Seorang dosen dari sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) ternama di Indonesia menghubungi saya. Hal yang ditanyakan pada waktu itu adalah mengenai sebuah konferensi akademik yang akan diadakan oleh sebuah PTN ternama lainnya. "Apakah sebaiknya saya mengikuti konferensi ini?" Dosen tersebut tertarik karena ada banyak jurnal terindeks Scopus (mulai dari Q1-Q4) yang diiklankan sebagai peluang publikasi pada poster konferensi. Melihat banyak jurnal yang terdapat di daftar sebagai peluang publikasi dari konferensi ini, saya memberikan jawaban bahwa ini merupakan peluang yang bagus.Â
Namun perlu dipastikan terlebih dahulu kepada pihak penyelenggara mengenai peluang publikasi ini. Oleh karena itu saya meminta dosen tersebut untuk menanyakan lebih detil mengenai keberadaan dari special issue (SI) dari jurnal jurnal yang ada di poster tersebut. Betapa terkejutnya saya ketika jawaban yang didapat adalah tidak ada SI dan bahwa semua artikel yang ingin masuk ke jurnal jurnal dalam daftar tersebut akan melalui proses review normal. Bagaimana mungkin ada peluang publikasi di sebuah konferensi tanpa adanya SI. Tampaknya pengertian tentang SI ini salah.
Apa itu SI?
Di dalam sebuah jurnal, terutama jurnal akademik, ada dua macam rute yang dapat dipilih untuk dapat mempublikasikan sebuah artikel. Cara pertama yang dapat ditempuh adalah melalui regular issue (RI). RI ini ditangani oleh Editor in Chief dari jurnal yang dimaksud. Sebuah artikel yang dikirimkan ke jurnal ini akan dicek oleh editor tersebut kesesuaiannya dengan aims dan scope dari jurnal tersebut, begitu pula dengan aspek-aspek lainnya (misal: kebaruan topik, kontribusi, dan lain-lain). Jika dianggap memenuhi semua aspek-aspek tersebut, maka editor akan mengirimkan artikel tersebut kepada beberapa reviewers (biasanya dua, namun ada beberapa jurnal yang mengirimkan ke 4 orang reviewers).
Cara kedua yang dapat ditempuh untuk dapat mempublikasikan suatu artikel adalah mengirimkan artikel ke sebuah SI. Perbedaan antara RI dan SI terletak pada fokus yang dituju. SI lebih fokus pada suatu isu terkini dan ruang lingkupnya lebih spesifik (misal: membahas mengenai aplikasi artificial intelligence dan virtual reality terhadap perilaku konsumen). SI ini tidak ditangani oleh Editor in Chief, tetapi ditangani oleh Guest Editor.Â
Untuk menciptakan sebuah SI, Guest Editor harus mengirimkan proposal terlebih dahulu kepada Editor in Chief. Proposal ini akan melalui proses pemilihan yang ketat dimana proposal ini akan dinilai bukan hanya oleh Editor in Chief saja tetapi juga oleh orang-orang duduk di Editorial Board jurnal tersebut. Setelah proposal tersebut melalui beberapa tahapan dan diterima, barulah sebuah SI dapat diumukan (biasanya berupa Call For Paper (CFP)). Jika sebuah konferensi mempunyai peluang publikasi, maka sudah seharusnya peluang publikasi tersebut berasal dari sebuah SI. Hal ini dikarenakan proposal SI tersebut dibuat sesuai dengan tema konferensi tersebut.
Kesalahpahaman mengenai SI ini pun acapkali terjadi di antara dosen-dosen di Indonesia (bahkan sampai setingkat guru besar) dan penyelenggara konferensi. Artikel yang ingin terbit di sebuah SI akan melalui tahapan yang sama seperti pada RI. Guest editor akan memeriksa aspek-aspek kelayakan artikel tersebut dan kemudian menyerahkan artikel tersebut kepada para reviewers.Â
Bagaimana kalau ingin menerbitkan sebuah artikel di SI melalui konferensi? Artikel yang telah di-review dan diterima untuk dipresentasikan di konferensi tersebut akan diajukan oleh penyelenggara (dalam hal ini scientific committee) kepada editor dari SI tersebut (biasanya yang mendapatkan penghargaan 'best papers' yang akan dikirimkan). Kemudian, editor SI akan memilih artikel artikel yang akan dikirimkan kepada para reviewers.Â
Jadi ada kemungkinan bahwa artikel yang diajukan oleh penyelenggara konferensi ditolak oleh editor. Setelah itu proses review akan berjalan normal. Bukan berarti sebuah artikel yang mendapatkan penghargaan 'best papers' akan langsung dipublikasikan. Salah besar. Pada kenyataannya, banyak artikel yang ditolak setelah melalui proses review walaupun mendapatkan penghargaan dari konferensi.
Menjernihkan carut marut
Penjelasan di atas diharapkan mampu membuka wawasan para dosen dan penyelenggara konferensi di Indonesia. Untuk para dosen, pertama, jangan beranggapan bahwa sebuah artikel yang terbit di sebuah SI tidak akan melalui proses yang sama dengan RI. Kedua, peluang publikasi dari sebuah konferensi tidak menjamin bahwa artikel yang dipresentasikan dapat langsung dipublikasi di sebuah SI walaupun telah terpilih oleh penyelenggara untuk dikirimkan ke SI tersebut. Â Ketiga, cerdaslah dalam memilih sebuah konferensi. Pastikan semua informasi yang tertera dengan menanyakan ke pihak penyelenggara dengan detil.
Selain itu, saya juga ingin agar penyelenggara konferensi lebih bertanggung jawab dan berhati-hati dalam mendiseminasikan informasi kepada para peserta. Pertama, pastikan bahwa peluang publikasi itu memang benar ada dan SI telah dipersiapkan jauh sebelum konferensi diadakan. Kedua, jangan cantumkan jurnal jurnal sebagai peluang publikasi hanya karena jurnal jurnal tersebut memiliki aims dan scope yang sama dengan tema konferensi. Jika hal ini dilakukan, maka bukan tidak mungkin akan banyak calon peserta yang akan dirugikan karena sebenarnya telah terjadi pembohongan secara tidak langsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H