Mohon tunggu...
armen syafni
armen syafni Mohon Tunggu... Pengajar Swasta -

Belajar dan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#MelawanMudik

8 Juni 2018   15:31 Diperbarui: 8 Juni 2018   15:41 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran menjelang, mudik menjadi ritual rutin orang-orang rantau yang cukup berhasil. 

Sebaliknya perantau yang masih hidup pas-pasan hanya dapat mengenang kampung halaman yang telah ditinggal bertahun-tahun lamanya dalam kesyahduan malam takbiran.

Sedih, haru dan isak tangis menjadi ritual rutin bagi perantau yang tak mudik saat malam takbiran, apatah lagi yang masih belum berkeluarga. 

Kesedihannya akan berlipat-lipat dibanding yang sudah mempunyai anak istri karena ada bidadari-bidadari keluarga yang dapat mengalihkan rasa rindu pada ayah-ibu dan kampung halaman.

Dalam kesyahduan malam takbiran, keramaian masyarakat yang takbir berkeliling bukan membantu melawan rasa tak bisa mudik, malah semakin menguras air mata kesedihan yang mungkin saja ada orang yang tak mengalaminya.

#MelawanMudik bukan berarti menolak untuk mudik, tapi keadaan biasanya yang memaksa untuk tidak melakukannya. 

Rasa iri pada teman atau kerabat yang bisa mudik dapat dimaklumi karena sangat manusiawi sekali orang merindukan ayah-ibu dan sanak saudara saat hari yang fitri.

Orang boleh bilang cengeng ataupun sentimentil, tapi tatkala keadaan memposisikan pada kondisi yang sama niscaya mereka juga akan mengalami yang namanya rindu ayah-ibu dan kampung halaman.

Aku ingin mudik, tapi keadaan belum berpihak dan sabar adalah jalan terbaik menunggu musim mudik berikutnya. Andai bisa, aku pastikan aku ada di kampung halaman pada hari yang fitri untuk bercengkrama dengan ayah-ibu dan sanak saudara serta handai taulan semuanya.

Aku ingin melepaskan kerinduan yang sudah "melaut tak berbatas darat" kepada orang-orang terkasih dan menapaktilasi kenangan masa kecil bersama teman-teman yang sudah pula bertebaran entah kemana.

Sedih rasanya, terngingat seorang teman kecil yang tak seberuntung kami, kecerdasan yang tersia-sia karena keterbatasan ekonomi ibarat Lintang-nya laskar pelangi yang dengan terpaksa terenggut kegemilangannya belajar dan kepraktisan cara berfikirnya yang diatas rata-rata anak seusia kami. Sad  

Tanah Rantau, -7 Lebaran 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun