Pendahuluan
Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam cara manusia menjalani kehidupan sehari-hari. Di satu sisi, teknologi memberikan banyak manfaat, seperti efisiensi kerja, akses informasi yang lebih mudah, dan inovasi dalam berbagai sektor. Kemajuan teknologi juga mendorong pertumbuhan ekonomi global melalui peningkatan produktivitas dan pembukaan peluang bisnis baru. Namun, di sisi lain, dampaknya tidak selalu positif, terutama dalam konteks ketenagakerjaan.
Di Indonesia, dampak perkembangan teknologi terhadap dunia kerja semakin terasa. Banyak pekerjaan konvensional yang mulai tergantikan oleh mesin dan sistem otomatis, yang sering kali lebih efisien dan ekonomis bagi perusahaan. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka pengangguran, terutama di kalangan pekerja dengan keterampilan rendah yang sulit beradaptasi dengan perubahan. Fenomena ini menjadi perhatian utama, mengingat ketenagakerjaan adalah salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas sosial dan ekonomi suatu negara.
Pengangguran akibat teknologi bukanlah isu yang sederhana. Di balik angka-angka statistik, terdapat dampak sosial yang luas, seperti meningkatnya kemiskinan, ketimpangan sosial, dan tekanan psikologis pada individu yang kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, memahami hubungan antara perkembangan teknologi dan pengangguran menjadi langkah awal untuk mencari solusi yang tepat dan berkelanjutan. Artikel ini akan membahas bagaimana automasi dan perubahan kebutuhan keterampilan memengaruhi pasar kerja, dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan, serta langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan tersebut.
Automasi dan Hilangnya Pekerjaan Konvensional
Salah satu penyebab utama meningkatnya angka pengangguran akibat perkembangan teknologi adalah automasi. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, dan perangkat lunak canggih telah menggantikan banyak pekerjaan manual yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Misalnya, dalam sektor manufaktur, mesin otomatis kini mampu menyelesaikan tugas yang sebelumnya membutuhkan tenaga kerja manusia dalam jumlah besar. Hal serupa terjadi dalam sektor jasa, seperti penggunaan mesin kasir otomatis di swalayan dan penerapan chatbot untuk layanan pelanggan.
Studi menunjukkan bahwa pekerjaan dengan tingkat repetisi tinggi dan keterampilan rendah menjadi yang paling rentan terhadap penggantian oleh teknologi. Sebagai contoh, laporan dari World Economic Forum (WEF) memperkirakan bahwa pada tahun 2025, lebih dari 85 juta pekerjaan dapat tergantikan oleh automasi, meskipun sekitar 97 juta pekerjaan baru juga akan diciptakan.
Perubahan Kebutuhan Keterampilan
Selain automasi, perkembangan teknologi juga mengubah jenis keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja. Saat ini, perusahaan lebih banyak mencari tenaga kerja dengan keterampilan di bidang teknologi informasi, analitik data, dan pengembangan perangkat lunak. Sayangnya, banyak pekerja yang tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka (upskilling) sehingga mereka sulit bersaing di pasar kerja.
Sebagai contoh, lulusan pendidikan yang tidak memiliki keterampilan digital yang memadai cenderung menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Di sisi lain, sektor teknologi mengalami kekurangan tenaga kerja terampil meskipun angka pengangguran secara umum meningkat. Fenomena ini menciptakan apa yang disebut dengan "kesenjangan keterampilan" atau skill gap.
Dampak Sosial dan Ekonomi