Mohon tunggu...
Arnol Goleo
Arnol Goleo Mohon Tunggu... Lainnya - GOLMEN

Penaku bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Mantan Debu Ingin Pulang (2)

27 Mei 2023   15:18 Diperbarui: 27 Mei 2023   15:23 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kedua kalinya aku berjejak di Weda, Halmahera Tengah. Kali ini berbeda. Tak seperti dulu. Hanya sebulan mengunggu, aku sudah ditelepon dari HRD untuk mengikuti test kesehatan dan psiko.

Setelah mendengar informasi waktu test dari HRD, via telepon. Hari ini aku mulai membatasi aktifitas dan istirahat yang cukup. Sebab menjaga kesehatanku untuk mengikuti MCU nantinya.

Rabu 19 April 2023, aku mengikuti MCU di klinik perusahaan. Besoknya, test psiko di Kantor Pelayanan HRD. Semua itu ku lalui dengan baik, tak ada halangan. Di hari ketiga, hasil test kesehatan dan psiko akan diumumkan.

Hari ini aku menghadiri pengumuman itu dan kami berkumpul di sebuah gedung, sebelahnya Kantor Pelayanan HRD kurang lebih 100 orang.

Sekitar pukul 08:00 WIT seorang pria datang. Ternyata, yang datang itu adalah HRD dan Dialah yang mengumumkan hasil kami.

Sudah sekitar sepuluh orang namanya dipanggil untuk maju ke depan. "Mudah-mudahan aku?" dalam hati kecil berkata karena cemas.

Terakhir namaku muncul. Aku maju ke depan dan HRD menyodorkan lembaran hasil MCU tersebut. Juga semua berkas.

"Penyakit Bapak ringan saja! Setelah berobat, Bapak bisa datang lagi di Kantor HRD membawa lamaran dan lampirkan SKD hasil pemeriksaan dokter" kata Pria agar aku tidak patah semangat.

"Baik. Pak!" jawabku walau hati ini seakan tak rela menerima hasil MCU tersebut.

Sebenarnya, aku sudah tahu sebelumnya bahwa, ketika dipanggil nama saat pengumuman berarti tidak lulus MCU atau psiko.

"Tuhan tak adil, tak mengabulkan doaku" ketika berjalan meninggalkan tempat pengumuman, dalam hati timbul perasaan demikian karena frustrasi.

Aku langsung pulang ke kost sesudah mendengarkan hasil. Ketika sudah sampai di kost ....

"Bagaimana hasil mu tadi?" tanya Bayu yang baru saja pulang seusai kerja shift malam.

"Tidak lulus MCU." Jawabku datar karena kecewa.

"Sudah ku bilang jangan bergadang." Salah satu teman sekamarku berkata demikian sambil mengusap layar ponsel miliknya karena kesal padaku.

Aku hanya diam, tak menanggapinya.

"Nanti ada waktu kamu pergi ke rumah sakit" kata Bayu berusaha menyemangati aku.

"Iya" sahutku.

***

Sebulan telah berlalu. Aku tak kunjung pergi ke rumah sakit. Karena memang, niatku tak lagi mengantar lamaran ke perusahaan.

Tetapi, Bayu terus bertanya dan mendesak ku agar secepatnya ke rumah sakit. Memeriksa kesehatanku dan membawa hasil atau surat keterangan dokter tersebut sebagai lampiran ketika memasukkan lamaran ku kembali di perusahaan.

Namun aku berusaha mencari jalan lain. Sebab dua bulan lagi adikku ujian di SMA dan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Jadi aku harus secepat mungkin mendapat pekerjaan.

Kalau tidak, pendidikan adikku pasti terhenti atau tidak lagi mengikuti ujian di SMA. Apalagi melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, itu mustahil. Sebab adik bungsu dan ayah berharap padaku agar aku mendapat pekerjaan dan membiayai pendidikannya.

Karena kesehatan ayahku di kampung tak seperti dulu lagi. Kini, kurus dan sakit-sakitan. Jadi tak mungkin ayah bekerja lagi seperti dulu dan membiayai pendidikan adikku itu. Rasa cemas itu terus menghantui hati dan pikiranku.

Aku, tanpa berpikir panjang dan memutuskan merantau ke Jakarta meninggalkan bumi Halmahera. Karena setelah hitung-hitungan uang di tanganku masih cukup membeli tiket pesawat dan ngekos sebulan di sana.

Kali ini aku tidak lagi membawa secuil kertas, hanya doa dan kepercayaan diri. Aku pasti bisa. Aku pasti mendapat pekerjaan di sana. Itulah yang ada di dalam pikiranku.

Setelah sampai di Jakarta aku kesulitan mencari tempat tinggal. Apalagi pekerjaan. Sebab ini baru kali pertama sampai dan tak satupun yang ku kenal di sini. Namun, aku tetap berusaha.

Selama satu minggu hidup di Jakarta, tanpa tempat tinggal, aku hidup di atas jalanan. Sehingga uang yang sebenarnya biaya ngekos sebulan habis aku pakai karena membeli makanan dan air minum.

"Ya Tuhan, aku tak kuat lagi" seruku padaNya saat perutku ini dilanda kelaparan.

Saat aku duduk di sebuah warung makan. Seorang mbak menawarkan makanan padaku. Mungkin dia melihat wajahku yang mirip seorang "pengemis." Tapi tawaran itu tidak gratis. Aku harus mencuci piring dulu baru mbak memberiku makanan.

Karena rasa lapar terus menggerogoti perutku dan tak ada pilihan lain. Aku terpaksa menerima tawaran Mbak itu. Sebab aku tidak memiliki siapa-siapa di Jakarta.

Aku pergi ke dapur mencuci piring mbak tersebut. Setelah menyelesaikan pekerjaanku itu, Mbak memberiku makanan nasi goreng plus telur rebus sebutir.

"Telur tersebut bonus" kata Mbak karena sudah mencuci piringnya, bersih!

"Baru tahu yah, Mbak?" dalam hati bergumam.

"Syukurlah! Aku bisa mendapat makanan hari ini." Hatiku bersyukur padaNya, sebelum menyantap nasi goreng yang dihidangkan oleh Mbak tersebut.

Seusai makan. Aku duduk di depan warung Mbak tersebut. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki menghampiriku dan mengajakku pergi.

Bersambung...

Weda, 25 Mei 2023
Arnol Goleo [15:08]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun