Sudah tiga puluh lima tahun aku mencicipi hidup dan terus berjalan di atas bumi-Mu. Tak kupungkiri, aku pernah berjalan pongah tanpa kepala yang patuh kepada-Mu, diiringi derap langkah kaki yang tak tahu diri.
Seluruh jiwa ragaku pernah kuboyong di jalan pengkhianatan: mengeja petunjuk kesia-siaan, menabung debu kelalaian, menimbun kerikil dosa dan mereguk mata air kesesatan dalam perjalanan.
Lalu apa yang kurasakan Tuhan? kering dan kering dalam banjir kenikmatan hidup. Tak ada ketenangan. Kini, telah kugenggam sejumput ajaran-Mu dan merasakan secercah sinar cinta-Mu menjelma lentera penerang jalan hidupku.
Hanya satu pintaku, di saat aku benar-benar telah menapak lurus di jalan cinta-Mu, maka matikanlah aku Tuhan, agar di seberang waktu yang merupa tirai penyekat perjalanan, tak kutemui lagi diriku berkhianat di jalan cinta-Mu.
(Catatan langit, 17 Mei 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H