Mohon tunggu...
Arnol Goleo
Arnol Goleo Mohon Tunggu... Lainnya - Anakmomen

"Cukup pagi hari 'kau minum air susu ibumu', jangan sampai malam 'kau genggam buah dadanya.'"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel "Negeri Terasing" (#4)

9 Februari 2023   14:46 Diperbarui: 9 Februari 2023   16:06 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Keputusasaan masih mengintai dalam hidupku terutama dalam hati dan pikiranku. Namun, walau sedikit, aku masih memiliki kesabaran sebab orang-orang atau teman-teman dekatku memberikan support agar aku tetap sabar menjalaninya.

Juga ucapan ibu yang sempat ditorehkan kepadaku tidak "diwujudkan." Pendidikanku pun masih berlanjut sehingga aku dapat menyelesaikan pendidikan di bangku SMA itu.

Sebelum selesai dari bangku SMA, semasa SMA kelas XII aku jatuh hati pada seseorang namun aku tidak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku ini padanya. Jadi aku meminta bantuan kepada Ming (teman kelas dan satu desa denganku) sebagai jembatan.

"Ming aku menyukai seseorang di kelas kita." Kataku padanya saat itu kami berdua sedang duduk di bawah pohon mangga halaman sekolah. "Siapa Leo? Ming bertanya padaku. "Meisya! Bisa bantu aku?" Dengan senyum tipis aku menyebut namanya itu. "Bisa, nanti saya bantu berbicara dengannya!" Lanjutnya.

Beberapa hari kemudian aku pulang bonceng dengan Ming bersama motor miliknya. "Leo." Ming menyebut namaku. "Ada apa Ming?" Aku bertanya padanya. "Saya sudah katakan padanya." Sahutnya. "Siapa Ming?" Aku menyetir motor miliknya itu perlahan melambat sebab aku ingin mendengar apa yang ingin disampaikan Ming.

"Meisya Leo, Meisya sudah punya pacar." Dengan nada pelan ia mengucapkan kata itu padaku. "Oh, tidak apa-apa." Walau aku berkata demikian hatiku sembilu. "Iya, tapi benar tidak apa-apa?" Ming memastikan sebab ia berempati padaku. "Iya Ming tidak apa-apa. Setidaknya aku tahu bahwa Meisya tidak tertarik padaku!" Sahutku padanya.

Pertengahan tahun 2015 aku selesai dari SMA. Kini aku ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi begitu pun dengan keempat temanku (satu desa denganku).

"Kalian mau lanjut kuliah di mana? Mau ambil jurusan apa?" Tanyaku pada mereka berempat seusai mendengar hasil kelulusan kami karena 100 persen kami lulus. "Saya mau lanjut kuliah di Manado. Kalau jurusan saya belum pastikan." Sahut Yeri.

"Kalau Yul, Ming, dan Lia?" Aku tanya lagi pada mereka bertiga. "Saya juga lanjut kuliah kesehatan di Manado mau ambil kebidanan." Yul menjawab. Begitu juga dengan Lia ambil kebidanan. Tetapi Lia melanjutkan studinya di Tobelo.

"Kalau saya sih lanjut kuliah di Tobelo juga, tapi saya ambil jurusan teologi (pendeta)" kata Ming. "Aku ingin kuliah ke Ambon, tapi masih bingung mau pilih jurusan apa." Sambil garuk kepalaku. Seusai bercerita kami pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah aku memberitahukan keinginanku melanjutkan studi ke Ambon kepada ayah dan ibuku. Namun keinginanku itu bertolak belakang dengan keinginan ayah.

Ayah ingin aku melanjutkan studi di Tobelo karena menurutnya masih mending kuliah di Tobelo, tidak terlalu jauh, dan mudah dengan akses pengiriman kebutuhan sehari-hari aku yaitu makanan; seperti ubi, pisang, dan beras.

Selain mudah mengirim kebutuhanku selama kuliah, Tobelo masih satu daratan dengan Kao Barat (Bailengit) jadi kalau naik kendaraan bermotor atau mobil paling satu dua jam sudah sampai. Sedangkan kuliah ke Ambon jauh dan membutuhkan banyak biaya ke sana. Selain jauh, pengiriman kebutuhanmu nanti agak sulit. Ayah bertutur padaku

Waktu terus berjalan teman-temanku yang lain sudah berangkat ke Tobelo dan Manado ada juga ke Ternate sedangkan aku dan Yeri belum berangkat. Sebab ayah Yeri juga tidak mengijinkan Yeri untuk kuliah di Manado. Ia ingin aku dan Yeri sama-sama kuliah di STIKES Tobelo.

Tiga hari kemudian pamanku yang kuliah di Universitas Khairun Ternate menawarkan aku untuk kuliah di sana satu kampus dengannya. "Kalau jadi kamu kuliah di sana, saya akan mengurus berkas kamu untuk ikut Program Bidikmisi dan saya pastikan kami mendapat Bidikmisi dari pemerintah (kementerian)." Paman berusaha meyakinkan aku agar kuliah juga di sana.

"Artinya kamu kuliah gratis plus mendapat biaya hidup selama empat tahun termasuk uang buku dari bidikmisi itu." Lanjutnya. "Baiklah paman, tapi aku harus bicara dulu sama ayah dan ibu, kalau diijinkan aku kuliah di sana bersama paman." Jawabku pada paman. "Oke!" Paman menyahut.

Tawaran itu aku sampaikan kepada ayah dan ibuku namun tetap saja mereka tidak mengijinkan. "Kalau nak kuliah di Ternate lebih baik kuliah di Ambon saja." Kata ibu, sebab ibu mengijinkan aku kuliah di mana saja, kecuali di Ternate.

Setelah satu minggu kemudian aku mendengar kabar bahwa Yeri sudah diijinkan ayahnya untuk kuliah di Manado. Sedangkan aku belum mendapat restu mau kuliah di Ternate atau Ambon sebab ayah masih dengan pendirian yang sama, ayah mau aku kuliah di Tobelo...

Bersambung....

Bailengit, 7 Februari 2023
Arnol Goleo [23:45 WIT]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun