Dipelukan pekat malam ini, kala ragaku dibuai semilir angin, tak ragu kutandaskan, seribu puisi tak akan cukup untuk ungkapkan rasa kagumku. Kepadamu yang di sana, yang semoga saja senyuman selalu tersungging di bibirmu yang basah. Kagumku tentu karena karya-karyamu yang gemilang.
Adakah kau menyadari, bahwa larik-larik yang kau suguhkan, selalu bangkitkan bait-baitku yang terpendam lusuh. Diksi-diksi yang kau hamburkan memantik imaji liarku untuk mengikuti jejak diksimu. Amanatmu pun kerap menampar jiwa kasarku.
Tapi kuucap terima kasih, karena amanatmu, akupun belajar menata diri; mengeja makna kelembutan jiwa. Kuulang sekali lagi, seribu puisi tak akan pernah cukup untuk mengurai rasa takjubku kepadamu...Ya, bagiku kau adalah guru puisiku yang selalu menuntunku agar berjalan di jantung puisi dan berdegup dengan jantung puisi.
(Catatan langit, 17 Mei 2019)
Entah dari mana ia mereguk mata air pengetahuan, sehingga syair apapun yang ia torehkan acapkali menggugah dan menyejukkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H