Sampai di sini, apakah benar Nusantara tidak atau kurang beradab? Ataukah mereka sengaja mengatakan dan mendoktrin pada generasi sebelumnya agar kita mengagung-agungkan Barat?
Setidaknya, saat ini mereka telah berhasil, terutama dalam aspek agama. Kini, sebagian besar kita telah meninggalkan kepercayaan lama.
Untunglah masih ada beberapa kepercayaan asli Nusantara yang masih eksis hingga saat ini seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, dan beberapa kepercayaan lainnya yang tersebar di Nusantara.
Dalam tulisan ini tidak dimaksudkan Anda kembali kepada kepercayaan lama namun kita sebagai bangsa Indonesia harusnya menilik lebih jauh tentang sejarah dan peradaban bangsa ini agar tidak minder dan menganggap Nusantara adalah bangsa yang kecil.
Padahal, Nusantara merupakan bangsa yang besar. Melihat dari segi ekologi atau alam kita mimiliki kesuburan tanah yang sesungguhnya tidak dimiliki oleh bangsa lain sehingga Indonesia disebut-sebut sebagai paru-paru dunia.
Selain itu, kita memiliki sumber daya alam melimpah dan gunung berapi dan dari abu vulkanik itu memberikan kesuburan pada tanaman. Mungkin ini yang disebut-sebut Plato dalam karyanya Timeaus and Critias merujuk ke Nusantara?
Menurut Plato dalam karyanya itu, bahwa Atlantis yang hilang karena banjir besar sehingga menenggelamkan Kota Atlanntis dan peradabannya.
Ini sejalan dengan karya Stephen Oppenheimer dalam bukunya yang berjudul: EDEN IN THE EAST; Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara. Menurut buku tersebut, ada tiga banjir besar dunia. "Ketiga banjir ini, secara berurutan, terjadi sekitar 14.000, 11.500, dan 8.000 tahun lalu", (Oppenheimer, 1998).
Selain Oppenheimer, Santos berkebangsaan Brasil, meneliti selama 30 tahun mengatakan bahwa, sebagian peneliti salah dalam mencari benua yang hilang (Atlantis) karena mereka mencari ke tempat yang salah.
Dulu, peta Indonesia 11.000 tahun lalu dengan peta Indonesia sekarang sangat berbeda. Sekitar tahun itu sebelum Zaman Es Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Malaysia masih satu daratan luas, Â apalagi 25.000 tahun yang lalu.
"Konon, sekitar tahun 1800-an gunung Krakatau meletus, abunya sampai ke luar negeri. Dan hasil dari meletusnya gunung tersebut dapat memisahkan Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan."