Mohon tunggu...
Armidin
Armidin Mohon Tunggu... Dokter - Berbagi dan bermanfaat

(armidin@yahoo.com)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Endorfin Para Sufi

25 Juli 2011   13:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:23 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Endorfin adalah sejenis morfin yang bebas dipakai dan diproduksi. Setiap orang bisa saja mengolahnya untuk kebutuhan hidupnya. Karena kita tahu bahwa kegunaan morfin sebenarnya bisa membuat seseorang merasa enjoy dan relaks, menghilangkan rasa nyeri bahkan pada tahap yang tinggi kita bisa merasakan euforia dan fly, membumbungkan kesenangan tertinggi, rasa klimaks yang luar biasa.

Endorfin menimbulkan ketagihan yang sama layaknya morfin biasa, berhubung secara kimia endorfin bermakna ‘endogenous-morphin’ yang berarti morfin yang dihasilkan oleh tubuh sendiri dan oleh karena perasaan seperti inilah yang membuat seseorang merasa ketagihan layaknya morfin.

[caption id="attachment_124980" align="aligncenter" width="283" caption="Sufi (Story tullip)"][/caption] Endorfin dapat dikeluarkan oleh otak manusia pada saat manusia merasa gembira, puas, senang, bahagia, dipercaya, mendapat prestasi dan apresiasi dari lingkungan dimana Ia berada atau bahkan yang tinggi ketika mendapatkan rasa cinta dari pasangan yang saling mencintai. Begitulah endorfin, pada saat keadaan itu terjadi dia akan keluar secara otomatis melalui otak manusia dan manusia itu merasakan kenikmatan luar biasa. Hebatnya morfin ini bisa diproduksi sendiri oleh tubuh dan tidak merupakan sebuah pelanggaran dan tidak akan mendapatkan hukuman jika dipergunakan dan dikeluarkan oleh tubuh kita.

Ternyata endorfin yang sangat banyak akan keluar ketika seorang hamba sanggup memberikan rasa cintanya kepada Khaliknya sendiri yang dirasakan sebagai sebuah kenikmatan tiada terkira yang pernah dirasakan oleh manusia. Rasa ini oleh sufi digambarkan sebagai perasaan asyik ma’syuk antara yang dicinta dengan yang menyinta. Dan bahkan jika perasaan ini telah datang ada ketakutan yang luar biasa akan kehilangan rasa itu, bahkan seorang sufi pun akan berkata jikalau seandainya saja para penguasa itu tahu tentang kenikmatan ini, tentu para penguasa itu akan mencurinya dari mereka, namun kebanyakan para penguasa itu tak tahu, mereka lebih butuh dan memfokuskan kepada kesenangan duniawi saja, lupa akan kenikmatan yang lebih besar dari itu. Kenikmatan rasa cinta terhadap Khalik, kenikmatan tiada taranya di dunia ini.

Seorang sufi akan rela meninggalkan hal yang semu, berasa duniawi dan menukar kesenangan itu dengan rasa cinta dan harap dengan Khaliqnya. Tak ada yang bisa membelokkan perasaan mendalam akan 'kedekatan' tersebut, walaupun kematian akan menjadi pembayarnya. Dan bahkan mereka lebih rela dengan kematian itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun