Mohon tunggu...
Arnol Goleo
Arnol Goleo Mohon Tunggu... Lainnya - GOLMEN

Penaku bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pergi Tanpa Restu (Part I)

29 Agustus 2022   08:45 Diperbarui: 30 Agustus 2022   13:35 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PIXELLAB (Arnol Goleo)

Hai kompasioner, kita jumpa lagi! Kali ini saya tidak menulis puisi namun kita akan menyelami diary Arnol. 

Tujuan dari diary ini untuk berbagi pengalaman. Selamat menikmati! 

Begini kisahnya:

Baca juga: Aku Harus Pergi

Tahun 2015 adalah tahun dimana aku memulai perjalanan, perjalanan mengembara, pertama kali mengaduh nasib di sebuah negeri.

Waktu itu aku memutuskan merantau di negeri nyiur melambai atau biasa dikenal dengan Kota Tinutuan. Tujuannya adalah mencari ilmu (kuliah). 

Keinginanku merantau di Kota Tinutuan bertolak belakang dengan keinginan sang ayah. Artinya aku pergi tanpa restu.

Namun tekad ku sudah bulat, aku harus merantau, memilih kota sesuai keinginanku walau tanpa restu dari sang ayah. Ditambahnya lagi jurusan yang aku pilih pun bertolak belakang.

Bukan tanpa alasan sang ayah menolak keinginanku. Selain jurusan, kekhawatiran sang ayah ketika aku merantau jauh-jauh namun hasilnya sama, mengkhianati perjuangannya! Artinya pulang tak mendapatkan hasil.

Bagi orang lain itu mudah namun bagiku ini amat sulit sebab sebelum aku pergi sudah ada "beban," beban pikiran di benakku yang harus ku bawah sampai ke negeri perantauan.

Sebelum aku pergi Juli 2015 pesan terakhir sang ayah: "Jangan pulang sebelum berhasil (sebelum menyelesaikan studi)." Sebab kalau kamu pulang....??

"Sebab ayah pengalaman melihat anak-anak di sini (dikampung ku) banyak yang mengenyam pendidikan di rantau belum berhasil sudah pulang. Pengalaman itulah yang sang ayah takutkan jangan sampai perjuanganku sia-sia."

Aku pun pergi namun ucapan itu selalu membekas di memori ingatanku yang ku bawah sampai di negeri rantau serta dalam hati kecilku berkata: 

"Baiklah ayah kalau itu yang menjadi kekhawatiran mu akan ku buktikan bahwa aku dapat bertahan dan mengubah kekhawatiran mu menjadi kebanggaan.

***---

Sampailah aku di Kota Tinutuan, kota impianku yang selama ini ku impikan telah terwujud. 

Singkat cerita. Aku didaftarkan di salah satu Perguruan Tinggi di kota tersebut yaitu Universitas Sam Ratulangi. Namun jurusan yang ku pilih "telah di batasi oleh universitas yaitu teknik (dibatasi kuota penerimaan di luar Sulawesi)."

Aku pun kecewa setelah mendengar dan melihat sebuah pemberitahuan yang ditempelkan di dinding tembok tempat penerimaan mahasiswa baru. Kami (saya bersama saudaraku) pun ke luar dari ruangan tersebut.

Tepat di samping ruangan itu kami duduk sambil bercerita. Dengan spontan saudaraku memberikan saya saran serta pilihan, ia bertanya: "Kalau kamu tetap bertahan untuk mengambil jurusan teknik lebih baik saya daftarkan di Perguruan Tinggi lain (Universitas Negeri Manado) atau kalau kamu tetap kuliah di sini kamu harus pindah atau memilih jurusan lain, bagaiman?"

Sejenak aku terdiam! "Dalam pikiranku bertanya-tanya aku harus bagaimana?"

Apakah aku harus pulang? Bagaimana dengan ucapan ayah kalau aku pulang nanti? 

Berselang beberapa menit aku mengiyakan saran kedua yaitu tetap kuliah di Universitas Sam Ratulangi  namun masih bingung mau pilih jurusan apa.

Kemudian ia membawaku ke fakultasnya, Fisip/Fispol karena ia mengambil jurusan Administrasi (Administrasi bisnis) di sana. Setelah sampai di fakultas tersebut ia memberiku dua tawaran lagi antara antara lain jurusan sosiologi dan antropologi. 

Tadinya saya memilih sosiologi sebab pernah mendapatkan mata pelajaran sewaktu SMA, namun ada yang aneh saya tertarik juga dengan pilihan kedua. 

Karena rasa penasaran, saya memutuskan mengambil kedua jurusan tersebut yaitu sosiologi dan antropologi. Memilih jurusan antropologi di dasari dengan rasa penasaran tadi.

Saat itu juga saya di daftarkan lewat online. Dalam firasat ku aku lulus di jurusan sosiologi karena aku pernah mendapatkan mata pelajaran di SMA ditambahnya lagi dalam pendaftaran online ada tiga jurusan pilihan yang wajib diisi. Jurusan yang aku pilih antara lain sosiologi, politik, dan antropologi.

***---

Setelah hasil pendaftaran online selesai

aku mengikuti tes tertulis. Tiga hari kemudian diumumkan hasil kami namun pengumumannya lewat koran. 

Hasilnya aku lulus. Lulus di jurusan antropologi. Karena memang dari awal hati ini ingin lulus di jurusan tersebut padahal aku tak tahu antropologi itu belajar apa, pikirku antropologi itu mempelajari luar angkasa atau semacamnya, maklumlah semasa SMA tak pernah mendapat mata pelajaran ini.

Setelah lulus dan diterima ada sebuah program Bidikmisi saudaraku mengikutkan aku mendaftar. Dan puji Tuhan hasilnya aku lulus. Pada bulan Agustus 2015 aku pun memulai perkuliahan. 

Waktu terus berjalan, kini aku telah menyelesaikan semester pertama. Desember pun telah tiba lonceng berdentang diiringi lagu-lagu natal di malam yang sunyi dan ini adalah hari yang di tunggu-tunggu untuk kumpul bersama keluarga demi menyambut Sang Juruselamat, hari tanpa iri hati, tanpa kebencian dan saling memaafkan satu dengan lainnya.

Di pertengahan bulan desember saat-saat itulah banyak anak perantauan  mudik tujuannya kumpul dengan keluarga untuk merayakan hari kelahiran Sang Juruselamat. 

Tetapi bagiku, saat itu, tanpa ada rasa sedikitpun untuk ingin pulang sebab tekadku ketika aku pulang aku telah menyelesaikan studi ditambahnya lagi mengingat pesan sang ayah.

Nantikan cerita selanjutnya..

Bailengit, 29 Agustus 2022

Arnol Goleo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun