"The jealous are troublesome to others, but a torment to themselves." - William Penn
Semua manusia pernah merasakan rasa cemburu, entah itu cemburu kepada teman, keluarga atau pasangan. Rasa cemburu merupakan sebuah hal yang sangat wajar dan terjadi secara alami ketika merasa akan kehilangan sesuatu atau seseorang yang berharga.Â
Namun, segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan dapat memberikan dampak yang tidak baik. Kecemburuan dapat dibagi menjadi kecemburuan normal dan kecemburuan secara tidak wajar (morbid jealousy).Â
Kecemburuan pada batas normal adalah kecemburuan yang memiliki bukti yang jelas dan diakui oleh pasangan. Sebaliknya, kecemburuan yang berlebihan adalah bentuk kecemburuan yang tidak berdasar pada bukti dan tidak diakui oleh pasangan.Â
Kecemburuan berlebihan menggambarkan bentuk emosi, pikiran, dan perilaku yang tidak berdasarkan akal sehat (irasional). Kecemburuan yang tidak wajar dapat menyebabkan efek buruk pada mental dan terganggunya kondisi kesehatan.
Kecemburuan yang berlebihan dapat muncul karena adanya obsesi. Obsesi merupakan hasil pemikiran individu yang bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak masuk akal.Â
Seseorang yang memiliki obsesi biasanya akan menuntut pasangannya untuk melakukan sesuatu tanpa melihat pertimbangan-pertimbangan lain. Obsesi dapat menyebabkan individu kesulitan dalam menyingkirkan kekhawatiran dan cemburu.Â
Hal tersebut mendorong terjadinya gangguan dalam hubungan, pembatasan kebebasan pasangan, dan pemeriksaan perilaku pasangan (Kingham & Gordon, 2004).
Ternyata di dalam kajian Psikologi, morbid jealousy bisa diakibatkan karena adanya delusi atau delusional jealousy (Crowe, 1995). Gangguan delusi menurut Chaplin (2014), merupakan sebuah keyakinan yang keliru, tetapi tidak bisa diubah melalui penyajian fakta. Kondisi Psikologis tersebut dikenal dengan Sindrom Othello.Â
Sindrom Othello merupakan sebuah sindrom mengenai gangguan delusi kecemburuan (Todd & Dewhurst, 1955). Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan delusi kecemburuan ini dapat berpotensi merusak hubungan. Sampai pada akhirnya, individu bisa melakukan kekerasan dalam hubungan, bunuh diri dan pembunuhan (Chiu, 2012).
Sindrom Othello dapat dirasakan oleh semua orang, baik wanita maupun pria. Namun, menurut penelitian di California, dari 20 kasus Sindrom Othello sebanyak 19 orang merupakan pria. Ditemukan 80 persen pria dari kasus tersebut telah menikah dan telah hidup dengan pasangannya.Â
Menurut penelitian ini, dibutuhkan rata-rata waktu 10 tahun bagi seorang individu untuk merasakan delusi dari kecemburuan. Selain itu, individu dengan orientasi heteroseksual maupun homoseksual, juga bisa mengidap Sindrom Othello. Namun, tidak ditemukan hubungan antara etnis dengan sindrom tersebut (Coltheart et al., 2011).
Seseorang dengan Sindrom Othello akan melakukan tuduhan perselingkuhan berulang, melakukan interogasi berulang, pencarian bukti, dan menguntit aktifitas pasangan.Â
Seseorang dengan sindrom Othello, akan mempersepsikan kejadian yang tidak relevan sebagai bentuk ketidak setiaan pasangan dan tidak mau mengubah keyakinan mereka. Sindrom Othello dapat muncul dengan sendirinya ketika seseorang mengalami kecemburuan yang tidak wajar.Â
Namun, adanya gangguan Skizofrenia paranoid, ketergantungan alkohol atau kokain, pengalaman masa kecil, dan faktor lain juga mampu mendorong timbulnya kondisi ini.
Menurut teori Psikodinamika, Othello Syndrome dapat berkembang dalam diri individu yang memiliki kecemasan terhadap penolakan dan pengabaian. Individu yang merasa tidak berharga, merasa lemah, tidak kompeten, tidak menarik, dan berpikiran negatif lainnya mengenai dirinya sendiri juga menambah potensi Sindrom Othello.Â
Selain itu, seseorang yang memiliki gangguan kepribadian ambang atau Borderline Personality Disorder (BPD) mampu mendorong seseorang mengidap Sindrom Othello. BPD ditandai dengan pola emosi yang tidak stabil, hubungan yang tidak stabil, citra diri yang berubah-ubah, dan cenderung melakukan tindakan berbahaya yang dilakukan dengan cepat sesuai dengan kondisi hati (bersifat impulsif).
Sindrom Othello juga dapat berkembang dari kesalahan kognitif atau proses berpikir. Kesalahan kognitif dapat dilihat dalam bentuk kesalahan sistematis dalam proses pentafsiran stimulus di dalam otak (persepsi) mengenai sebuah peristiwa.Â
Kesalahan interpretasi stimulus tersebut mendorong individu dengan Sindrom Othello untuk cenderung membuat distorsi atau pemutarbalikan fakta dan aturan.Â
Selain itu, individu dengan Sindrom Othello cenderung salah melakukan interpretasi kejadian dan informasi. Kesalahan-kesalahan interpretasi dan persepsi ini mendorong timbulnya asumsi yang salah dan timbulnya Sindrom Othello (Kingham & Gordon, 2004).
Dibutuhkan berbagai penanganan dan terapi yang tepat untuk mengatasi Sindrom Othello karena sindrom ini mampu memberikan dampak negatif bagi pasien dan pasangannya.Â
Seseorang dengan Sindrom Othello harus melakukan konsultasi dengan Psikolog dan atau pergi ke Psikiater untuk memperoleh pengobatan.Â
Selain pasien dengan Sindrom Othello, pasangan dari pasien juga perlu menjalani konsultasi dan pengobatan karena berpotensi mendapatkan trauma.
Nah, ternyata kecemburuan itu boleh dan normal jika terjadi dalam kehidupan asmara. Namun, jangan sampai kecemburuan tersebut mengganggu aktifitas kita, bahkan mengganggu aktifitas dari pasangan. Lakukan konsultasi dengan Psikolog atau Psikiater jika kamu merasa bahwa kecemburuan dalam hubungan percintaan sudah mengganggu aktifitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H