"Engkau berat..." itu juga yang kukatakan ketika pertemuan-pertemuan mulai menyerang dan menghantui hari-hariku.
"Engkau berat..." itu juga yang kukatakan ketika aku diserahi tanggung jawab yang menurutku, aku tak sanggup melakukannya.
"Engkau berat..." itu juga yang kukatakan ketika aku harus sibuk kuliah, dan disatu sisi harus dituntut untuk aktif digereja. Beranggapan bahwa kuliah dan pelayanan tidak akan bisa balance.
"Engkau berat..." merupakan keluhan yang amat sangat sering kuucapkan ketika aku tidak menikmati segala sesuatu yang sebenarnya sanggup untuk kulakukan.
"Engkau berat..." menjadi teman seperjuanganku. Namun tidak akan menjadi "berat" jika aku bisa melakukan dua kunci ini, yaitu seimbang dan menikmatinya.
Keseimbangan bukan bergantung pada banyak atau sedikitnya hal yang aku batasi untuk dilakukan. Namun keseimbangan bergantung pada sikap diriku sendiri dalam menghadapinya. Tahu urutan prioritas yang seharusnya kulakukan.
Bukan membatasi, namun menyeimbangkan. Melakukan apa yang memang telah ditetapkan Tuhan dengan prioritas yang benar, namun tetap melakukannya sesuai dengan urutan prioritas yang ada. Bukan hanya memilih satu, dan kemudian meninggalkan yang lainnya.
Menikmati, tidak menganggapnya sebagai beban, namun mencintai dan hidup dengannya. Menganggap ia sebagai bagian dari hidupku, bagian dari rencana Tuhan untuk kehidupanku.
"Engkau...tidak berat lagi bagiku..."
"Engkau...merupakan bagian dari prioritasku, entah di urutan berapa engkau berada, namun engkau tetaplah bagian dari prioritas yang akan kulakukan dan pasti akan kulaksanakan."
"Engkau...ku nikmati, ku cintai, dan ku sayangi. Karena engkau bagian dari ketetapan dan rencana Tuhan dalam hidupku. You are part of my life. Times and this chances will not come twice if I leave you now..."