Mey dan Putri akhirnya kembali ke desa. Namun sesampainya di desa tidak ada tempat tinggal untuk mereka. Sehingga mereka berdua kontrak sebuah rumah kecil berukuran 4x5 M.
Setelah mendapatkan tempat tinggal, Mey bekerja sebagai pembantu rumahtangga di salah satu tetangga untuk menafkahi kebutuhan mereka berdua.
Setelah berkerja 4 bulan, Putri ingin sekolah. Akhirnya, Mey mendaftarkan Putri di Sekolah Dasar Swasta tepatnya di belakang kontrakan itu.
Setelah Putri selesai di Sekolah Dasar. Putri melanjutkan pendidikan di SMP Harapan. Sekolah tersebut bukan sekolah biasa sebab anak-anak di sana adalah orangtua berlatar belakang pengusaha dikarenakan biaya pendidikan cukup mahal di sana.
Demi masa depan Putri, Mey tak menyerah dengan tegar hati berjuang menyekolahkan Putri. Pendidikan Putri tak berjalan mulus hingga Mey jatuh sakit karena setiap hari bekerja sebagai pembantu rumahtangga demi memenuhi kebutuhan serta biaya pendidikan Putri.
"Akhirnya pendidikan Putri pun terhambat karena harus menggantikan ibunya untuk bekerja."
Sudah dua hari Putri tidak masuk sekolah, di hari ketiga ketika Putri tidak masuk maka akan dikeluarkan dari sekolah tersebut. Sekolah tersebut selain mahal biaya pendidikannya juga sangat disiplin.
Hai ini adalah hari ketiga Putri tak masuk sekolah. Pagi benar Putri berkeliling kampung jualan lapis. Ibu Putri tiba-tiba didatangi seorang ibu, Surti, tetangganya membawa sebuah amplop ia pun mengambil amplop tersebut.
Setelah diambilnya amplop itu lalu dibuka. Mey dikagetkan dengan isi amplop yang dikasih Bu Surti.
Bailengit, 31 Agustus 2022
Arnol Goleo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H