Reki tidak seperti anak lain yang memiliki tubuh utuh. Reki sejak lahir memiliki satu mata. Mungkin karena kekurangan gizi saat masih dalam kandungan ibunya sebab ia lahir dari keluarga sederhana.
Sebagian orangtua pasti tidak terima dengan kehadiran buah hati mereka yang cacat salah satu anggota tubuhnya. Tapi ayah dan ibu Reki sebaliknya, menyambut kehadiran Reki dengan bahagia.
Saat Reki memasuki usia lima tahun, ia didaftakan ke sekolah TK Harapan Baru Bailengit. Seiring berjalannya waktu, akhirnya Reki lulus dari TK dan masuk di Sekolah Dasar Negeri di kampungnya, Bailengit.
Ketika masuk di Sekolah Dasar Negeri Bailengit, teman-temannya menerima dengan baik sehingga ia bisa menyelesaikan pendidikan dan mendapat ijazah SD.
Kini Reki didaftarkan kembali ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun kali ini berbeda suasana, Reki sering dibuli teman sekelasnya sehingga rasa percaya dirinya mulai menurun.
Karena tidak nyaman Reki keluar dari sekolah tersebut. Dan memilih belajar di rumah bersama kedua orangtuanya.
Namun orangtua Reki tidak memiliki pendidikan yang cukup sehingga mereka berusaha mencari sekolah baru agar ia bisa mendapat pendidikan yang layak seperti yang lainnya, tapi sekolah yang lain pun sama, tidak menerima Reki. Jadi mau tidak mau Reki harus belajar mandiri di rumah.
***
Suatu ketika, di kampungnya didirikan sebuah komunitas belajar. Pendiri komunitas tersebut adalah mahasiswa dan sebagian sudah selesai atau sarjana.
"Om, tante. Kalau bisa anak om dan tante ikutkan Reki ke komunitas kami untuk belajar bersama anak-anak lain" kata Berti salah satu pendiri kominitas Bailengit Jaya (BAJAY) itu.
Tentu kedua orangtuanya menerima tawaran Berti dengan senang hati.