Mohon tunggu...
Arnani Widjanarko
Arnani Widjanarko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terbelenggu dalam Praktik Toxic Masculinity

19 November 2023   21:17 Diperbarui: 19 November 2023   21:20 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pelecehan seksual adalah setiap tindakan yang melontarkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh dan fungsi reproduksi seseorang karena keterbukaan hubungan kekuasaan, yang menyebabkan adanya penderitaan fisik dan mental seseorang.

Jenis pelecehan seksual dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik, non-fisik, verbal, dan daring (melalui media sosial). Namun, baik kekerasan langsung maupun tidak langsung, yang terjadi secara daring, memiliki dampak negatif pada kesehatan mental seseorang, sehingga tidak ada alasan untuk membedakan apakah itu disengaja atau tidak.  Pelecehan seksual juga termasuk salah satu bentuk kejahatan yang merusak dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Kemudian apa yang menjadi penyebab pelecehan seksual? adapun penyebab terjadinya pelecehan seksual yaitu diantaranya:

  • Adanya hasrat yang tidak dapat disalurkan
  • Adanya trauma yang dialami ketika masih kecil
  • Korban mudah ditaklukkan
  • Memiliki otoritas yang tinggi atas korban
  • Adanya konstruksi tradisional maskulinitas
  • Memiliki fantasi seksual
  • Adanya kebiasaan mengonsumsi konten porno
  •  Memiliki hubungan keluarga yang renggang, dan masih banyak lagi penyebab adanya pelecehan seksual

Jika kita lihat berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan tahun 2023 maka terdapat 23.918 keseluruhan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, kemudian terdapat 21.098 kasus yang korbannya adalah perempuan dan 4.936 kasus yang korbannya adalah laki-laki.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa bukan hanya perempuan tetapi laki-laki juga dapat menjadi korban dari pelecehan seksual. Tetapi pada kenyataannya ada stigma maskulinitas yang menyatakan bahwa laki laki itu senantiasa tegar dan kuat dalam menghadapi segala hal, adanya pembatasan pengekspresian diri dan pembatasan emosional bagi kaum laki laki, yang dimana laki-laki itu pasti tidak dapat dilecehkan dan ialah yang menjadi pelaku pelecehan. Stigma ini sudah menjadi konstruksi tradisional yang turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Bukankah laki-laki juga sejatinya adalah manusia, yang dimana ia pasti juga memiliki emosi, rasa takut dll.

Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), juga sudah mengatur mengenai perlindungan bagi korban pelecehan seksual baik itu laki-laki ataupun perempuan. Lalu mengapa masih banyak saja masyarakat yang memiliki stigma maskulinitas ini, bukankah hal ini sangatlah tidak adil dan menyebabkan tidak adanya kesetaraan gender. Baik laki-laki maupun perempuan semuanya berharga, berhak dilindungi, dikasihi dan juga tidak dapat disakiti hanya berdasarkan stigma yang ada dalam masyarakat.

Oleh karena itulah marilah kita menghapuskan praktik toxic masculinity ini dalam kehidupan masyarakat, serta menciptakan lingkungan positif yang dimana setiap orang itu berhak untuk mendapatkan perlindungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun