Mohon tunggu...
Arman Rivai
Arman Rivai Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Teacher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Corak Kehidupan Manusia Pra Aksara

5 Desember 2021   20:29 Diperbarui: 5 Desember 2021   20:49 3069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Corak kehidupan masyarakatnya dapat kita klasifikasikan menjadi: Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, Masa berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut, Masa Bercocok Tanam, dan Masa Perundagian.

  • Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana.

Corak kehidupan pada masa ini disebut juga dengan budaya paleolithik. Paleolitik berasal dari bahasa Yunani yaitu Paleo yang artinya tua dan lithos yang berarti batu. Masa berburu dan mengmpulkan makanan tigkat sederhana berlangsung pada Zaman Batu Tua, karena alat-alat yang digunakan manusia pada masa ini masih sangat sederhana atau masih kasar. Masa ini berlangsung diperkirakan sekitar 12.000 tahun yang lalu . Adapun manusia pendukung pada masa paleolitikum yaitu meganthropus, pithecanthropus dan Homo.

Sosial-Ekonomi: Kehidupan ekonomi masyarakat pada masa ini ditandai dengan berburu hewan dan mengumpulkan tumbuhan-tumbuhan yang bisa dimakan (Food Gathering). Pada masa ini, kehidupan masyarakatnya masih sangat bergantung pada alam.

Mereka selalu hidup berpindah-pindah (Nomaden) mengikuti sumber air, hewan buruan ataupun sumber makanan mereka. Ada kalanya mereka bermigrasi karena bencana alam, ancaman hewan ataupun ancaman kelompok lainnya. Biasanya manusia pada zaman ini bertempat tinggal di sekitar sumber air seperti sungai atau danau, karena tempat-tempat seperti itu sering dikunjungi dan dilalui oleh hewan-hewan buruan mereka.

Kehidupan sosial masyarakat pada masa ini hidup dalam kelompok kecil untuk berburu dan mengumpulkan makanan. Jumlah anggota kelompok diperkirakan 5-20 orang. Pada zaman purba populasi manusia masih sangat kecil, karena kehidupan yang berat untuk bertahan hidup.

Dalam kelompok terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki biasanya melakukan perburuan. Sedangkan, wanita bertugas mengumpulkan bahan makanan seperti buah, tumbuhan dan juga merawat anak.

Budaya : Kebudayaan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana masih menggunakan alat-alat yang masih sangat sederhana dan kasar. Hal ini dikarenakan perkembangan otak manusia pada masa ini masih sangat primitif. Mereka hanya menggunakan alat dari batu, kayu dan tulang binatang. Alat-alat yang ditemukan antara lain:

Kapak genggam. Kapak genggam adalah batu yang dipangkas di salah satu sisinya sehingga memiliki ketajaman. Fungsi dari kapak genggam yaitu untuk menggali umbi-umbian, memotong dan menguliti binatang.

Kapak Perimbas bentuknya hampir sama dengan kapak genggam namun lebih besar karena fungsinya untuk merimbas kayu, memahat tulang serta sebagai senjata. Kapak genggam dan kapak perimbas hampir tersebar di seluruh Nusantara.

Alat Serpih (Flakes). Alat ini terbuat dari batu yang lebih kecil yang berfungsi sebagai pisau, penyerut ataupun penusuk.

Alat-alat tulang dan tanduk juga digunakan manusia pada zaman ini. Biasanya untuk mata tombak, penusuk ataupun pencungkil. Alat tulang dan tanduk banyak di temukan di daerah Ngandong, Jawa Timur, maka dari itu alat-alat ini disebut juga dengan hasil Kebudayaan Ngandong.

  • Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut.

Corak kehidupan pada masa ini disebut juga dengan budaya mesolithik, atau Zaman Batu tengah. Masa ini merupakan masa peralihan dari kebudayaan batu tua menuju kebudayaan batu muda. Masa ini diperkirakan berlangsung sekitar 10.000- 2500 tahun SM.

Sosial-Ekonomi : Kehidupan ekonomi manusia pada masa ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dari masa sebelumnya. Namun mereka sudah memiliki kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Mereka pastinya juga masih berburu dan mengumpulkan makanan ya . Pembagian tugas kerja pun masih sama, yaitu laki-lakinya berburu dan perempuan mengumpulkan makanan serta memasak. Manusia pada masa ini, sudah mengenal penggunaan api untuk memasak . Selain untuk memasak, api digunakan untuk menghangatkan tubuh dari cuaca dingin dan untuk mengusir binatang buas.

Mereka mulai hidup menetap meskipun masih berpindah. Atau dinamakan dengan semisedenter. Mereka tinggal di gua-gua dekat sungai atau tepi pantai. Gua-gua ini dinamakan peneliti dengan sebutan abris sous roche. Gua-gua tempat tinggal manusia praaksara ini tidak jauh dari sumber air atau sungai yang terdapat sumber makanan mereka seperti ikan, kerang dan siput.

Selama bertempat tinggal di gua, mereka mulai mengenal tradisi melukis di dinding-dinding gua. Lukisan-lukisan tersebut hanya sebatas cap-cap tangan yang berasal dari pewarna tumbuhan. Lukisan tersebut dapat kita jumpai di Gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan atau pun di daerah Papua. Lukisan tangan dengan latar belakang cat merah diyakini sebagai simbol kekuatan pelindung dari gangguan roh-roh jahat.

Cap --cap tangan juga diinterpretasikan sebagai perjalanan  arwah mereka yang telah meninggal yang sedang meraba-raba menuju alam arwah. Lukisan di dinding gua juga berkaitan dengan upacara penghormatan kepada roh nenek moyang ataupun memperingati suatu kejadian penting. Para ahli meyakini lukisan dinding sebagai bentuk tanda-tanda awal manusia praaksara mengenal sistem kepercayaan

Budaya :

Hasil kebudayaan mesolithik yang ditemukan yaitu kulit kerang dan siput dalam jumlah besar . Peneliti menamai tumpukan kulit kerang ini dengan sebutan kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger artinya adalah sampah dapur. Sampah dapur yang dimaksud adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu. Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di pantai timur Sumatera. Tumpukan kulit kerang yang ditemukan tingginya kurang lebih 7 meter .

Hasil budaya berupa alat-alat, yaitu tradisi serpih bilah atau flakes yang ditemukan di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Jawa. Lalu ada Sumatralith atau Kapak Genggam Sumatera yang terbuat dari batu yang bentuknya panjang dan lonjong.

Kapak Pendek/ Hachecourt. Kapak ini bentuknya lebih kecil dari kapak genggam. Kira -- kira 1/2 dari kapak genggam. Kapak ini berbentuk setengah lingkaran, ada bagian yang runcing dan tajam pada lengkungkannya. Kapak yang satu ini digunakan manusia zaman Mesolithikum untuk Memotong buah, Menggali tanah guna menggambil makanan yang berada dalam tanah (Umbi -- umbian). Kapak ini sering ditemukan di daerah pesisir Sumatera. Biasanya bersama dengan kapak genggam yang berada di tumpukan Kjokkemoddinger.

Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture). Kebudayaan ini sendiri terbentuk karena adanya penelitian seorang dari Belanda bernama Van Steil Callenfels yang menemukan satu goa bernama Goa Lewu. Di tempat tersebut, peneliti Van Steil Callenfels menemukan banyak sekali peralatan yang terbentuk dari tulang -- tulang manusia dengan tanda cat merah dan tanduk hewan. 

Tulang -- tulang dengan tanda cat merah tersebut adalah singkron dengan kebudayaan Toala yang ada pada masa Mesolithikum, dimana setiap orang yang meninggal akan di kubur di dalam goa (Tempat tinggal orang zaman mesolithikum) sehingga tulang tersebut kering dan akan diambil sebagai cindera mata dan kenang -- kenangan oleh keluarga mereka

  • Masa Bercocok Tanam

Masa bercocok tanam termasuk budaya neolithik, atau pada Zaman Batu muda. Sebagian ahli lebih suka menyebut masa ini sebagai zaman Batu Baru karena sudah ada tradisi baru yaitu bercocok tanam. Pada kegiatan bercocok tanam itulah sudah digunakan alat-alat penunjang yang halus. Di Indonesia, masa ini diperkirakan mulai berlangsung pada 2500 tahun SM yang dibawa oleh bangsa Proto Melayu.

Sosial-Ekonomi : Pada masa bercocok tanam, kegiatan berburu masih dilakukan meskipun intensitasnya tidak terlalu besar. Kegiatan berburu perlahan-lahan ditinggalkan dan diganti dengan kegiatan beternak hewan seperti ayam, kerbau anjing dan babi.

Mereka sudah mulai mengenal sistem bercocok tanam (food producing) untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Kegiatan bercocok tanam dilakukan dengan menebang dan membakar pohon-pohon dan belukar (slash and burn), sehingga tercipta ladang-ladang sederhana yang memberikan hasil-hasil pertanian.

Karena mereka sudah memiliki ladang, maka mereka mulai hidup menetap atau disebut juga sedenter.

Pembagian kerja juga semakin bervariasi. Untuk laki-laki ditugaskan untuk hal-hal yang berat seperti berburu binatang di hutan dan menangkap ikan di laut dan sebagian bercocok tanam. Sementara kaum perempuan bertugas menabur benih, menangkap ikan di sungai dan merawat anak. 

Manusia pada masa bercocok tanam juga sudah membentuk perkampungan yang terdiri dari beberapa keluarga. Kehidupan masyarakat pada masa ini sudah mulai teratur sehingga setiap perkampungan biasanya menunjuk sosok yang paling dihormati sebagai pemimpin. Hal ini dinamakan sebagai primus inter pares.

Budaya : Hasil-hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam berupa alat-alat yang sudah memiliki desain yang halus dan rapih. Hal ini pastinya karena perkembangan otak manusia yang lebih pintar dibanding manusia yang hidup pada masa sebelumnya. Adapun hasil budaya yang dihasilkan seperti :

Kapak lonjong. Kapak ini berbentuk lonjong dan tajam  di kedua sisi ujungnya. Biasanya terbuat dari batu kali hitam.

Beliung persegi. Beliung persegi terbuat dari batu. Bentuk permukaannya memanjang dan berbentuk segi empat. Sisi depan diasah tajam. Fungsi beliung persegi berukuran besar digunakan untuk cangkul dan yang berukuran kecil digunakan untuk memahat kayu.

Kapak Persegi. Kapak persegi berbentuk persegi panjang atau trapesium yang tajam pada bagian matanya. Kapak ini biasanya diberi tangkai untuk genggamannya.

Mata panah. Mata panah berbentuk segitita berukuran panjang 3-6cm dan lebar 2-3 cm dengan ketebalan 1 cm. Mata panah biasanya terbuat dari batu gamping. Kegunaannya adalah untuk berburu.

Gerabah. Gerabah atau alat-alat dari tanah liat sudah dikenal di zaman neolitikum, meskipun teknik pembuatannya masih sangat sederhana.

Referensi:

Amurwani Dwi L., Restu Gunawan, Sardiman AM, Mestika Zed, Wahdini Purba, Wasino, dan Agus Mulyana. 2016. Sejarah Indonesia. Jakarta: Penerbit Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Hapsari, Ratna, M. Adil. 2018. Sejarah Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sawitri, Indah. 2016. Sejarah Indonesia. Surakarta: Penerbit Mediatama.

Greatedu greatedu.co.id

Sejarah Lengkap sejarahlengkap.com

Sukma Perdana Prasetya dinus.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun