Setelah kami mengunjungi rumah duka, siang sekitar pukul 12:00 teman-teman sekolahku pulang ke masing-masing desanya begitu juga dengan beberapa guru yang ikut bersama kami tadi pagi. Sedangkan aku tidak sebab aku dan Henri (almarhum) satu desa yaitu Desa Bailengit.
Kira-kira pukul 15:00 di hari yang sama pula mereka (beberapa guru dan siswa siswa sekitar tujuh orang) kembali lagi di rumah duka untuk mengikuti ibadah pemakaman Henri sekaligus menyumbangkan satu lagu untuknya dengan judul: "Sio Kawanku."
Di pertengahan ibadah, saat jenazah teman kami itu mau dihantarkan ke tempat "perhentian" terakhirnya, pemimpin ibadah (pendeta) memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyanyi.
Saat menyanyi, dipertengahan lagu yang dibawakan siswa siswa SMA BPD hampir tak bisa lagi dilanjutkan melihat ibu Henri dengan tangis berucap kata; "Henri bangun, lihat, teman-temanmu ada di sini!" Sambil mengusap-usap wajah Henri di dalam peti itu dengan seragam lengkap putih abu-abu.
Seusai menyanyi jasad Henri langsung diangkat oleh petugas pengantar jenazah lalu dibawa ke belakang rumah atau liang kubur untuk dimakamkan serta diiringi kidung pujian.
Dua bulan kemudian sekolahku mengadakan pengumuman naik kelas. Aku dan Oab adalah siswa yang naik kelas bersyarat. Maksudnya adalah selama enam bulan tidak boleh absen juga uang komite tidak boleh menunggak. Kami berdua menjalani itu selama waktu yang ditentukan oleh pihak sekolah. Sedangkan Henri tinggal nama.
Seiring berjalannya waktu, teman-teman satu kampung satu persatu mulai pindah sekolah. Tadinya dari desaku mendaftar dua puluh orang sekarang tinggal lima orang seusai mereka pindah.
Satu tahun kemudian (2014) aku sudah duduk di bangku SMA kelas XII. Semester awal tahun itu GMIH terpecah belah menjadi dua Sinode begitu juga dengan keluargaku. Aku dan keluarga kecilku berjumlah enam orang. Ayah, ibu dan ketiga adikku "pindah gereja" ke GMIH yang baru sedangkan aku seorang diri bertahan di GMIH lama.
"Terpecah belah nya GMIH seusai PILGUB. Sehingga di desaku, Desa Bailengit, sering rusuh begitu juga dengan tetangga desa sebelah bahkan hampir disetiap desa di seluruh Provinsi Maluku Utara merasakan hal itu."
Seiring berjalannya waktu aku tidak nyaman lagi tinggal di rumah bersama ayah, ibu dan ketiga saudaraku sebab aku dianggap sebagai "aib" di dalam keluarga dan rumah ini.
Di akhir tahun 2014 aku mengikuti peneguhan sidi baru. Sebelum diteguhkan menjadi anggota sidi baru, dihari sabtu atau malam minggu diadakan pembinaan terhadap calon anggota Sidi yang baru yaitu kami sebanyak 22 orang.