Dalam sebuah jurnal berjudul "Gaya Hidup Konsumtif dalam Perspektif Teori Kepribadian Carl R. Rogers dan Refleksi Kritis bagi Pembentukan Karakter Bangsa"Â yang diterbitkan oleh Sophia Dharma: Jurnal Filsafat Agama Hindu dan Masyarakat (Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram), saya menemukan pendapat-pendapat yang sebaiknya kita renungkan bersama-sama.
Pada jurnal itu ditulis: "Manusia dengan gaya hidup konsumtif sangat jauh dengan nilai-nilai luhur Pancasila, jadi gaya hidup semacam ini haruslah dihindari. Manusia Indonesia seharusnya melaksanakan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari."
Masih dalam jurnal tersebut: "Manusia bergaya hidup konsumtif tidak bersifat kaku, hal ini terlihat pada tingkah laku manusia tersebut yang cenderung spontan dalam memenuhi hasrat keinginannya untuk memiliki suatu barang yang sifatnya berlebih. Emosi yang muncul adalah emosi untuk memenuhi hasrat keinginannya yang berupa kepuasan fisik."
Setelah menelaah pendapat-pendapat tersebut selama beberapa waktu, saya semakin yakin bahwa apa yang disebut dengan doom spending ini merupakan perilaku konsumtif belaka. Orang-orang zaman sekarang, menurut saya, suka memakai istilah aneh-aneh untuk menutupi substansi sebenarnya.
Jadi hemat saya, tak ada bedanya dengan zaman dulu. Ada orang yang hemat, ada orang yang boros. Boros ya boros saja, jangan membela diri dengan munculnya kecemasan yang kontradiktif.
Kalau boleh menyampaikan ide, saya ada satu yang barangkali bisa digunakan dalam rangka "menyembuhkan" sikap boros. Saya mohon izin memaparkannya menggunakan perspektif Islam. Masukan ini pun terkhusus bagi saudara-saudara yang beragama Islam. Mengapa begitu? Karena sungguh saya tak ingin memaksakan pendapat saya sebagai seorang muslim kepada rekan-rekan lain yang bukan. Salam damai selalu.
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan sabda Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa sallam: "Sedekah itu dapat memadamkan kesalahan, sebagaimana sebongkah es yang meleleh di atas batu karang."
Jadi, menurut saya, ketimbang mengeluarkan uang untuk benda fana secara berlebihan, marilah kita berinvestasi demi kebaikan di akhirat nanti. Uniknya, saya selalu merasa "lega dan terobati".
Apalagi bersedekah mampu melunakkan hati yang keras. Anda akan melihat bagaimana seseorang ayah atau ibu yang sedang berjuang pontang-panting untuk sesuap nasi, sementara sebagian dari kita yang beruntung dengan mudahnya membeli sampah (maksud saya barang mewah yang tak diperlukan).
Pada dasarnya saya menghormati hak siapa pun untuk membeli apa pun. Duit milik kalian, ya ... silakan saja. Namun, bukankah hidup ini lebih indah tanpa harus repot-repot menonjolkan diri? Bukankah lebih baik memberi anak-anak yatim makanan daripada membeli tas mahal ratusan juta?
Akhir kata mari kita renungkan, khususnya saudaraku sesama muslim, perkataan Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini: "Tidaklah kalian ditolong dan diberi rezeki melainkan karena adanya (doa) orang-orang  yang lemah di antara kalian."