"Memang yang kotor terbuang itu tidak dibayar?" tanyanya lagi.
"Dibayar" jawabku.
"Kita jadi rugi dong, air kotor dibayar. Kenapa sih di sini sering mati air? Tidak enak banget di kampung ini," protesnya.
"Dinikmati sajalah," jawabku datar.
"Siapa sih pemimpinnya?" katanya.
"Pemimpin apa?" jawabku.
"Bos yang mengatur air ini," jawabnya.
"Enggak tahu juga, kita kan masih baru di sini. Lagipula buat apa bosnya?" kataku lagi.
"Harusnya orang-orang di kampung ini datangi bosnya sambil bawa air ini, suruh bosnya minum atau mandi pakai air kotor ini, dia mau enggak? Jangan-jangan pemimpinnya tidak tahu," katanya sambil ngedumel.
"Pasti tahulah, sudah pernah ada yang protes kok. Dengar-dengar karena pipanya rusak, susah mengganti karena hutannya lebat. Kan airnya berasal dari hutan," kataku.
"Masa tidak ada yang bisa benarin? Apa gunanya pemimpin kalau tidak bisa benarin itu?" lanjutnya.