[caption caption="Perspektif Manuver Politik Ahok: Megawati, PDI-Perjuangan dan Teman Ahok | Sumber: temanahok.com"][/caption]Jika kita mencoba melihat kembali secara objektif perkembangan manuver politik para politisi menjelang pemilihan Gubernur DKI. Yang terjadi akhir-akhir ini kadang membuat kita tertawa terbahak-bahak. Maka sambil menghibur diri maka saya mencoba sedikit menulis bagaimana Ahok secara halus sebetulnya telah melakukan berbagai manuver sehingga terkadang membuat kita tersenyum simpul bahkan tertawa juga.
Mengapa tertawa, karena tanpa disadari bahwa aksi-aksi mereka artinya lawan politik Ahok selama ini cenderung semakin menunjukkan keasliannya ketika berkomentar dalam menghadapi berbagai manuver politik yang berkembang. Seperti seolah diperlihatkan bahwa satu persatu dari mereka mulai terpancing untuk mengikuti irama permainan Ahok yakni dimana kadang dia menunjukkan juga sisi emosional, kadang juga menunjukkan sisi kelucuan, kadang juga disertai logika yang ada dilapangan.
Mulai dari profesor sampai ke mantan menteri, musisi, bisnisman dan sebagainya. Sepertinya tanpa sadar mulai terpancing untuk menari-nari dibawa instrumen musik politik perebutan posisi Gubernur DKI mendatang.
Satu persatu permainan politik yang ditunjukkan oleh Ahok seolah ditelan bulat-bulat oleh media untuk dijadikan sumber berita utama, tentunya bagi media yang bersangkutan diharapkan akan menjadi trending topic. Maka media mem-blow up apa saja yang dilakukan oleh Ahok.
Nyatanya umpan dari Ahok, sering disambut oleh media dengan suka cita. Maka entah karena takut ketinggalan kereta atau takut dilupakan oleh media. Lalu mulailah dikomentari dari berbagai pihak dengan berbagai statemen yang kadang lucu kadang juga terlihat serius. Seolah mereka-mereka yang bakal menyaingi Ahok bermanuver balik atau mulai bermunculan di permukaan dengan berbagai komentar yang aneh-aneh.
Kemunculan pendapat atau opini ini sepertinya datang dari berbagai latar belakang tokoh terutama tokoh yang berencana untuk ikutan dalam petarungan di pilkada DKI. Hal ini seperti terlihat dari pernyataan-pernyataan mereka ada yang terang-terangan untuk head-to-head dengan Ahok. Tapi ada juga dengan malu-malu menyatakan diri untuk ikutan bertarung melawan Ahok? Sampai ada yang terang-terangan berkomentar mirig, mengatakan bahwa Ahok telah gagal.
Hampir semua statemen mereka, bila dianggap agak nyeleneh kemungkinan besar akan di ekpos di media massa. Terutama media-media yang selalu memancing-mancing opini agar menjadi trending topic dalam pemberitaan. Maka jangan heran jika tokoh A atau B dan C terkadang mengeluarkan komentar yang aneh-aneh walaupun sebetulnya tidak seperti itu adanya.
Hanya saja karena ini dianggap bagian dari strategi marketing politik maka boleh-boleh saja seseorang berkomentar apapun sesuka dia asal saja bertanggung jawab dengan norma dan etika yang ada.
Begitu juga Ahok sendiri tentu harus tetap mempertahankan image nya bahwa dia adalah Gubernur yang tetap memperjuangkan kesajahteraan rakyat. Gubernur yang mencoba kerja keras mengatasi banjir Jakarta, Gubernur yang mencoba membuka ruang publik untuk dijadikan kawasan taman nan hijau, Gubernur yang mencoba meningkatkan mobilitas penduduk Jakarta agar mudah berpergian kemana-mana dengan cara menyediakan sarana transportasi yang layak, Gubernur yang memikirkan rakyat kecil baik dari segi pendidikan mereka maupun dari segi kualitas dan tampat tinggal mereka. Jika ini dilakukan oleh seorang Ahok ya sah-sah saja, tak perlu lawan politiknya sewot atau tersinggung. Lalu bertanya seolah menuntut mengapa Ahok selalu mencitrakan dirinya saja.?
Belakangan ini, saya mencoba melihat bagaimana Ahok bermanuver dengan membiarkan dirinya tetap didukung oleh teman Ahok yang terus berusaha mengumpulkan tanda-tangan dukungan sebanyak mungkin. Bahkan kadang terkesan dari komentar-komentar aktivitas teman Ahok ini sepertinya diamini oleh dia.
Pesannya kira-kira begini, "hey lu teman Ahok, kamu jalan terus ya ngumpulin tanda tangan. Nanti suatu saat bila parpol keberatan untuk mendukung maka amunisi untuk pendaftaran calon Gubernur sudah siap. Bila maju tidak melalu jalur parpol bukan masalah lagi, karena tanda tangan dukungan sudah tersedia."
Artinya di tangan kiri Ahok adalah cadangan parpol yang akan mendukungnya dan di tangan kanannya adalah teman Ahok dengan berbagai kalangan yang mendukungnya tanpa lewat jalur partai politik.
Terlihat dari sisi lain pertemanan alias hubungan baik dengan partai politik, oleh Ahok tetap dilakukan. Karena dia menyadari bahwa keputusan parpol untuk mendukung atau tidak. Sebenarnya berada di tangan para ketua umumnya. Tapi dia sadar juga bahwa tukang mengganggu dari kalangan internal parpol ditingkat lapangan juga sangat banyak. Apa lagi gangguan cara beroperasi mereka-kereka hampir mirip, yakni pura-pura tak butuh calon, agak jual mahal sedikit, tujuannya tak lain agar berharap si calon yang akan di dekati mengerti apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan kurawa-kurawa parpol ditingkat lapangan.
Metode jadul ini seperti sudah menjadi tradisi yang tidak tertulis. Jika seorang yang mau mencalonkan diri dari parpol maka si calon harus sowan, berbaik hati untuk mengambil perhatian dari para politisi dari parpol yang bersangkutan.
Tetapi kebaikan seorang calon, jika berhadapan dengan politisi yang baik dan objektif dalam melihat kerangka perjuangan untuk mensejahterakan rakyat. Tentunya tidak menjadi masalah karena visi misi yang sebenarnya adalah sama antara sang calon dan politisi-politisi yang diharapkan akan mendukungnya.
Namun jika terjadi sebaliknya, perjuangan untuk kesejahteraan rakyat hanya lip service saja. Padahal ada misi pribadi atau ada misi kepentingan di balik segalanya maka dengan sangat mudah para politisi akan memelintir sang calon. Sehingga di last minutes pendaftaran calon kepala daerah, sang calon akan dibuat kembang kempis seolah dipermainkan kesana kemari tanpa kepastian. Maka sampai satu titik apa saja yang menjadi persyaratan para politisi oportunis akan diiyakan saja. Bahkan tidak menutup kemungkinan apa yang dijanjikan si calon minta dibuat tertulis atau bahkan direkam. Padahal politisi tersebut untuk membuat janji-janji ini dibuat karena kondisinya terpaksa saja yakni biasanya menjelang penutupan masa akhir pendaftaran.
Adapun tujuan dari tuntutan membuat janji terlulis atau direkam tak lain adalah agar suatu hari jika si calon tidak memenuhi keinginan politisi tersebut. Maka disebarkanlah apa yang menjadi janji-janjinya kepada parpol atau politisi yang telah mendukung mereka. Dibuat lah kampanye hitam seolah tokoh tersebut tidak bersih dan segalah finah disebarkan.
Yang begini-begini tentunya Ahok sudah paham dan berpengalaman seperti saat dia menjadi calon Bupati di Belitung. Atas pengalaman ini, tentu dalam hatinya dia tersenyum bila melihat pola tingkah para kurawa parpol dalam bereaksi mengulas suatu pemberitaan yang menyangkut statemen para calon-calon gubernur. Ada yang kelihatan emosi, ada yang adem ayem tapi mengigit. Ada yang bernada sakit hati tapi tak bisa berbuat-apa apa karena DPP parpolnya masih terus tarik ulur antara iya dan tiada dalam proses pencalonannya.
Contoh nyata saja Ahok dengan PDI-Perjuangan. Beberapa minggu lalu, Ahok mengatakan sepintas bahwa dia sudah didukung oleh PDI-P. Pernyataan ini menjadi rame dan berbagai tokoh dan politisi mengomentari atas ucapan ini. Padahal setelah berujar seperti itu Ahok diam beberapa hari dan Megawati sendiri juga tidak bersuara untuk mengomentari atas penyataan Ahok tersebut. Tapi dengan pernyataan ini terlihat sekali beberapa orang politisi terpancing emosinya dan seolah masuk perangkap off side atas komentar-komentarnya yang aneh-aneh. Sementara Ahoknya hanya tenang-tenang saja sambil sibuk fokus pada temuan sampah kabel diseputaran ring satu istana.
Sulit untuk mengesampingkan bagaimana Ahok pada bulan-bulan belakangan ini selalu akrab dan berhubungan baik dengan PDI-Perjuangan. Seperti apa yang ditunjukkan dia secara pribadi begitu dekatnya dengan Megawati. Hampir tak pernah terlihat kalau Ahok berselisih dengan Megawati. Justru sebaliknya yang ada, adalah kompor-kompor ditingkat bawa yang seolah tak suka kalau Ahok dekat dengan ibu Mega. Nah kompor-kompor inilah yang harus dipancing keluar siapa sebenarnya mereka, benarkah mereka kader partai yang serius memperjuangkan nasib rakyat? Atau hanya mendopleng nama besar parpolnya lalu semuanya adalah untuk kepentingan pribadinya sendiri?
Satu persatu mereka yang tak suka ini mulai membisu tapi terkadang juga bicara diluar konteks. Atau bicara seolah semuanya harus ditempuh dengan mekanisme partai dan berbagai aturannya. Birokrasi partai menjadi andalan agar mendukung argumen yang dibuat seolah lebih rasional. Untuk tahap ini kalau penulis boleh sumbang saran, lain kali jangan lah gegabah dalam melihat suatu manuver terutama yang berkaitan dengan pencalonan Ahok menjadi gubernur.
Belajarlah dari peristiwa Ahok akan dipansuskan hanya karena peristiwa kota tua lalu bergeser menjadi pemalsuan RAPBD. Setelah ketua umum Megawati bersuara, semua akhirnya diam mengikuti satu komando.
Nah sekarang kita lihat saja apa yang kan terjadi terhadap manuver dukungan PDI-Perjuangan kedepan terhadap Ahok. Tentunya tak beda jauh, apalagi kabarnya Ahok sudah bicara dengan Megawati di pembukaan acara pembukaan OKI. Apa inti pembicaraan keduanya tentunya mereka berdualah yang tahu. Tapi sinyal-sinyal itu mulai nampak, menurut analisa penulis kira-kira begini. Eh lu Ahok beresin dulu teman Ahok baru nanti kita bikin kejutan terhadap kamu. Kalau teman Ahok yang begitu bersemangat mendukungmu. Maka akan menjadi energi luar biasa untuk kampanye mendatang dan kalau di gabungkan, artinya jika teman ahok masuk dalam struktur parpol kan akan lebih baik? Tapi sana lu beresin dulu ya....kira-kira begitu arti pesan yang dimaksudkan.
Terbukti setelah mereka bertemu di acara OKI, Ahok langsung merespon dengan menemui teman Ahok yang datang kerumahnya. Dia mengatakan "kalau teman Ahok meminta Ahok maju melalui jalur independen maka ada resiko-resikonya? Siapa yang akan nanggung resiko itu, ya saya." Demikian kata Ahok.
Dari ucapan ini kita bisa melihat, ada juga kekhawatiran dari seorang Ahok jika maju dengan atau memakai jalur inpenden resikonya jauh lebih besar jika dia maju melalui jalur parpol. Ahok masih berusaha sedapat mungkin maju lewat parpol. Tapi sisi lain manuver parpol kadang susah di tebak. Ibarat bajaj susah di tebak kapan beloknya, yang tahu adalah hanya supir bajaj dan Tuhan? Nah jika parpol yang tahu adalah ketua umumnya dan Tuhan?
Tapi sisi lain sebetulnya, parpol ada juga resiko-resikonya jika melawan keinginan sebagian besar rakyat yang menginginkan Jakarta tetap di pimpin oleh orang seperti Ahok. Jika parpol tetap ngotot tak mau mendukung Ahok maka stigma bahwa parpol tersebut tidak pro rakyat akan semakin menguat. Kemungkinan dukungan suara untuk pemilu tahun 2019 akan merosot.?
Sekali parpol salah melangkah maka apa yang dibangun selama ini akan sirna. Akan menjadi pembicaraan dalam beberapa pemilu mendatang tercatat dalam ingatan rakyat Jakarta. Bahwa parpol A adalah parpol yang telah menggagalkan Ahok menjadi gubernur kembali?
Tentunya baik Ahok ataupun teman Ahok atau pun partai politik yang masih malu-malu untuk mendukungnya diharapkan harus saling mengerti akan situasi demikian. Tidak bisa juga memaksakan bahwa semuanya adalah harus benar karena benar itu sendiri belum tentu baik dan cocok jika terapkan dalam dunia politik yang dipenuhi oleh para petualang oportunis.
Salam nusantara...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H