Mohon tunggu...
Sabarniaty Saragih
Sabarniaty Saragih Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga dengan tiga anak

Tampil apa adanya dan selalu berusaha melakukan yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Aku Takut Tuhan Bingung"

23 Juli 2020   11:34 Diperbarui: 23 Juli 2020   11:42 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nanti Tuhan bingung, kita doain sembuh tapi orangnya malah minta mati", begitu kata anak tengahku ketika aku bertanya kenapa dia tidak pernah mendoakan neneknya yang sedang koma karena stroke.

Sekitar dua tahun lalu, anak tengahku belum genap berusia 7 tahun sempat "menamparkanku" dengan pernyataan-pernyataannya yang polos. Kala itu ibuku sedang koma akibat terjatuh di kamar mati sebuah hotel di pulau Penang, Malaysia.

Kronologis kejadiannya, tengah malam terjatuh lalu langsung dibawa ke rumah sakit dan segera dilakukan tindakan penyuntikan di pembuluh otak yang tersumbat. Dokter mengatakan metode ini memiliki tingkat kesuksesan 90 persen tapi bisa gagal karena ada faktor usia yang mempengaruhinya. Usia ibuku hampir 69 tahun. Dan ternyata kami kebagian yang 10 persennya.

Sehari setelah penyuntikan kondisinya stabil. Memasuki hari ketiga kondisinya drop dan opsi satu-satunya adalah operasi. Kami sepakat setuju dengan opsi itu.

Selama proses operasi yang memakan waktu 4 jam, hati ini sangat kuatir dan sedih. Pikiran berkecambuk.
Ada perasaan bersalah ketika hal ini menimpa ibuku.

Sebenarnya pada awalnya ibu menolak untuk dibawa medical check up ke Penang. Kemudian aku meyakinkan dia sampai akhirnya dia bersedia.

Masih sangat jelas waktu itu ibu berkata "Kalau menurutmu itu baik, aku akan berobat ke sana. Bilang sama abangmu biar diatur jadwal keberangkatan kami".

Kalau sesuatu yang buruk terjadi, apakah aku bisa memaafkan diriku? Bukankah hal yang paling susah itu memaafkan diri sendiri?

Pengen rasanya langsung terbang kesana tapi aku tidak punya paspor. Tanya sana sini cara membuat paspor, ternyata harus daftar online dulu. Untuk daftar online pun harus berebutan dan baru bisa selesai dalam 2 minggu. Jasa calo harganya mahal, mencapai 2.5 juta rupiah.

Sudah diambang pasrah ketika jam 5 pagi ada pesan wa dari seorang saudara. Dia mengabarkan ada seorang temannya yang bisa membantu tapi aku harus sampai dikantor temannya jam 8 tepat. Sebenarnya saudaraku itu tidak kenal tapi mereka satu grup di grup alumni SMA.

Singkat cerita aku menemui orang yang katanya bisa membuatkan aku paspor. Aku menemui dia di kantornya, di Imigrasi Kemayoran. Sebelumnya aku telepon dulu, mau memastikan ini benar mau menolong atau hanya calo. Aku langsung menanyakan dokumen yang harus disiapkan dan besaran biayanya. Dia bilang biayanya biaya resmi. Oh lega hati ini hehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun