Salah satu kota yang tidak terpikir untuk aku tinggali adalah Kota Bandung. Kesan pertama yang aku terima dari kota yang juga terkenal dengan sebutan Kota Kembang ini tidak lah terlalu bagus. Waktu aku pertama kali mengunjungi kota ini tahun 2004, aku mendapatkan pemandangan yang tidak terlalu bagus. Sampah di mana-mana, berserakan di pinggir jalan, pasar tumpah sampai ke badan jalan sehingga jalanan menjadi macet. Belum lagi aroma tak sedap yang ditimbulkan oleh timbunan sampah ini.
Masih teringat jelas di benak saya tragedi mengerikan longsornya gunung sampah di Tempah Pembuangan Akhir Leuwigajah Bandung tanggal 21 Februari 2005. Sebanyak 143 orang tewas seketika dan ada sekitar 137 rumah yang tertimbun sampah setinggi 30 meter. Tidak hanya itu saja, bahkan lahan pertanian seluas 8.4 hektar pun turut terkubur oleh sampah. Bencana berupa longsoran sampah ini berhasil masuk rekor sebagai tragedi tumpukan sampah tertinggi di Indonesia dan yang kedua di dunia setelah tragedi longsoran sampah yang terjadi di TPA Payatas, Filipina tahun 2000 yang menewaskan 200 orang 1).
Ini bukanlah prestasi bagus yang patut di banggakan dari Ibukota Provinsi Jawa Barat ini. Bahkan menurutku, peristiwa ini adalah sesuatu yang menjijikkan sekaligus mengerikan. Itulah mengapa, sejak tahun 2004, aku menegaskan kepada diriku sendiri bahwa aku tidak mau tinggal di kota yang terkenal dengan sampahnya dimana-mana ini.
Dunia terus berputar, waktu pun turut berlalu. Tahun 2011 aku menikah dan suamiku ditempatkan di Bandung mengabdi sebagai pelayan masyarakat. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus ikut tinggal di Bandung. Demi mengabdi kepada suami tercinta, atas nama kewajiban sebagai seorang istri.
Sejak menikah, aku jadi sering pergi ke pasar tradisional. Hal yang jarang aku lakukan semasa gadis. Biasanya Ibukulah yang rajin berbelanja ke pasar tradisional, membeli stok barang untuk kebutuhan rumah tangga. Namun karena sekarang aku sudah hidup terpisah dengan Ibuku, mau tak mau aku mengikuti jejak Ibuku dengan berbelanja di pasar tradisional.
[caption id="attachment_384167" align="aligncenter" width="565" caption="Riuhnya Pasar Tradisional di Indonesia (sumber: www.tribunnews.com)"][/caption]
Aku senang berbelanja di pasar tradisional. Barangnya murah-murah, beragam, banyak pilihan, dan bisa di tawar. Proses tawar menawar dan kehangatan antara penjual dan pembeli inilah yang paling aku  suka dari pasar tradisional. Sepertinya ada kedekatan psikologis tersendiri yang bisa dirasakan. Lain halnya dengan pasar modern dimana harga sudah pasti dan semuanya harus berjalan sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan.
Biasanya aku pergi ke pasar tradisional di akhir pekan. Tidak setiap akhir pekan sih, karena biasanya kegiatan belanja juga aku lakukan di toserba moderen di dekat rumah. Tempatnya bersih, rapi, dan teratur. Aku memimpikan agar pasar tradisional di Bandung lebih bersahabat dengan pengunjungnya. Tidak harus seperti toserba moderen itu, tapi cukuplah bersih, rapi, teratur, kering/tidak becek, parkir luas, dan yang paling penting, sampah terbuang di tempatnya. Sehingga pembeli menjadi lebih betah bertransaksi di pasar tradisional. Kalau pembeli sudah betah, pasti akan ada pembelanjaan yang lebih banyak. Contoh pasar tradisional yang bersih ada di Central Market, Adelaide.
[caption id="attachment_384166" align="aligncenter" width="319" caption="Pasar Tradisional yang Bersih dan Rapi di Central Market Adelaide, Australia (sumber: http://www.south-australia.aussietrueblue.com/)"]
Aku yakin, yang memimpikan pasar tradisional yang bersih dan rapi ini tidak hanya aku. Hampir semua orang. Ya atau tidak? Mungkin hanya lalat yang tidak suka, karena dia harus kehilangan sumber makanannya. Hehe.
Rupanya, impianku ini sudah didengar oleh pemerintah Kota Bandung. Tahun 2014 ini, Ridwan Kamil sebagai Wali Kota Bandung secara aktif mulai melakukan pembenahan di beberapa pasar agar terlihat menjadi pasar yang lebih baik.
1. Desain Ulang Pasar Tradisional
Pemerintah Kota Bandung mendesain ulang beberapa pasar tradisional di Kota Bandung, salah satunya adalah Pasar Cijerah yang dijadikan sebagai proyek percontohan pasar tradisional. Pasar yang baik idealnya memiliki sirkulasi udara bagus dan ruang terbuka hijau. Jika pasar nyaman, pengunjung makin banyak dan mampu bersaing dengan supermarket modern.
Renovasi Pasar Cijerah ini dilakukan mulai April 2014. Anggaran untuk renovasi pasar ini pun sudah disiapkan. Jumlahnya antara Rp 5 miliar hingga Rp 6 miliar. Pasar Cijerah ini akan dibangun menjadi 2 tingkat sehingga memiliki sirkulasi udara yang bagus 2).
2. Ultimatum Khusus
[caption id="attachment_384220" align="aligncenter" width="620" caption="Ridwan Kamil Periksa Pasar (sumber: www.tempo.co.id)"]
Pedagang adalah salah satu pelaku utama dari jalannya pasar tradisional. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, memberikan ultimatum khusus kepada pedagang pasar tumpah di Pasar Andir, Kota Bandung. Ultimatum ini ditujukan kepada pedagang yang memakai badan Jalan Jenderal Sudirman dimana mereka harus sudah membersihkan dagangannya sebelum pukul 06.00 pagi. Hal ini karena Jalan Jenderal Sudirman merupakan salah satu jalur utama dan urat nadi perekonomian di Kota Bandung. Mulai pukul 06.00 jalanan sudah padat oleh aktivitas warga baik yang akan pergi ke kantor, sekolah, maupun aktivitas lainnya.
Jika ada pedagang yang belum membereskan dagangannya pada waktu yang sudah ditetapkan tersebut, maka Ridwan Kamil secara tegas akan menghentikan sementara aktivitas perdagangan di Pasar Andir ini. Oleh karena itu, para pedagang harus kompak dan saling mengingatkan agar tidak ada yang berjualan lagi setelah pukul 06.00.
3. Membuat Pasar Tematik
Bandung memiliki jumlah pasar yang banyak, lokasi yang bagus namun kualitasnya kurang baik. Pemerintah Kota Bandung ingin melakukan upaya renovasi salah satunya dengan membangun pasar kerajinan Indonesia yang merupakan bagian dari pasar tematik. Salah satu pasar yang dibidik untuk dijadikan pasar kerajinan adalah Pasar Kosambi yang kini 'mati suri' dan akan dicoba kembali digairahkan oleh kepemimpinan Ridwan Kamil.
Pasar kerajinan ini nantinya diharapkan akan menarik turis baik lokal maupun internasional. Mereka tidak hanya menemukan kerajinan khas Jawa Barat saja tapi juga kerajinan dari seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Kota Bandung akan merenovasi Pasar Kosambi ini dengan memberikan sentuhan seni arsitek. Halaman parkir akan direnovasi dibuat menjadi taman, lalu untuk menuju pasar kerajinan para wisatawan bisa menggunakan eskalator agar mereka tidak capek naik tangga.
4. Bandung Agri Market
Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan membuat sebuah terobosan baru dengan membuka sebuah pasar yang diberi nama Bandung Agri Market (BAM). Di BAM ini disediakan berbagai macam sayuran dan buah-buahan segar. Bahkan ada hiburan musik agar masyarakat semakin menikmati proses berbelanja di pasar. Masyarakat juga dapat memperoleh produk gratis. Contohnya, tanggal 14 Desember lalu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan membagikan Seedling Anggrek 500 pot  dan bibit Pepaya Calina 500 pot di BAM di Jalan Saparua.
5. Bandung Culinary Night
Tidak hanya menyelenggarakan BAM saja, pemerintah Kota Bandung juga menyelenggarakan Bandung Culinary Night (BCN). Lokasinya berpindah-pindah. Misalnya di Panyileukan, Braga, Cibeunying Kaler, dan lain-lain. Di BCN ini, masyarakat bisa mendapatkan berbagai citarasa makanan dari yang tradisional sampai modern. Selain itu, masyarakat juga bisa meramaikan sekaligus bersilaturahmi, saling berbagi kegembiraan dengan bertanggung jawab. BCN biasanya diadakan seminggu sekali setiap malam minggu.
6. Merelokasi Pedagang Kaki Lima
Para pedagang kaki lima (PKL) ini biasanya berjualan di pinggir-pinggir jalan di dekat keramaian, biasanya tidak jauh dari pasar. Bagai dua sisi mata uang, PKL ini membutuhkan ladang usaha untuk tempatnya berjual, namun disisi lain, mereka menganggu ketertiban umum. Banyak dari mereka yang menghalangi akses jalan masyarakat dengan menggunakan bahu jalan untuk memajang dagangannya.
[caption id="attachment_384168" align="aligncenter" width="300" caption="Potret Jalan Kepatihan sebelum dan sesudah penertiban. Jalan raya sebagai jalur lalu lintas dikembalikan sesuai fungsinya. (sumber: Facebook Ridwan Kamil Untuk Bandung)"]
Dengan menggunakan pendekatan, musyarawah, dan tanpa kekerasan, pemerintah Kota Bandung berusaha merelokasi para PKL, misalnya para PKL di Jalan Kepatihan yang direlokasi ke Gedebage. Ada juga PKL di Cicadas Jalan Ahmad Yani. Mereka direlokasi ke bekas Gedung Eks Matahari di Jalan Kiaracondong. Ada lagi PKL yang semula berada jalan Merdeka direlokasi ke B1 BIP (Bandung Indah Plaza).
Kesuksesan relokasi PKL ini tidak hanya karena upaya pemerintah kota Bandung saja, tapi kita sebagai konsumen juga turut berperan dalam mensukseskan program ini. Mari kita dukung mereka dengan berbelanja di tempat yang sudah disediakan.
Konsumen juga harus bijak.
Mewujudkan pasar di Bandung yang bersih, rapi, tertib, dan bersahabat adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah kota Bandung sebagai stakeholder yang berperan penting disini sudah berupaya melakukan usaha terbaiknya dengan cara melakukan upaya-upaya di atas. Para pedagang maupun PKL juga mau diajak bekerja sama dengan baik dengan cara berjualan di tempat yang sudah disediakan.
Kita sebagai konsumen juga harus bijak dengan mendukung program ini. Ya misalnya itu tadi, dengan berbelanja pada tempat yang telah disediakan oleh pemerintah. Tidak berbelanja di zona terlarang atau zona merah. PKL dilarang berjualan di zona merah ini yakni sekitar tempat ibadah, rumah sakit, komplek militer, jalan nasional, jalan provinsi dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam zona merah tersebut, yang menjadi prioritas Pemkot Bandung adalah Kawasan 7 Titik, yakni Kawasan Alun-Alun, Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Dalem Kaum, Jalan Kepatihan, Jalan Dewi Sartika, Jalan Asia Afrika dan Jalan Merdeka. Jika konsumen nekad berbelanja di zona merah tersebut, kita bisa terkena denda senilai 1 juta rupiah.
Dengan berbelanja bijak ditempat yang telah ditentukan tersebut, secara tidak langsung konsumen juga turut menghidupkan pasar tradisional secara tidak langsung. Mari sama-sama kita berbenah, agar semakin betah hidup di kota sendiri dan agar wisatawan juga rajin datang. Pasar di Bandung mulai berkembang ke arah yang lebih baik, sampah-sampah tidak lagi berserakan di pinggir jalan. Berawal dari ketidaksukaanku pada Kota Bandung, kini aku berubah, di tahun 2014 ini aku semakin betah tinggal di Bandung.
Sumber:
1. Longsor Sampah di TPA Leuwigajah, Tragedi Kedua Terbesar di Dunia. http://restorasibumi.blogspot.com/2010/11/longsor-sampah-di-tpa-leuwigajah.html
2. Semua Pasar Tradisional di Kota Bandung Akan Direnovasi.  http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/01/semua-pasar-tradisional-di-kota-bandung-akan-direnovasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H