Mohon tunggu...
Arnisa Miftachul Rizki
Arnisa Miftachul Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Airlangga

Seorang yang aktif di berbagai kepanitian dan organisasi untuk mengembangkan diri. Seorang yang suka berfikir tetapi hobi memasak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hari Gini Masih Bullying? Malu!: Episode Kupas Tuntas Seputar Bullying

2 Juni 2024   09:46 Diperbarui: 2 Juni 2024   09:54 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://nawacita.co/index.php/2020/02/05/kisah-siswa-korban-bullying-yang-harus-rela-mengamputasi-jari-tangannya/

Bullying adalah salah satu kasus yang saat ini masih belum bisa ditangani di Indonesia. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bullying adalah segala bentuk perundungan, ketidakadilan, kekerasan atau penindasan yang dilakukan dengan sengaja. Hal ini biasanya dilakukan oleh sekelompok anggota tetapi juga tidak menutup kemungkinan dilakukan secara personal. Menurut data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) per 2023 terdapat 30 kasus bullying atau penindasan.  Dimana menjelaskan indikator 80% merupakan sekolah dibawah naungan Kemendikbudristek dan 20% dibawah naungan Kementerian Agama.

"Tiga puluh kasus tersebut merupakan kasus yang sudah dilaporkan kepada pihak berwenang dan diproses," kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti, dilansir dari Kompas.com, Minggu (31/12/2023).

Dari 30 kasus pada 2023, menunjukkan sebanyak 50% terjadi di jenjang SMP/sederajat, 30% di jenjang SD/sederajat, 10% di jenjang SMA/sederajat, dan 10% di jenjang SMK/sederajat.

Lantas apa yang menjadi faktor adanya perundungan tersebut?

Beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya perundungan atau bullying ini cukup kompleks. Dimana mencakup faktor biologis, keluarga, psikologis dan sosiokultural.

Pertama yaitu faktor biologis sendiri mengacu pada kecenderungan geneti anak yang memiliki tingkat agresi yang tinggi dibandingkan dengan anak yang lain.  Agresi disini yang dimaksud adalah perilaku yang dominan ingin menyakiti objeknya.

Kedua, faktor keluarga, anak akan merasa tenang dalam artian nyaman bila kondisi keluarga juga mendukung. Hal ini berkaitan dengan tekanan yang nantinya akan didapat oleh setiap anak. Jika dari unit terkecilnya yaitu keluarga tidak memiliki dukungan, menuntut anak bahkan sampai merendahkan anak, hal ini akan menambah tekanan anak yang nantinya bedampak pada emosional anak. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya bentuk pelampiasan yaitu sikap merundung.

Ketiga, faktor psikologis, menyambung dari faktor kedua dalam implementasinya anak akan sulit dalam mengontrol agresi tersebut, rendahnya perspektif anak, rasa empati yang tidak berkembang dan sering menyalahartikan hal -- hal sosial.

Keempat, yaitu faktor sosiokultural, faktor ini merupakan bentuk faktor campuran, dimaksudkan karena adanya pubertas dari anak dan kehidupan lingkungan sekarang , memberikan gambaran anak -- anak akan lebih ingin unjuk diri atau eksis. Dalam  rangka  mencari  identitas  dan  ingin  eksis,  biasanya  remaja  lama  gemar membentuk kelompok/ geng. Dari relasi antar sebaya, ditemukan bahwa beberapa remaja menjadi pelaku perundungan karena "balas dendam" atas perlakuan penolakan dan kekerasan yang pernah dialami sebelumnya.

Selain itu terdapat ciri sekolah yang memungkinkan melakukan bullying menurut Sigalingging, O. P., & Gultom, M. (2023). diantaranya seperti:

  • Kurangnya peraturan yang menindaklanjuti adanya perundungan
  • Adanya kedisiplinan yang kaku dan masih lemah
  • Banyak kebiasaan diskriminasi baik dikalangan guru maupun siswa
  • Etika dan cara berperilaku yang kurang sopan serta terkesan angkuh
  • Sekolah yang memanjang kesenjangan sosial
  • Bimbingan yang tidak layak dan tidak konsisten

Selain itu juga terdapar karakteristik atau ciri seseorang yang melakukan bullying menurut Sigalingging, O. P., & Gultom, M. (2023). diantaranya seperti:

  • Seorang pembuli akan merasa angkuh dan memiliki percaya diri yang tinggi
  • Cenderung berkelompok (memiliki gang)
  • Biasanya memiliki kedudukan yang tinggi di sekolah tersebut
  • Suka mengawali suatu masalah dan memperpanjangnnya

Sumber: https://nawacita.co/index.php/2020/02/05/kisah-siswa-korban-bullying-yang-harus-rela-mengamputasi-jari-tangannya/
Sumber: https://nawacita.co/index.php/2020/02/05/kisah-siswa-korban-bullying-yang-harus-rela-mengamputasi-jari-tangannya/

Ada banyak sekali dampak negatif dari perundungan yang muncul baik internal maupun eksternal. Secara internal anak tersebut akan memiliki gangguan psikis dari tahap depresi bahkan tidak menutup kemungkinan sampai gangguan bipolar, selain itu anak tersebut akan merasakan sakit secara fisik, merasa tidak ada harapan dalam kehidupan sehingga suka menyendiri, menyepelekan orang atau sampai bunuh diri. Dari segi eksternal lebih berdampak pada lingkungan dimana lingkungan akan terasa tidak aman dan nyaman, yang akan mempengaruhi pada kehidupan anak disekitarnya, pembelajaran terganggu, nilai menurun dan banyak hal.

Perundungan ini datangnya dari berbagai arah, mulai dari kehidupan nyata bahkan sampai dunia maya. Kemajuan teknologi tidak selamanya menjamin kesejahteraan, buktinya banyak sekali tangan nakal yang memanfaatkan nya dengan tidak benar. Untuk itu perlu adanya upaya preventif dalam mencegah, mengurangi dan menindak lanjuti adanya kasus bullying atau perundungan dari berbagai arah.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah "Gerakan Anti Bullying" kegiatan ini tidak bisa dilakukan sendiri, membutuhkan kerjasama tim mulai dari keluarga, teman sebaya, masyarakan sampai pemerintah sekalipun. Kegiatan ini bisa berupa mengubah cara pandang keluarga untuk lebih rasional dan mengoptimalkan kedekatan didalamnya. Dalam lingkup teman dapat dilakukan dengan saling mendukung satu sama lain, mulai niatkan dalam hati untuk melakukan hal baik.

Dalam lingkup sekolah, sekolah dapat memaksimalkan peran guru BK dalam upaya pencegahan ini. Lingkup masyarakat sendiri harus lebih merangkul jika nantinya terdapat kasus seperti ini, sikapi dengan bijaksana dan dengan keadilan. Dalam dunia pemerintah bisa dengan lebih menegaskan adanya "Gerakan Anti Bullying" ini dengan dikeluarkannya UU yang mengatur tentang perundungan, menegaskan tindakan yang terjadi dan menindaklanjuti adanya kasus perundungan sesuai aturan yang ada. Peran ketegasan hukum sangat diperlukan disini.

Selain itu peran orang tua juga sangat penting dimana orang tua adalah unit terkecil dari seorang anak sehingga besar pengaruhnya bagi kehidupan si anak tersebut. Orang tua berperan dalam pembinaan penuh atas diri suatu anak. Komunikasi yang baik, pola pengasuhan dan kedekatan dengan anak dapat dipupuk sehingga nantinya kaan menciptakan rasa percaya diri pada anak.

Harapannya dengan usaha yang kita lakukan dengan penuh kesadaran ini mampu untuk mengurangi kasus bullying yang ada saat ini. Tak harus terberantas tetapi mampu dan konsisten dalam mengupayakannya. Agar nantinya negeri ini memiliki generasi dan pemuda yang pantas.

Dengan adanya artikel ini semoga para pembaca memiliki pandangan yang sama dengan penulis. Memandang dengan masalah kecil dapat menyebabkan atau menyebar luas. Adapun beberapa saran demi kepentingan bersama, yaitu perlu adanya kesadaran tentang bahaya dampak dari perundungan yang dapat menggangu kesehatan baik fisik maupun psikisnya.

DAFTAR PUSTAKA:

Tang, I., Supraha, W., & Rahman, I. K. (2020). Upaya mengatasinya perilaku perundungan pada usia remaja. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 14(2), 93-101.

Sigalingging, O. P., & Gultom, M. (2023). Peranan orang tua dalam mengatasi perundungan (bullying) pada anak. Jpm-Unita (Jurnal Pengabdian Masyarakat), 1(1), 26-32.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun