Mohon tunggu...
Arnol Goleo
Arnol Goleo Mohon Tunggu... Lainnya - GOLMEN

Penaku bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Mantan Debu Ingin Pulang (3)

27 Mei 2023   16:44 Diperbarui: 27 Mei 2023   16:52 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Namanya Ary, masih muda berusia 25 tahun, satu tahun lebih tua dariku. Dia yang mengajakku pergi dari Warung Mbak tadi.

Aku ikut saja. Aku pikir, Ary akan membawaku ke rumahnya atau kost. Ternyata tidak, kami berdua malah ngamen dari satu warung ke warung lainnya di sepanjang jalan.

Ary begitu antusias menikmati pekerjaannya itu. Aku menikmati saja dengan keadaan terpaksa. Hasil kami dari mengamen hari ini cukup lumayan.

"Leo, kamu pakai [jimat] apa hari ini sampai kita bisa mendapatkan uang sebanyak ini?" candanya saat kami duduk di pinggir jalan seusai ngamen sambil Ari menghitung uang di tangannya itu.

Aku hanya diam dan merespon dengan senyum tipis padanya.

"Kamu kenapa? Sakit? Atau ada masalah?" tanya Ary dengan serius dan agak sedikit kesal karena dari tadi aku diam saja.

"[Huufff ...]" Aku tarif nafas dalam-dalam lalu menghembuskan seperti habis mengangkat beban berat.

"Kalau ada masalah cerita sama saya, kita kan sudah berteman" kata Ary.

"Maaf sudah merepotkan mu, Ary!"

"Tidak! Saya tidak merasa direpotkan, Leo" jawab Ary sambil mengayunkan kedua tangannya.

"Terima kasih, Ary. Aku tidak apa-apa. Kalau bukan karena Ary, tidak tahu lagi aku mau pergi ke mana." Aku berterima kasih padanya, tapi berusaha menyembunyikan masalahku.

"Okelah!" jawab Ary dengan sedikit ragu.

Karena kami baru bertemu hari ini. Jadi aku belum terbuka soal privasiku pada Ary. Apalagi ini soal keluargaku.

"Oh iya, sebentar malam saya ada janji mau bertemu teman lamaku. Leo mau ikut tidak?" Tanya Ary dengan wajah serius mengajakku menemui seseorang.

"Boleh! Tapi di mana tempatnya?" dengan senang hati aku menerima tawarannya itu.

"Di warung kopi. Tak jauh dari sini, sekitar 15 menit jalan kaki" jawab Ary sambil menunjuk jalan menuju warung kopi tersebut.

"Ini bagianmu, Leo" seusai menghitung hasil ngamen kami, Ary memberikan uang 150 ribu padaku.

"Ary, ini kebanyakan" sambil aku mengembalikan uang 50 ribu. Tapi Ary tetap saja tidak menerima.

"Saya lapar, kita cari makan yuk" Ary mengajakku sambil berdiri dari tempat kami duduk. Tawaran itu tidak mungkin aku tolak sebab aku juga sudah sangat lapar.

Setelah tiba di salah satu warung, Ary memesan makanan kami berdua. Sambil menunggu makanan yang telah dipesan oleh Ary, kami berdua ngobrol santai.

"Leo sudah lama di Jakarta?" tanyanya dengan santai. Karena awal kami bertemu di warung Mbak tadi hanya sebatas mengenal nama.

"Satu minggu" jawabku spontan.

"Kalau Ary?" aku bertanya balik.

"Dua tahun" sahutnya dengan wajah agak sedikit muram.

"Di sini, Ary tinggal sama siapa" tanyaku pada Ary karena aku ingin mengenalnya lebih dekat.

"Ary Diam."

"Maaf, Ary!"

***

[[Ayah dan ibu saya sudah lama meninggal, sekitar 4 tahun lalu. Waktu itu ayah kecelakaan dengan mobil. Sedangkan ibu, jatuh sakit dan meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit.

Setelah kepergian kedua orang tua saya, saya hidup sebatang kara.

Usaha peninggalan orang tua di Bandung pun bangkrut seketika karena saya tidak mampu mengelolanya dengan baik. Sedangkan rumah kami di gusur karena dibangun sebuah pabrik.

Begitu juga dengan tabungan orang tua sepersen pun tidak ada lagi. Karena semenjak ibu dirawat di rumah sakit cukup besar biaya pengobatan yang kami keluarkan, agar ibu sehat kembali. Tapi, Tuhan berkehendak lain.

Satu tahun kemudian saya berhasil membangun usaha perikanan dan cukup bagus hasilnya. Namun, usaha saya memasuki satu tahun hasilnya menurun dan bangkrut karena ditipu mitra bisnisku.

Sehingga saya merantau ke Kalimantan setahun mencari pekerjaan untuk modal usaha. Namun, saya tidak diterima. Setelah itu, saya merantau lagi ke Papua hampir setahun tapi hasilnya sama.

Sesudah itu, saya merantau di sini, Jakarta. Namun lagi lagi pekerjaan tak kunjung ku dapat. Saya tidak ada pilihan lain dan saya memutuskan menjadi pengamen di Jakarta. Kalau tidak, mungkin saya sudah mati kelaparan]].

Cerita Ary begitu panjang. Aku seperti dikuliahi 5 SKS. Sampai-sampai aku tak sadar nasi goreng yang disajikan Mbak keburu dingin karena hanyut terbawa cerita pilu dan perjuangan keras Ary.

Sesudah makan kami pergi menemui teman lama Ary di warung kopi. Setelah sampai, duduk kurang lebih 15 menit, teman Ary belum juga datang. Sedangkan jam sudah menunjukan pukul 21.30 WIB.

Seorang perempuan, datang langsung menuju ke arahku. Memakai topi, celana jeans dan jaketnya disobek-sobek. Sementara Ary lagi ke toilet.

Ia duduk tepat di depanku. Aku melirik dengan ekor mata. Perempuan itu bagitu santai, tapi matanya melirik kiri-kana seperti sedang menunggu seseorang.

"Apa orang ini adalah teman Ary? Tidak mungkin! Atau jangan-jangan ..?" dalam hati kecilku berkata.

Sementara satu persatu orang-orang di warung ini mulai pergi karena sudah larut malam sedangkan Ary belum juga datang.

Bersambung...

Weda, 25 Mei 2023
Arnol Goleo [20:50]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun