aku melihat manusia merdeka
kala pagi menyeruput kopi
sambil mencumbui arunika membias
ia kerap bersiul dan berdendang
tanpa dikejar waktu
ia berangkat kapan saja ia mau
pulang sesuka hati
tapi membawa jiwa yang lapang
ketika matahari siang
beringsut melewati tengah bumi
ia menabung tenaga
dengan pulas, mendengkur hebat
tak ada target yang bikin jidat berkerut
dan kepala pusing tujuh samudra
sore hari ia menyapa handai taulan
bercengkrama, tiada beban
sesekali ia menganggit puisi
sembari menanti langit merah saga
hingga benar-benar wajah senja
kian temaram dilahap hitam pekat
kala malam
ia bersama kerabat
meledakkan tawa bersama tetangga
dengan sepotong kisah dan gurauan
saat keheningan dan angin malam hembuskan rasa gigil,
maka terbenamlah ia di peraduan
dan tambatan hatinya setia menemani
ia bukan orang berdasi
juga bukan konglomerat
ia hanya petani
sosok petani merdeka
dari pelosok kampung Nusantara
yang tidak dibelenggu hasrat
dan tidak dijajah oleh waktu
(catatan langit, 17 agustus 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H