Mohon tunggu...
ARNEST CHANIA PUTRI
ARNEST CHANIA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Komputer Indonesia

Saya mahasiswi , suka masak dan selalu ceria!🩷

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dalam Gelapnya Peristiwa Tragis di Universitas Brawijaya

2 Januari 2024   17:00 Diperbarui: 2 Januari 2024   17:04 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenang Kehilangan: Dalam Gelapnya Peristiwa Tragis di Universitas Brawijaya

Di antara dinding-dinding beton dan langit-langit yang menggantung tinggi Universitas Brawijaya, terperangkap sebuah cerita tragis, sebuah kisah yang merobek kedamaian kampus dan menyisakan duka yang mendalam. Wanita muda bernama LST (24), mahasiswi yang pernah bersemangat mengejar ilmu di UB, kini telah meninggalkan dunia ini dengan cara yang menyedihkan.

Kapolsek Lowokwaru, AKP Anton Widodo, membuka lembaran kisah hidup LST yang diwarnai oleh penyakit misterius. Pada tahun 2018, LST memulai perjalanannya sebagai mahasiswi di UB dengan rasa semangat yang berkobar-kobar. Namun, nasib memintanya berhenti sejenak pada tahun 2019, ketika penyakit yang tak terjelaskan mulai mengintai tubuhnya. Seolah bayangan hitam yang tak kunjung sirna, penyakit itu menggiringnya ke lorong-lorong kesedihan yang tak terlukiskan.

Pada suatu hari kelam, LST memutuskan untuk mengakhiri perjalanan akademisnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UB. Keputusan tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh Anton, adalah suatu bentuk pengunduran diri yang harus dihadapi LST karena penyakit yang merayap dalam dirinya. Detail mengenai jenis penyakit itu masih menjadi misteri, ditutup rapat oleh keadaan psikologis orang tua LST yang masih dalam keadaan syok dan tidak dapat memberikan keterangan lebih lanjut.

Frustasi melihat tubuhnya terkoyak oleh penyakit dan tekanan batin yang makin melilit, LST pernah mencoba mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangannya. Meskipun upaya itu tidak membuahkan hasil, bekas luka di pergelangan tangan kirinya menjadi saksi bisu perjuangan batin yang terus berkecamuk. Tragedi mencapai puncaknya ketika LST diduga melompat dari lantai 12 Gedung Filkom, mengakhiri perjalanan hidupnya dengan kejam pada pukul 10.35 WIB.

Seiring berita tragis ini menyebar, kampus Brawijaya terbungkus dalam kesedihan. Jenazah LST dievakuasi dari area gedung pada pukul 13.15 WIB, membawa suasana duka yang semakin dalam. Namun, kisah tragis ini tidak berhenti di sini. Sebuah surat yang diduga ditulis oleh LST muncul di media sosial, mengungkapkan pikiran-pikiran yang terombang-ambing dalam kepala mahasiswi itu.
 
Dalam surat tersebut, penggalan kalimat mencuatkan pemikiran aneh dan tekanan psikologis yang dirasakan LST. Unggahan surat ini, meskipun belum terkonfirmasi, menyoroti tekanan akademis dan sosial yang sering kali menjadi beban berat bagi mahasiswa. Temannya yang menemukan surat tersebut mencatatnya di media sosial dengan penuh kesedihan, menciptakan suatu jeritan hati yang terabaikan.

Tragedi ini menjadi panggilan untuk merenung dalam gelapnya keberangkatan LST. Bukan hanya tugas pihak kampus untuk mengevaluasi dan meningkatkan sistem dukungan kesehatan mental, melainkan juga tanggung jawab kita sebagai masyarakat. Lingkungan kampus yang lebih peduli, pemahaman yang lebih dalam terhadap kesejahteraan mental, dan sumber daya yang lebih mudah diakses perlu diwujudkan.

Untuk menjaga momentum dan memberikan perubahan yang berarti, langkah-langkah nyata harus diambil. Layanan konseling yang lebih mudah diakses, advokasi untuk meningkatkan kesadaran, dan pendekatan holistik terhadap kesehatan mental mahasiswa harus menjadi prioritas. Pembentukan komunitas peduli dan dialog terbuka di antara mahasiswa adalah langkah-langkah awal untuk mengurangi stigma dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung.

Sementara kita berduka atas kepergian LST, mari bersama-sama berkomitmen untuk menjadi agen perubahan dalam mendukung kesejahteraan mental di kalangan mahasiswa. Dengan cinta, perhatian, dan tindakan nyata, kita dapat menciptakan lingkungan kampus yang tidak hanya subur dalam pencapaian akademis tetapi juga penuh perhatian terhadap kesejahteraan psikologis mereka. Tragedi ini, meski menyakitkan, dapat menjadi pelajaran berharga untuk memperkuat dukungan mental di kampus-kampus di seluruh negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun