"Saya kesal namun menurut saya jika melaporkan ke pihak berwajib pun, ini tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak akan mengembalikan uang saya." Ujar Santi.
Dito menjanjikan akan mengembalikan uang Santi dalam waktu satu bulan dengan mencicilnya. Namun ternyata setelah berjalannya waktu, tidak ada sedikit pun Dito memberikan uang padanya. Setiap kali Santi menanyakan, Dito selalu mengulur ngulur waktu dengan berbagai alasan yang dibuatnya. Selama 6 bulan, Santi belum mendapatkan kembali uang miliknya.
"Dito selalu beralasan dan terus memberikan janji palsu setiap kali ditagih. Saya pun menghubungi pacarnya yang kebetulan teman kelas saya. Namun dia tidak mau tahu dan mengabaikan saya. Saya merasa kesal, setiap ditanya dimana keberadaan Dito, teman saya selalu menjawab tidak tahu. Aneh saja, masa tidak tahu keberadaan pacar sendiri. Apa jangan-jangan mereka memang sudah merencanakan ini dari awal." Ujar Santi dengan nada kesal.
Pada akhirnya, Santi pun menyerah untuk menagih uang haknya dan mencoba untuk mengikhlaskan. Namun, dampak psikologis dari penipuan ini terasa dalam kehidupan sehari-hari Santi. Selain kehilangan finansial, rasa kekecewaan dan ketidakpercayaan pada orang-orang didekatnya. Proses pemulihan bukan hanya tentang mendapatkan kembali keuangan yang hilang, tetapi juga membangun kembali fondasi kepercayaan dalam hubungan manusiawi.
"Kehilangan uang itu sulit, tapi kehilangan kepercayaan pada seseorang yang kita anggap teman lebih sulit. Saya menjadi trauma dan juga meragukan teman-teman saya yang lainnya jika sudah menyangkut finansial." ucap Santi.
Langkah yang diambil oleh Santi untuk tidak melaporkan penipuan ini ke pihak berwajib memang sangat disayangkan. Namun tentu Santi punya alasan tersendiri mengapa dia memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya dan menjadikannya sebagai pelajaran berharga.
"Ini adalah pengalaman yang merubah hidup. Saya harus belajar mempercayai orang lagi dan memulai kembali. Itu tidak mudah, tetapi saya yakin saya bisa melaluinya," kata Santi.
Dari Kisah Santi bukanlah sekadar cerita tragis, tetapi juga merupakan pelajaran berharga bagi masyarakat. Penipuan online bisa terjadi pada siapa saja, bahkan dalam lingkungan yang dekat. Pendidikan mengenai keamanan online dan bagaimana mengidentifikasi tanda-tanda penipuan perlu ditingkatkan untuk melindungi masyarakat dari risiko serupa di masa depan.
Kesimpulan dari kisah ini adalah bahwa, meskipun kepercayaan bisa hancur, tetapi dengan keberanian, dukungan komunitas, dan edukasi, kita dapat membangun kembali fondasi kepercayaan dan memastikan bahwa kasus serupa dapat dicegah di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H