Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Segera Cegah Partai Politik Menjadi Kapling Keluarga dan Kroni?

25 Februari 2016   20:19 Diperbarui: 25 Februari 2016   21:02 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Segera Cegah Partai Politik Menjadi Kapling Keluarga dan Kroni?

Saya mencoba mencermati, betapa enaknya orang yang mempunyai kekuasaan dengan dalih sudah diatur dalam undang-undang. Padahal undang-undang itu sendiri sudah menjadi rahasia umum mereka-merekalah dengan atas nama parpol yang akan mengesahkan undang-undang yang akan tetap melanggengkan kekuasaan mereka.

Apa saja yang mereka maui sepertinya sudah tidak adalagi kontrolnya atau pengawasannya. Bahkan contoh paling nyata pengawas sekaliber KPK pun disinyalir juga akan mereka atur demi kepentingan-kepentingan pribadi mereka. Tapi yang dijual seolah demi atas nama rakyat.

Jangankan KPK, Jabatan Presiden pun bisa mereka permainkan jika sang Presiden sudah tak cocok lagi dengan mereka. Bahkan tanpa malu-malu, secara terang-terangan mereka mengatakan bahwa presiden itu adalah petugas partai, kalau petugas lalu pemilik partai itu siapa??? Rakyatkah??? Elit parpol kah?.

.Saya yakin kalau ini dipolling, 100 persen akan mengatakan bahwa pemilik parpol itu adalah elit parpolnya. Walaupun dalam AD/ART partai dikatakan bahwa forum tertinggi kedaulatan partai adalah ditangan anggota. Tapi teori ini hanya menjadi lipservice saja bagi para politisi.Faktanya mereka-mereka yang berkuasa penuh yang menjadi pemilik mandat partai.

Kalau sang Presiden saja sudah tidak dianggap, apalagi bawahannya presiden mulai dari menteri, panglima, kapolri, dan sebagainya akan dengan mudah mereka atur-atur sesuai dengan keinginan mereka.

Sejarah membuktikan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia direbut dari tangan penjajah Belanda olehn para pemimpin politik kita dimasa revolusi 1945 adalah hasil perjuangan diplomasi mereka.

Kondisi kekuasaan politik, pemerintahan, ekonomi, hukum dsb, sebelum proklamasi dikuasai oleh pemerintah kerajaan Belanda. Makanya dalam teks proklamasi disebutkan bahwa hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Arti kalimat ini maksudnya adalah pengalihan kekuasaan dari tangan pemerintah Belanda ke tangan para pemimpin di Republik Ini segera dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Setelah proklamasi maka disepakatilah untuk sementara waktu kekuasaan dipegang oleh dwi tunggal Presiden dan Wakil preswidennya adalah Soekarno dan M Hatta.

Selama perode 1945 sampai 1955 berbagai kabinet telah dibongkar pasang, karena memang situasinya saat itu kita masih belajar berdemokrasi yang sebenarnya, dan saat itu juga kita nampaknya masi mimbang dan seolah masih mencari-cari demokrasi bentuk apa yang cocok dengan kehidupan rakyat Indonesia.

Pemilu 1955 yakni pemilu pertama sekaligus pemilu terakhir bagi kepemimpinan orde lama yang di Komandoi oleh Presiden Soekarno sampai terakhir terjadi Dekrit presiden 1 Juli 1959 pembubaran konstuante/DPR dan dikembalikan semangat UUD 1945.

Sisi lain pada saat masa itu yang terjadi adalah mengarah kepada kultus individu untuk mengangkap Soekarno menjadi Presiden seumur hidup. Fakta sejarah ini tidak bisa kita lupakan dan itu tertulis jelas dalam buku-buku sejarah perpolitikan Indonesia.

Soekarno turun dengan kegagalan Ekonomi Indonesia, inflasi membengkak ratusan persen, BUMN rata-rata nyaris bangkrut. Indonesia nyaris bangkrut. Korupsi meraja lela, cetak uang terus terjadi dimana-mana. Rakyat mulai lapar tak mampu membeli harga kebutuhan pokok yang semakin membumbung tinggi. Pengangguran semakin meningkat.

Dalam situasi galau ini naiklah penguasa Baru. Indonesia selamat sementara, pemilu mulai di adakan. Walaupun parpol pesertanya mulai diciutkan dimana pada akhir yang rutin menjadi pesrta pemilu Cuma tiga faktor. Dua partai jelas disebut sebagai partai politik yakni PDI dan PPP. Sementara yang satu lagi tak mau disebut sebagai parpol dan lebih sering disebut dengan Golongan? Tapi dalam aktifitas sama dngan partai politik.

Dalam perjalanannya ternyata ini hanya permainan petak umpet kepura-uaan saja. Padahal faktanya yang memegang kekuasaan adalah Golkar. Lalu dua parpol lagi hanya sebagai pelengkap penderita. Dikasihlah suara sedikit agar ada kursi yg mewakili mereka, itupun yang duduk sebelumnya sudah dirundingkan dulu siapa-siapa saja dan tentunya harus melalui penetian khusus terlebih dahulu.

Pemilu 1971 sukses seolah demokrasi benar adanya, pemilu 1977 juga sukses, pemilu 1982 juga sukses, pemilu 1987 sukses, pemilu 1992 sukses pemilu 1997 sangat sukses. Bahkan dengan lantangnya Harmoko saat itu merangkap sebagai ketua umum Gokar menyatakan bahwa rakyat Indonesia hampir semuanya mendukung pak Harto untuk dicalonkan kembali menjadi Presiden kembali. Dan dengan jargon yang mulai mengarah kepada kultus individu pak Harto. Kejadian ini persis sama menjelang jatuhnya Soekarno.

Tetapi kenyataannya satu tahun kemudian 1998 semua berbalik 180 derajat. Soeharto berhasil di turunkan oleh mahasiswa. Dengan cara halus beliau menyatakan diri berhenti dari Presiden RI . Jadi bukan mundur tapi berhenti. Dari kata itu saja sudah bisa diartikan seolah menjadi Presiden itu semaunya, kalau mau berhenti ya kapan saja. Atau sebaliknya kalau mau calon lagi yang sesukanya tinggal direkayasa lihat saja pemilu-pemilu sebelumnya?

Muncul rejim reformasi sebetulnya yakni disebabkan oleh karena korupsi yang merajalela, kolusi antar pejabat dan pengusaha juga makin sering terjadi, Nepotisme jabatan juga ada dimana-mana, keluarga dan kroni-kroni menguasai jabatan-jabatan penting. Baik di pusat maupun didaerah. Monopoli-monopoli bisnis yang menyebabkan harga tinggi dan harus di tanggung oleh rakyat terjadi dengan mudahnya dihadapan rakyat Indonesia.

Kejengkelan ini di tampung oleh mahasiswa dan tercermin dalam tuntutan mereka hampir saman yakni hapus KORUPSI, KOLUSI, NEPOTISME atau lebih terkenal dengan akronim KKN.

Waktu demi waktu berjalan, pemilu makin mendekati kearah demokrasi yang sebenarnya,.pemilu 1999 awalnya diikuti oleh 48 parpol, pemilu berikutnya semakin lama parpol berguguran karena adanya aturan parlementary thereshold yang mulai diterapkan.

Pembunuhan parpol melalui aturan menenukan besaran angka parlementary thereshold (PT) yaitu angka dimana. Jika suatu parpol tidak mencapai awalnya 2,5 persen dari suara pemilih maka pemilu berikutnya parpol yang bersangkutan tidak bisa ikut pemilu atau harus dilakukan verifikasi ulang.

Penentuan besarnya angka PT tentunya di sahkan melalui UU Partai politik yang dibahas oleh DPR artinya parpol-parpol yg ada kursi saj yang punya suara untuk menentukan besaran PT. Artinya dalam tahap ini parpol-parpol besar mulai membunuh parpol-parpol kecil dengan cara menetapkan angka PT yang semakin besar. Agar tujuan supaya parpol kecil mati tak bisa ikut pemilu dan hanya partai yang besar saja yang bisa ikut pemilu. Jadi kompetitor partai besar semakin sedikit.

Artinya perlahan tapi pasti partai kecil mulai berguguran dengan aturan tersebut. Kanibalisme parpol terjadi dimana-mana. Maka terakhir tinggal 10 parpol yang tersisa?..Padahal kalau memang bedemokrasi dngan fair partai-partai itu membiarkan partai kecil untuk tetap ikut pemilu tak usah di gembosi sejak awal. Ini menandakan mereka-mereka yang sudah besar itu ternyata takut juga suaranya digembosi oleh partai kecil?

Semakin langggeng kekuasaan, bukannya demokrasi benaran yang diterapkan. Tapi justru demokrasi akal-akalan elit parpol. Mereka tetap melanggengkan kekuasaannya untuk bertahan. Bahkan perkembangannya jauh melenceng dari semangat reformasi yaitu membasmi KKN tapi justru sekarang partai-partai itulah yang memelopori pesatnya perkembangan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme).

Ini jika dibiarkan maka suatu saat jika tuntutan untuk mengganti dari tirani para elit parpol akan akan semakin kencang dituntut oleh rakyat, agar parpol tersebut segera dibubarkan. Bahkan bukan tidak mungkin partai-partai besar saaat ini yang tidak memihak kepada kehendak rakyat tapi tetap mempertahankan kapling keluarganya utk mengendalikan parpolnya. Maka jangan heran suatu saat mereka akan dicap oleh rakyat sebagai partai bahaya laten.

Salam nusantara..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun