Â
Â
Ketika anda marah kepada pemimpin Anda di negeri ini, maka kentut lah. Ungkapan seperti ini mungkin jarang kita dengar dalam khutbah-khutbah, pidato resmi kenegaraan atau malah pelajaran-pelajaran di sekolah. kentut bias menjadi alat advokasi bagi kita untuk melawan penindasan, kekuasan yang sewenang-wenang dan pemerintahan yang zalim. Lawan pemimpin zalim dengan kentutmu!
Â
Menagap kentut? Dalam konteks hokum positif ketika kita kentut, maka tidak ada implikasi hokum yang bias di jerat. Kalau pun kita dijerat dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan, pertanyaannya apakah menahan kentut bias dianggap perbuatan menyenangkan? Selain itu, kentut tidak bias dijadikan sebagai alat bukti oleh penengak hokum. Â Barang bukti menjadi hal yang penting dalam pembuktian di depan hakim.
Â
Dalam konteks sosial, kentut dijadikan sebagai perilaku buruk. Dengan anda kentut didekat pemimpin yang zalim, secara tidak langsung anda melakukan perlawanan secara sosial. Hal ini hendaknya dijadikan sebagai perlawanan sosial kawun tertindas kepada pemimpinnya.
Â
Dalam konteks kesehatan, kentut memang merupakan gas buangan yang harus dilepas. Kentut tidak boleh ditahan dan bias merusak badan. Kalaupun tidak merusak kesehatan, setidaknya membuat anda tidak nyaman. Jadi mari sekarang kita lazan kezaliman dengan kentut didekat pemimpin yang zalim, apakah itu presiden anda, gubernur anda, bupati atau walikota anda, bahkan pemimpin di kantor anda. Selamat mencoba!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H