Mohon tunggu...
Armen Natohong
Armen Natohong Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Amatir
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa jurusan ilmu perpustakaaan UIN Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

RCTI Sedang Tidak Oke-Oke Saja

30 Agustus 2020   11:07 Diperbarui: 30 Agustus 2020   11:16 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial tengah heboh dikarenakan gugatan oleh RCTI dan INews TV. Banyak warganet menggosipkan gugatan ini, sehingga gugatan RCTI dan INews masuk ke dalam daftar top Trending Topic Indonesia.

Keduanya stasiun televisi ini memohon agar siaran langsung yang dilakukan melalui Yotube hingga Netflix agar tunduk dan mematuhi UU penyiaran. Jika tidak, khawatirnya akan bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Bahwa apabila ketentuan pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran antar penyelenggara penyiaran.

Konsekuensinya bisa saja penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet berasaskan pancasila, tidak menjunjung tinggi pelaksanaan pancasila dan UUD 1945, tidak menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa," isi dari alasan gugatan yang dilayangkan RCTI dan iNews.

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) RI mengkomfirmasi bahwa "Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka masyarakat tidak akan memiliki kebebasan lagi untuk memanfaatkan fitur siaran langsung melalui platform media sosial".

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklarifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Yotube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan berizin.

Artinya kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," oleh Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjuta di gedung Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 16 Agustus 2020, selaku Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) .

Jika melihat situasi, ini jelas menandakan  RCTI perusahaan anggota MNC Group ini sedang tidak oke- oke aja, dalam menghadapi drama perubahan pasar media penyiaran. Dimana, sebagai media penyiaran konvensional, mereka tak siap dalam menghadapi lawan baru berwujud media sosial, termasuk platform streaming seperti YouTube dan Netflix.

Ketidaksiapan ini umumnya disebabkan oleh rasa nyaman, karena selama bertahun-tahun sebelumnya, mereka terlalu nyaman dengan posisi sebagai "pemilik posisi tawar" atas tayangan mereka. Dengan rating sebagai patokan tunggal, tayangan bisa diganti semaunya, sekalipun itu berkualitas.

Masalahnya, di era media sosial seperti sekarang, posisi itu berubah pemirsa sekarang pemilik tawar. Setiap penonton pasti punya selera masing-masing, dan ini tak bisa lagi "dimonopoli" televisi. Jadi, dari sini saja, terlihat seberapa bingung RCTI sebagai st dalam menghadapi lawan di era modern.

Semakin hari, memang televisi sudah semakin ditinggalkan penontonnya termasuk RCTI, khususnya dari kalangan anak milenial. Ditinggalkannya televisi tentu tak lepas dari kehadiran media sosial. Anak muda zaman sekarang sering menghabiskan waktu lebih lama saat berjelajah di media sosial dibandingkan duduk di depan televisi. Dulunya kalo ngak nonton televisi seperti ada yang kurang dalam hidup, sekarang sehari kadang pun ngak pernah nyalahin TV.

Fakta ini memang nggak bisa dihindari RCTI! Memang tak bisa dipungkiri kalau lewat Media Sosial kamu bisa menonton apa saja sesuai keinginan kamu. Bebas kapan kamu mau menonton yang kamu suka, selagi masih ada kuota semua bisa disaksikan.

Beda halnya dengan menonton televisi yang terpaku dengan jadwal siar dan filter dari Komisi Penyiaran Indonesia.  Dengan kemudahan dalam mengkases hiburan atau informasi yang diinginkan. Sekarang tergantung bagaimana kreativitas sebuah stasiun dalam menarik minat penontonnya.

Sebelumnya, ini sudah dirasakan media cetak (majalah, koran dan tabloid), taksi konvensional (Bluebird dan sejenisnya), tukang pos dan masih banyak lagi perlahan mati dibuat oleh media digital. Dengan tak terduga membuat media digital diperkirakan akan menjadi penguasa. Seolah kehidupan berga ntung dengan media sosial.

Dengan keadaan berkurangnya minat masyarakat terhadap pertelevisian, pastinya pendapatan finansial pertelevisian berkurang. Seharusnya RCTI harus bisa menerima kenyataaan dan introfeksi diri. Namun itu bisa dihadapi dengan melakukan inovasi dan berteman pada era sekarang.

Di era 4.0 ini peluang dan persaingan semakin kita ketat dan terbuka. Dengan melakukan perubahan, niscaya RCTI kembali oke-oke saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun