Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Risma Cerdas, Dia Mulai Tahu Ternyata Hanya jadi Pion Politik di Pilgub DKI

26 Agustus 2016   23:11 Diperbarui: 30 Agustus 2016   00:15 3545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*) ilustrasi gambar : indoheadlinenews.com

Risma cerdas, dia mulai mengetahui ,  ternyata hanya di JadikanPion Politik dalam Pilgub DKI oleh beberapa oknum politisi yang oportunis hanya mementingkan manuver demi partainya agar menjegal Ahok.

Syukur dan beruntunglah ibu Risma dalam beberapa hari ini tak pernah lagi menanggapi berbagai manuver yang melibatkan dirinya dalam pilgub DKI. Mungkin saja beliau mulai sadar ternyata banyak kurcaci-kucaci politik yang bermuka durna mencoba bermain untuk kepentingan kelompoknya. Tapi ternyata nyaris gagal karena respon ibu Risma adem ayem saja.

Kita coba melihat satu persatu beberapa manuver aneh yang memaksa ibu Risma di libatkan dalam irama permainan di pilgub DKI.

Awalnya, entah angin dari mana atas pertanyaan awak media soal komentar beliau, tentang pernyataan Ahok bahwa dia tidak berambisi jadi Gubernur DKI tapi jika rakyat yakin akan mendukung dia maka dia akan bersedia.

Lalu, kalau tak salah dalam jawaban beliau saat itu keluarlah kalimat bahwa dia tidak berambisi untuk jadi gubernur, karena jabatan itu amanah. Tapi jika menginginkan artinya itu adalah ambisi. Jawaban ini diangkat menjadi ramai, dibuat terkesan seolah ibu Risma  mengkritik Ahok dengan kesan seolah Ahok sepertinya sangat ambisi.

Lagi-lagi, model manas-memanasi oleh media menjadi ramai, dan penuh dengan sindiran dari pendukung masing-masing. Beberapa politisi mencoba menanggapi momen ini membuat pernyataan-pernyataan yang semakin memanaskan suasana. Hingga beberapa minggu ciptaan sindiran yang dibuat seolah telah terjadi saling sindir antara Ahok dengan Risma, bertengger menjadi trending topic di medsos.

Lanjut berikutnya, ada satu media online yg coba manas-manasi lagi, dengan membuat berita sekaligus foto trotoar di salah satu sudut jalan di Surabaya, lalu di beri komentar bersihnya trotoar di Surabaya. Foto ini dipasang cukup lama di media tersebut agar membuat kesan bahwa Jakarta kalah bagus trotoarnya jika dibanding dengan Surabaya.

 Padahal kalau hanya foto trotoar bersih seperti itu. Di Jakarta, coba lihat di kawasan menteng, kebayoran, kelapa gading, rawa mangun, pluit, kedoya dan berbagai daerah lainnya di Jakarta akan tak beda jauh dengan bersihnya Surabaya.

Tapi dasar memang media online tersebut, belakangan ini jika kita amati, hampir selalu membuat berita tentang Ahok yg lebih cenderung agak miring-miring secara halus, tapi malu utk terus terang bahwa tak suka Ahok, berusaha menggiring opini agar orang membenci Ahok.

Tapi gaya pemberitaan begini adalah gaya pengecut yang tidak seimbang. Tapi tak apa-apa itu adalah hak dari media tersebut. Karena pembaca cerdaslah yang akan menilai dan sekaligus akan menghukumnya. Jika pemberitaannya semakin tidak objektif maka akan ditinggalkan pembacanya. Ingat kasus TV besar keberpihakannya saat pilpres 2014?

Lanjut lagi, tiba-tiba ada manuver sekelompok orang dengan modal spanduk, dipasang dibeberapa lokasi di Jakarta. Kemudian dibuat sandiwara oleh sekelompok orang tersebut  benar adanya sudah mengusung dan sekaligus meminta ibu Risma bersedia untuk di calonkan jadi gubernur DKI. Dibuatlah nama organisasi yang kayaknya baru juga di beri nama mendadak,  yang hampir tak pernah kita dengar selama ini dengan nama itu.  Lalu tambah bumbu lagi seolah mengklaim bahwa mereka penduduk setempat sudah sepakat mendukung Risma jadi Gubernur DKI.

Tak tanggung-tanggung makin lama sepanduk ini semakin banyak di beberapa titik dan terang-terangan dipasang. Kemudian  media-media yang tadi suka memanas-manasi dan memang tak suka Ahok berusaha meliputi dengan dokumentasi lengkap memuat berita ini seolah mereka-mereka itu adalah memang kelompok besar yang harus di perhitungkan.

Tak tanggung-tanggung, melihat beritanya semakin bombastis, mereka dengan semangat mengirimkan utusan ke Surabaya dibuat kesan seolah mengatas namakan rakyat Jakarta lalu berusaha menemui ibu Risma memohon agar beliau bersedia utk menjadi Gubernur DKI.

Seolah dikondisikan hampir sebagian besar rakyat Jakarta tak suka Ahok dan suka dng ibu Risma. Didukung  media-media tadi yang memang sebagian tak menyukai Ahok bertambah semangat dan semakin kencanglah untuk memblow up berita-berita ini. Lengkaplah sandiwara foklor politik bermodal spanduk dan selfi beberapa orang mejeng seolah mewakili  RT atau RW setempat.

Ilmu membuat rekayasa pemberitaan, taktik memanas-manasi, kelakuan mengklaim seolah semua rakyat sudah mendukung, lalu beberapa politisi ikut berkomentar seolah meyakinkan bahwa ini benar adanya.

Akan menambah semarak suasana. Tapi kita yang faham akan model gerakan mereka seperti ini akan tertawa terbahak-bahak. Bahwa yang kita saksikan sekarang ini adalah suatu cerita dongeng pengantar tidur, atau cerita seorang dalang dalam mementaskan cerita di dunia pewayangan. Seru atau tidaknya semua tergantung dari sang dalang.?

Sampai-sampai ibu Risma ikutan terpancing emosinya utk datang ke Jakarta, sekadar ketemu Megawati ketua umum PDI Perjuangan hanya sekadar sowan dan sekaligus menanyakan apa benar dukungan mereka seperti ini. Begitulah kira-kira kesan yang terbaca saat beliau datang ke Jakarta. Mungkin saja setelah mendapat jawaban jelas dan setelah itu  beliau keluar dan bertemu media, wajahnya sudah sumringah seolah baru bebas dari beban berat.

Setelah beliau pulang ke Surabaya, eh masih ada politisi yang secara terang-terangan seolah mengklaim telah berkali-kali sudah berkomunikasi dengan beliau untuk minta agar dia bersedia utk di calonkan di Pilgub DKI. Walaupun PDI Perjuangan tidak mau mencalonkannya, tapi partai lain yang tergabung dalam kumpulan kekeluargaan di klaim akan mencalonkan dirinya. Dengan alasan dari hitungan kursi sudah bisa mencalonkan ibu Risma, kira-kira begitu argument pamungkasnya.

Setelah klaim kiri-kanan, manuver sana-sini, seolah membuat kesan sudah berkali-kali kontak ibu Risma, bahkan kabarnya sampai membatalkan pengumuman paket pasangan gubernur hanya karena menunggu jawaban ibu Risma bersedia atau tidak.

Tapi apa lacur muka  malu mau di buang kemana, ternyata ibu Risma yang di heboh-hebohkan sampai hari ini tak menanggapi manuver-manuver murahan seperti itu.

Bahkan beliau cenderung tetap focus pada kerjaan nya membangun Surabaya, seolah cuek dengan scenario politik di Jakarta. Ternyata setelah beliau cuek,  kondisi tetap tenang dan terkendali, ibu Risma tak dibuat pusing setelah itu  dia hanya membiarkan berbagai bujukan dan ajakan yang ada, yang seolah secara halus memperlakukan dia bagai seorang pion politik dari ambisi pribadi beberapa politisi yang oportunis dng mengatas namakan partainya.

Tinggal kita tunggu manuver apalagi yang akan membuat pilgub semakin bertambah seru…kiri-kanan sudah ketahuan…!!!

Salam nusantara…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun