Corak kehidupan pada masa ini disebut juga dengan budaya mesolithik, atau Zaman Batu tengah. Masa ini merupakan masa peralihan dari kebudayaan batu tua menuju kebudayaan batu muda. Masa ini diperkirakan berlangsung sekitar 10.000- 2500 tahun SM.
Sosial-Ekonomi : Kehidupan ekonomi manusia pada masa ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dari masa sebelumnya. Namun mereka sudah memiliki kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Mereka pastinya juga masih berburu dan mengumpulkan makanan ya . Pembagian tugas kerja pun masih sama, yaitu laki-lakinya berburu dan perempuan mengumpulkan makanan serta memasak. Manusia pada masa ini, sudah mengenal penggunaan api untuk memasak . Selain untuk memasak, api digunakan untuk menghangatkan tubuh dari cuaca dingin dan untuk mengusir binatang buas.
Mereka mulai hidup menetap meskipun masih berpindah. Atau dinamakan dengan semisedenter. Mereka tinggal di gua-gua dekat sungai atau tepi pantai. Gua-gua ini dinamakan peneliti dengan sebutan abris sous roche. Gua-gua tempat tinggal manusia praaksara ini tidak jauh dari sumber air atau sungai yang terdapat sumber makanan mereka seperti ikan, kerang dan siput.
Selama bertempat tinggal di gua, mereka mulai mengenal tradisi melukis di dinding-dinding gua. Lukisan-lukisan tersebut hanya sebatas cap-cap tangan yang berasal dari pewarna tumbuhan. Lukisan tersebut dapat kita jumpai di Gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan atau pun di daerah Papua. Lukisan tangan dengan latar belakang cat merah diyakini sebagai simbol kekuatan pelindung dari gangguan roh-roh jahat.
Cap --cap tangan juga diinterpretasikan sebagai perjalanan  arwah mereka yang telah meninggal yang sedang meraba-raba menuju alam arwah. Lukisan di dinding gua juga berkaitan dengan upacara penghormatan kepada roh nenek moyang ataupun memperingati suatu kejadian penting. Para ahli meyakini lukisan dinding sebagai bentuk tanda-tanda awal manusia praaksara mengenal sistem kepercayaan
Budaya :
Hasil kebudayaan mesolithik yang ditemukan yaitu kulit kerang dan siput dalam jumlah besar . Peneliti menamai tumpukan kulit kerang ini dengan sebutan kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger artinya adalah sampah dapur. Sampah dapur yang dimaksud adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu. Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di pantai timur Sumatera. Tumpukan kulit kerang yang ditemukan tingginya kurang lebih 7 meter .
Hasil budaya berupa alat-alat, yaitu tradisi serpih bilah atau flakes yang ditemukan di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Jawa. Lalu ada Sumatralith atau Kapak Genggam Sumatera yang terbuat dari batu yang bentuknya panjang dan lonjong.
Kapak Pendek/ Hachecourt. Kapak ini bentuknya lebih kecil dari kapak genggam. Kira -- kira 1/2 dari kapak genggam. Kapak ini berbentuk setengah lingkaran, ada bagian yang runcing dan tajam pada lengkungkannya. Kapak yang satu ini digunakan manusia zaman Mesolithikum untuk Memotong buah, Menggali tanah guna menggambil makanan yang berada dalam tanah (Umbi -- umbian). Kapak ini sering ditemukan di daerah pesisir Sumatera. Biasanya bersama dengan kapak genggam yang berada di tumpukan Kjokkemoddinger.
Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture). Kebudayaan ini sendiri terbentuk karena adanya penelitian seorang dari Belanda bernama Van Steil Callenfels yang menemukan satu goa bernama Goa Lewu. Di tempat tersebut, peneliti Van Steil Callenfels menemukan banyak sekali peralatan yang terbentuk dari tulang -- tulang manusia dengan tanda cat merah dan tanduk hewan.Â
Tulang -- tulang dengan tanda cat merah tersebut adalah singkron dengan kebudayaan Toala yang ada pada masa Mesolithikum, dimana setiap orang yang meninggal akan di kubur di dalam goa (Tempat tinggal orang zaman mesolithikum) sehingga tulang tersebut kering dan akan diambil sebagai cindera mata dan kenang -- kenangan oleh keluarga mereka
- Masa Bercocok Tanam