Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tragedi Tan Malaka, Akankah Terjadi pada Arcandra dan Kuliner Minang

25 Agustus 2016   10:34 Diperbarui: 26 Agustus 2016   21:46 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: beritasumbar.com

Bayangan akan tragedi Tan Malaka, akankah terjadi pada Archandra dan kuliner Minang?

Nama besar  Tan Malaka di awal abad 19 terkenal di kawasan Asia sebagai tokoh sosialis yang menentang rezim kolonial saat itu.

Di mana  awal abad 19 hampir sebagian besar negara-negara Asia dikuasai oleh rejim kolonial atau menjadi daerah jajahan.

Berangkat dari sini Tan Malaka melanglang buana ke berbagai negeri  di kawasan Asia. Dengan pemikiran-pemikirannya  yang brilian dan dengan tulisan-tulisan dia telah membangkitkan berbagai semangat patriotik rakyat-rakyat di kawasan khususnya Asia tenggara melalui penerbitan berbagai pemikirannya juga kadang saat itu diterbitkan di koran-koran lokal.

Beliau kabarnya berpindah-pindah mulai dari Malaysia, Thailand, bahkan sempat lama tinggal di Burma sekarang diganti Myanmar. Keterkenalan Tan Malaka di beberapa negeri di Asia, tentu menarik beberapa founding fathers yang saat itu getol-getolnya berjuang melawan penjajah. Tan Malaka pun dia ajak untuk  mendiskusikan pemikirannya mengenai Pan atau aliansi atau sekarang istilahnya kerja sama antar negeri.

Saat itulah untuk pertama kali beliau mengungkapkan ide adanya Pan Nusantara yang bersatu padu entah apa namanya. Paling tidak bersatunya kerajaaan-kerajaan di Nusantara harus di dorong sedemikian rupa agar bekerja sama untuk mengusir penjajah.

Ide menarik mungkin ini adalah satu ide awal munculnya negara yang bernama Indonesia. Nama Indonesia sendiri saat itu masih dalam berdebatan, karena nama itu kabarnya pertama kali di kemukakan oleh seorang peneliti dari Jerman. Karena dia tidak tahu pemberian nama negeri kepulauan, maka digunakanlah istilah penggabungan dua kata yaitu dar dua kata yakni kata Indos=Indisce, Nesos yang berarti kepulauan. Kedua kata digabung maka jadilah satu kata Indonesia.

Dalam tulisan ini saya mau mengatakan bahwa Tan Malaka yang berasal dari Negeri Minang, sibuk melanglang buana dan tinggal di berbagai negeri di Asia: Burma, Thailand, India, laos, Malaysi,a dsb. Dengan modal pemikiraan adanya PAN asia yang membangkitkan semangat untuk merdeka dari penjajah. Dia telah di sambut baik oleh para pemimpin local dimana dia tinggal.

Apakah dulu sudah berlaku visa atau passport atau izin tinggal dan sebagainya, ya tentu saja belum. Negara nya saja secara formal belum terbentuk,  bagaimana mau mengurusi urusan lainnya.

Tapi mondar mandirnya Tan Malaka di kawasan Asia, telah membuka mata kita bahwa,  ada lho saat itu orang Minang yang cerdas dan pemikirannya sangat dinanti-nantikan di kawasan Asia.  Pemikirannya yang melampaui suku, agama, ras, apalagi idiologi telah melintasi berbagai Negara di kawasan Asia.

Saat itu orang tidak lagi melihat Tan Malaka orang mana, atau idiologi apa, atau agama apa?, tapi yang di lihat dan sekaligus yang diikuti adalah buah pikirannya untuk kebaikan umat manusia. 

Hasil nyata buah pemikiran beliau, konsep pan nusantara yang sekarang menjadi Repubkl Indonesia. Konsep melawan penjajah dengan pan asianya, melahirkan pemikiran adanya pembentukkan persatuan Negara-negara  Asean dan perbagai persatuan Negara regional lainnya. Kesemuanya bertujuan demi meningkatkan hubungan ekonomi maupun politik untuk perdamaian dunia.

Tapi sayang Tan Malaka yang begitu terkenal pemikirannya, Akhirnya hilang dan kabarnya jenazahnya  50 tahun kemudian diduga ditemukan di sekitaran gunung Wilis Jawa-Timur? Sungguh tragis manusia satu ini, dihargai di negeri orang tapi mati misterius di negeri sendiri.

Hal yang sama hampir mirip dengan pak Archandra, sampai saat sebelum beliau diangkat terjadi menteri ESDM, tidak ada yang kenal dia, siapa dia sesungguhnya, apa prestasinya. ?

Tapi ternyata diam-diam beliau telah mengukir presitasi di negeri paman sam, tanda bukti hasil karyanya adalah beberapa pengakuan hak paten atas nama beliau. Melanglang buana dinegeri orang tidak membuat dia melupakan tanah airnya untuk membangun negeri  ini. Persis sama apa yang dialami oleh Tan Malaka.

Tragis memang, jika Tan Malaka hilang secara misterius di Jawa Timur, Maka persamaannya Archandra harus kehilangan kewarganegaraanya,  hanya karena Negara ini belum siap untuk mengakomodir hasil karyanya dalam artian beliau dengan terpaksa harus berkarir di negeri paman sam. Coba jika negara mampu merekrut orang seperti beliau saat setelah lulus ITB dan  sebelum berangkat ke USA maka ceritanya akan lain lagi.

Kembali dengan alasan tidak mengakui kewarganegaraan Archandra sama saja dengan menolak dia untuk kembali berkarya di negeri kelahirannya sendiri. Sungguh tragis nasib Uda Archandra.

Kita tahu banyak sesepuh minang,  mulai dari Mohammad hatta, Syarir, Haji Agoes Salim dll,. sebagai founding fathers bangsa ini. Bahkan Tan Malaka mencetuskan pan nusantara yang akan melahirkan Republik Indonesia inipun, perjuangan mereka seolah tanpa diingat,  nyatanya seseorang cucu mereka yang berasal dari negeri minang telah ditolak kehadirannya, hanya karena alasan administrasi kewarganegaraan.

Pak Archandra!  Kewarganegaraan boleh tidak diakui. Statusnya masih tetap seolah stateless tanpa kewarganegaraan. Tapi satu hal agar semua orang tahu, Pak Archandra tentu masih penikmat rendang sejati dengan berbagai pernak pernik kuliner  lainnya yang terkenal dari negeri tempat dia dilahirkan di besarkan yakni negeri minang.

Jangan sampai kuliner Minangpun suatu saat menjadi stateless, artinya masakan minang justru akan tidak diakui alias ditolak, dan bisa jadi lembaga pengakuan itu bukan dari minang, malah mungkin saja dibuat oleh orang di luar minang yang tak mengerti sejarah kuliner tapi hanya tahunya bersilat lidah soal hukum dan administrasi semata. Bahkan bisa jadi akan penolakan ini justru menjadi pintu masuk untuk diakui oleh negeri atau daerah  lainnya. 

Memang ironis di negeri ini....

Salam nusantara,..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun