Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benang Kusut Dunia Kerja Indonesia dalam Perspektif Seorang Pekerja Gurem

9 Oktober 2024   22:05 Diperbarui: 11 Oktober 2024   08:12 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saking banyaknya variabel kalau bicara perkara sulit dapat kerja, pengangguran, kurangnya keterampilan pekerja, dan sejenisnya, saya sempat kebingungan mau menulis pakai perspektif apa. Ini urusan komplet yang bahkan pemerintah, mungkin, akan ketar-ketir jika membahasnya.

Siapa saya yang hanya remahan rengginang berani membahas ihwal sukarnya mendapat pekerjaan di zaman ini?

Namun, jelek-jelek begini saya juga merupakan seorang pekerja pada bidang swasta yang sering bimbang kalau harga bahan kebutuhan pokok menjulang tinggi. 

Saya pun seorang pria yang pernah merasakan seolah-olah menjadi orang tak berguna gara-gara menjadi pengangguran pada masa lalu, karena perusahaan-perusahaan hanya menerima sedikit karyawan saja. Mungkin atas dasar itu saya boleh sedikit beropini tentang apa yang terjadi.

Supaya semakin semangat, ada baiknya kita membaca artikel "BRIN Soroti Jumlah Pekerja Asal China yang Tidak Sebanding dengan Investasi" (voaindonesia.com, 30/10/2023). 

Menurut seorang peneliti dari BRIN, Triyono, menyatakan jumlah pekerja asing dari China sebanyak 59.320 orang, atau 44,49 persen dari total pekerja asing.

Pada tahun 2022, Singapura menjadi investor terbesar di Indonesia ($13,28 miliar). Negara tersebut hanya menempatkan 1.811 orang tenaga kerja (1,35 persen dari total pekerja asing. Sementara itu China yang lebih rendah jumlah investasinya ($8,22 miliar), malah mengirim lebih banyak tenaga kerja.

Bagaimana? Masih semangat? Kalau saya sejujurnya tidak semangat.

Jadi kalau dipikir baik-baik, sebenarnya peluang kerja di negara kita tidak susah-susah amat. Sayangnya, mungkin, bukan untuk kita. Mungkin, ya.

Selain itu saya semakin tercenung perihal PHK yang terjadi. Saya membaca artikel "Daftar 8 Perusahaan Tanah Air yang PHK Massal Sejak 2023" (finance.detik.com, 14/06/2023), dan terkejut jumlah pekerja yang terkena PHK tak main-main.

Misalnya pabrik pemasok pakaian Puma (PT Tuntex Garment Indonesia) melakukan PHK kepada 1.163 pekerja. Sementara itu produsen sepatu Adidas (PT Panarub Industry melakukan PHK kepada sekitar 1.500 pekerja.

Apa yang terjadi pada generasi muda yang masih belum beruntung mendapat pekerjaan, tentu punya banyak faktor seperti keahlian, dan lain-lain. Namun saya secara pribadi mengesampingkan hal-hal tersebut, karena saya meyakini aslinya orang Indonesia ini cerdas-cerdas.

Ya, kalau bicara soal ada orang-orang yang tidak cocok dengan pekerjaan tertentu, prestasi buruk, dan sejenisnya, hal itu pasti ada. 

Maksud saya adalah di dunia nyata, memang banyak pekerja yang melakoni sesuatu yang jauh dari latar belakang pendidikan maupun minatnya.

Bahkan pahit sekali pun tetap akan mereka jalani demi keluarga. Anda akan mengerti hal ini kalau nanti sudah menikah serta berumur tiga puluhan.

Dalam perspektif saya, seorang pekerja, memang dibutuhkan peluang kerja sebanyak-banyaknya. Terserah apa saja. Buruh pabrik, tenaga kebersihan, dan sebagainya.

Namun, pengalaman saya telah menunjukkan bahwa perusahaan menginginkan seseorang terpilih seperti pada film Avatar Aang: The Last Air Bender yang mampu mengendalikan semua elemen di bumi. 

Sementara itu, dibutuhkan biaya dalam rangka menambah keahlian (peningkatan pendidikan, dan lain-lain). Sayangnya, di permukaan meja makan masyarakat marginal bahkan seiris daging ikan pun sepertinya langka.

Seperti yang saya bilang pada awal paragraf, bicara urusan susah cari kerja atau pengangguran ini benar-benar benang kusut. Lingkaran setan, sebut saja begitu.

Menurut saya, pemerintah harus hadir dalam rangka memutus dan membakar habis lingkaran yang dimaksud. Dalam hal ini para pekerja juga berperan penting dalam menentukan masa depan yang lebih baik.

Lho, bagaimana caranya?

Sebagai pekerja kita harus memilih pemimpin yang memiliki komitmen dan keseriusan dalam pembinaan sumber daya manusia. Tentu saja tidak salah mengembangkan infrastruktur seperti jalan, jembatan, gedung, dan semisalnya.

Bisa dibilang salah itu kalau membangun gedung besar nan mewah yang memakan biaya sangat besar tanpa memperhatikan keprihatinan yang aktual di masyarakat. 

Misalnya di suatu negara, sebut saja Konoha, hidup seorang kepala keluarga yang sedang kebingungan mencari pekerjaan akibat batas umur dan kurangnya peluang. Nah, kira-kira apa perasaan dan pikiran kepala keluarga tersebut ketika melihat bangunan megah yang didirikan pemerintah Konoha dengan biaya besar tersebut?

Menurut saya, kepala keluarga tersebut akan nelangsa. Dalam pikirannya kemungkinan "uang sebanyak itu bisa memberi makan keluargaku" atau "uang sebanyak itu bisa membantu membayar uang masuk kuliah anakku". Mungkin saja begitu.

Kalau ditanya apa yang dibutuhkan pekerja muda atau berpengalaman sekarang ini, maka jawabannya adalah pemimpin negara dan wakil rakyat yang berani membuat undang-undang tenaga kerja yang pro kepada masyarakat.

Misalnya dengan tidak menambah beban para pekerja, dalam hal mewajibkan iuran yang dipotong dari gaji, kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk hal yang tidak urgen. Ini sekadar contoh saja dalam pandangan saya.

Perusahaan butuh keahlian dari pekerja. Pekerja butuh gaji atau upah. Terdengar sederhana, tapi kenyataan menunjukkan tak segampang itu.

Baik, sebelum saya menuntaskan tulisan, saya ingin berbagi informasi dari artikel "Harga Bahan Pokok Rabu 9 Oktober 2024, Harga Ikan Kembung Naik" (money.kompas.com, 9/10/2024). Pada artikel tersebut diketahui bahwa harga ikan kembung Rp39.970. Di Papua pegunungan, harga sekilo ikan gembung adalah Rp100.000.

Harga bawang putih bonggol per kilo Rp40.670. Maluku Utara mengalami kenaikan tertinggi harga bawang putih bonggol, harganya Rp60.000 per kilo.

Harga gula konsumsi Rp18.200 per kilo. Sementara itu harga telur ayam ras Rp28.590 per kilo.

Maksud saya menampilkan harga-harga tersebut adalah bayangkan jika Anda memiliki keluarga yang harus diberi makan, sementara sampai pukul setengah sepuluh malam ini Anda belum bisa menghasilkan apa pun. Coba bayangkan, gratis kok.

Sebenarnya pada kesempatan menulis kali ini, saya hanya ingin mendoakan semua masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mencari nafkah. 

Semoga Allah subhanahu wa ta'alaa memberikan kemudahan dan kebaikan bagi kita semua. Semoga para pejabat itu mau membuka kaca jendela mobil, dan melihat apa yang benar-benar terjadi di jalanan.

Hormat saya kepada seluruh kepala keluarga pejuang rezeki!

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun