Mohon tunggu...
Arnol Goleo
Arnol Goleo Mohon Tunggu... Lainnya - Anakmomen

"Cukup pagi hari 'kau minum air susu ibumu', jangan sampai malam 'kau genggam buah dadanya.'"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari "Kebenaran"

9 Januari 2023   15:24 Diperbarui: 9 Januari 2023   15:29 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apapun itu. Manusia diberikan akal untuk cermat terhadap segala sesuatu agar tidak salah kaprah menerima informasi dan menyampaikan itu pada siapa pun atau memutuskan bahwa itu benar.

Karena bisa saja, dan itu pasti. Ketika informasi yang diterima tidak secara cermat atau dari satu sudut pandang, kita salah menilai pada suatu peristiwa.

Misalkan, seseorang mangalami kecelakaan sepeda motor di depan rumah si A. "Si A (bersamaan dengan korban) sedang memegang atau memikul bambu 4 meter di depan rumahnya."

Baca juga: Tuanku Tuli

Kemudian, saksi yang satu melihat bahwa Si A yang membuat orang (korban) tersebut jatuh dari sepeda motor karena menabrak bambu yang dipikulnya itu. Sedangkan saksi yang satunya lagi melihat bahwa si korban jatuh sendiri.

Selain itu, saksi ketiga mengatakan si korban mabuk sehingga rem mendadak ketika orang kedua yang berasama si korban melewati di depan korban.

Bagaimana kita mencari kebenaran atas kecelakan orang tersebut?

Dari saksi pertama tidak cukup untuk membuktikan bahwa korban menabrak bambu yang dipikulnya orang kedua. Sebab, bisa saja orang kedua (bersama si korban) sudah melewati jalan tersebut.

Begitu juga dengan saksi kedua atau pun membenarkan saksi ketiga. Lalu bagaimana mendapat titik temu kebenaran yang sesungguhnya?

Sebelum memutuskan bahwa si korban jatuh sendiri dari atas sepeda motor atau menabrak bawaan orang kedua bersama si korban, kita harus cek secara teliti baik dari saksi pertama, kedua, maupun dengan saksi ketiga.

Saksi pertama, misalkan, melihat peristiwa itu dari belakang si korban, 20 meter jauhnya. Saksi kedua, melihat dari depan berlawanan dengan saksi pertama sekitar 25 meter sedangkan saksi ketika melihat dari samping kiri korban sekitar 10 meter.

Kemudian kita juga harus cek lokasi peristiwa. Sehingga kita dapat mengetahui apakah tempat kejadian benar-benar jalanya mulus atau tidak. Di situ baru kita memutuskan terkait dengan kebenaran peristiwa tersebut.

Misalkan tempat kejadian atau jalan di depan rumah itu mulus (tidak berlubang) dan korban dalam keadaan mabuk sedangkan orang kedua yang bersama-sama dengan korban sedang membuat tenda di depan atau halaman rumahnya.

Karena cepat-cepat menolong orang tersebut sehingga bambu yang di pikulnya itu langsung di bawa ke jalan. Sudah di pastikan korban jatuh sendiri dalam keadaan mabuk.

Bila korban tidak dalam keadaan mabuk, jalan mulus, juga orang kedua (yang memikul bambu) tidak ada tanda atau sedang membangun tenda di halaman rumahnya dan terdapat bambu melintang di jalan, dan sudah pecah (bambu) atau patah. Dipastikan orang tersebut sengaja mencelakai si korban.

Namun, kedapatan bahwa jalan berlubang dan korban dalam keadaan minum alkohol. Artinya, korban jatuh sendiri.

Jadi, dalam melihat suatu peristiwa seperti yang diilustrasikan di atas atau apapun itu harus dilihat dari berbagai sudut pandang agar kebenaran dapat ditemukan secara akurat.

Itulah gunanya akal dalam mencari kebenaran tidak cukup dengan satu sudut pandang harus cek dan verifikasi hasil dari berbagai sudut pandang atau saksi seperti yang telah diilustrasikan tersebut.

Semoga bermanfaat!

Bailengit, 09 Januari 2023

Arnol Goleo [15:00 WIT]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun