Melihat kejadian bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia akhir-akhir ini dimulai dari gempa dan tsunami serta diikuti letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan sebagainya sepertinya bagaikan mengabarkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang sangat 'rentan' terhadap bencana demi bencana. Tak kurang dari ratusan kali gempa telah terjadi di sepanjang tahun 2009 dan 2010, baik gempa yang terasa maupun tidak. Beberapa kali tsunami yang mematikan tercatat bahkan salah satunya merupakan tsunami terbesar di abad ini. Banjir silih berganti terjadi dan menerjang beberapa daerah, tak terkecuali ibukota Negara kita Jakarta pun dilibasnya tanpa pandang bulu. Belum habis bencana itu, gunung Sinabung dan Merapi pun 'menyalak' ratusan korban kembali jatuh, ribuan pengungsi harus diakomodasi. Begitulah kejadian bencana silih berganti terjadi, belum habis satu bencana selesai sudah menanti bencana lain yang lebih besar. Indonesia memang berada pada jalur rentan bencana, bahkan dibandingkan dengan Jepang sebagai negara langganan gempa sebelumnya telah 'dikalahkan' oleh Indonesia akhir-akhir ini. Ribuan ahli berduyun-duyun datang ke Indonesia untuk melihat dan meneliti kejadian tsunami Aceh, gempa Bengkulu, gempa Jogja, gempa Padang, gempa dan tsunami Mentawai, gempa Nias, gempa Simeulue, letusan Merapi dan Sinabung. Ratusan tulisan, telaahan, tesis bahkan disertasi telah dihasilkan dari keadaan bencana Indonesia. Puluhan ahli telah lahir akibat kejadian itu dan beberapa ahli gempa, tsunami, letusan gunung berapi senior semakin ahli dan mumpuni dan semakin mantap keahliannya setelah mempelajari dan mengamati bencana Indonesia. Secara akademisi dalam kejadian ini Indonesia telah menyumbang ilmu pengetahuan bagi para ilmuwan yang tidak sedikit. Bagi mereka Indonesia bagaikan laboratorium alam yang sangat 'berharga' dan bernilai scientifik. Mereka takjub sekaligus kasihan dengan negara kita namun jauh dilubuk hati ilmuwan mereka, terlepas dari sisi mana kita memandang, mereka 'berterimakasih' atas keadaan ini. Tak perlu kita menyesali keadaan geografis negara kita dengan segudang ancaman bencana ini, sebenarnya di belahan manapun di dunia ini tak ada satupun daerah yang aman terhadap bencana. Tiggal lagi bagaimana kita bisa memanfaatkan momentum keadaan untuk sebesar-besar kemaslahatan umat manusia. Kita bisa memetakan keadan geografis negara ini untuk menjadikan Indonesia sebagai laboratorium terbesar bencana alam di dunia berdasarkan kerentanan wilayah masing-masing terhadap bencana, untuk menjadikan beberapa daerah sebagai laboratorium alam yang resmi dan difasilitasi oleh negara, sehingga ilmu pengetahuan yang didapatkan dari kejadian bencana di Indonesia bisa menjadi bermanfaat bagi Indonesia dan kemanusian. Seperti tsunami misalnya, laboratorium alamnya bisa di wilayah perairan pantai barat Aceh dan sekitar Simeulue, kemudian gempa bumi bisa di sekitar Mentawai atau Nias, Gunung berapi di daerah Jawa Tengah sekitarnya, tanah longsor di daerah Sumatera Barat dan lain-lain sebagainya. Terakhir, Hidup dengan bencana bukan berarti membuat kita pesimis dan takut dan bukan berarti juga kita berani mati, namun bencana bisa membuat kita lebih arif dan dewasa serta bersabar dengan segala ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Lebih dari itu dengan bencana bisa membuat manusia saling berbelas kasih dengan sesama, melahirkan empati, memperkuat silaturrahmi serta dapat meningkatkan ilmu pengetahuan manusia untuk lebih waspada di masa-masa akan datang. Gambar : Pacific Ring of Fire (wikipedia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H