memasak." Candanya. "Aku serius Na, kamu malah bercanda. Kalau butuh sesuatu, panggil saja aku. Aku takut Na kenapa-kenapa, juga kandunganmu!" Â Kata Mik agak kesal. "Iya.. Iya.. Maaf!"
Setelah sampai di tempat pembaringan, "Na, jangan-jangan itu tandanya Galangku mau lahir." Sontak suaminya. "Jangan geer kamu, yang lahir pasti Cinderela," bantahnya walau istrinya sedang kesakitan.
Lagi, kedua suami-istri itu beradu mulut bahwa janin dalam kandungan Pina sesuai dengan impian mereka. Namun mereka belum tahu pasti sebenarnya anak dalam kandungan itu laki-laki atau perempuan.
Karena selama Pina mengandung, mereka tidak pernah ke rumah sakit untuk USG. Padahal sejak mereka menikah, mereka sepakat bahwa ketika Tuhan menganugerahi janin dalam kandungan Pina, Pina harus dioperasi.
Namun, karena latarbelakang ekonomi keluarga mereka tidak memiliki biaya yang cukup untuk mengontrol kehamilan Pina, operasi apalagi.
Sehingga sebagai jalan alternatif, Mik memanggil salah seorang Dukun Beranak di kampungnya. Setelah Mik mendatangkan seorang Dukun perempuan untuk membantu istrinya melahirkan di rumah, semua kerabat terdekat pun berdatangan untuk menyambut kelahiran anak pertama Mik dan Pina.
Di ruang tamu, Mik dan kerabat lainnya sudah tidak sabar menunggu kelahiran malaikat kecil itu. Tiba-tiba terdengarlah tangisan anak kecil dari dalam kamar.
Seusai bayi itu lahir salah seorang kerabat perempuan Mik keluar dari kamar persalinan Pina dan berkata, "Selamat yah, Mik, sekarang kamu jadi ayah." Mik tersenyum saja.