Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menimbang Matang Sebelum Tambah Anak untuk Kelas Pekerja

29 September 2024   19:02 Diperbarui: 29 September 2024   19:12 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selisih umur saya dan kakak kandung adalah 10 tahun. Lumayan jauh jaraknya untuk kakak-adik yang hanya berdua.

Menurut bapak dan ibu, bukan mereka tak mau "merencanakan" saya lebih cepat, namun kondisi ekonomi yang morat-marit kala itu mengharuskan mereka meredam segala ingin. Jadi tidak terlalu penting pendapat kakak saya pada zaman tersebut, meski dia sering berkata "mau adik baru". Uniknya, setelah saya lahir, dia sering mengatakan kalau saya ini anak pungut yang ditemukan di dalam tong sampah depan kompleks rumah.

Saya ingin mengutip sedikit dari jurnal penelitian yang berjudul "Pengaruh Kehadiran Anak dan Jumlah Anak terhadap Kebahagiaan Orang Tua", karya Gilang Nurul Hairunisa yang diterbitkan oleh Pusat Studi Gender dan Anak (IAIN Tulungagung).

Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa terdapat 3 hal yang membuat kebahagiaan perkawinan menurun setelah memiliki anak. Pertama, lebih sedikitnya waktu yang dihabiskan. Kedua, keseimbangan peran yang terganggu. Ketiga, sumber keuangan yang menurun baik melalui peningkatan biaya atau penurunan pendapatan, jika salah satu dari pasangan berhenti atau mengurangi waktu kerja.

Saya juga ingin menukil suatu teori yang dituangkan dalam jurnal itu, yaitu "teori aliran kekayaan" atau Wealth Flows Theory yang diajukan oleh John Caldwell, bahwa keputusan fertilitas masyarakat merupakan suatu respon rasional secara ekonomi pada arus kekayaan keluarga. Masyarakat dengan kekayaan bersih tinggi akan memutuskan secara rasional ekonomi untuk memiliki anak sebanyak mungkin, karena setiap tambahan anak dipercaya bisa menambah kekayaan orang tua, keamanan di masa tua dan kesejahteraan sosial maupun politik.

Berdasarkan apa yang saya baca dari jurnal penelitan tersebut, saya sementara ini berkesimpulan bahwa pendapatan yang berpotensi berkurang dan tingkat kesejahteraan masing-masing keluarga harus mendapatkan perhatian serius. Jangan sampai terjadi punya banyak anak, namun tak bisa memenuhi kebutuhan mereka akan kasih sayang.

Maksud saya adalah jangan sampai anak-anak kekurangan kasih sayang dengan alasan harus memenuhi materi. Oleh karena itu, memiliki anak atau menambah anak merupakan pembahasan serius yang sebenarnya tidak bisa didiskusikan dengan anak pertama apakah ia ingin punya adik atau tidak.

Dalam penelitian terbitan The Journal of Chinese Sociology (2016) yang berjudul  "Does The Number of Children Matter to The Happiness of Their Parents" yang ditulis oleh Zhilei Zi, disebutkan bahwa peningkatan kualitas pada anak lebih mahal  yang menyebabkan penurunan keinginan untuk menambah anak. Ketika memiliki lebih banyak anak dalam suatu keluarga, maka masing-masing anak hanya akan mendapatkan sedikit "jatah" baik dalam pengeluaran kesehatan, pendidikan, dan lain-lain, sehingga menyebabkan turunnya kualitas anak-anak.

Sementara itu, Fahadil Amin Al Hasan menulis artikel "Hak-Hak Anak dalam Islam" (diterbitkan secara daring oleh Pengadilan Agama Rangkasbitung Kelas 1B, pada tanggal 13 Juni 2024). Menurutnya ada beberapa hak anak yang jelas tertuang dalam Alquran dan hadis. Pertama, hak hidup dan tumbuh kembang. Kedua, hak mendapatkan perlindungan dan penjagaan. Ketiga, hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Keempat, hak mendapatkan perlakuan yang sama. Kelima, hak untuk berpendapat. Keenam, hak untuk mendapatkan kasih sayang.

Saya secara pribadi menggarisbawahi hak untuk mendapatkan pendidikan, dengan tidak bermaksud mengabaikan pentingnya hak yang lain. Karena dalam perspektif saya, memberikan pendidikan yang baik kepada anak adalah suatu bentuk kasih sayang demi masa depannya.

Berdasarkan penjabaran hak-hak anak yang tertuang dalam Alquran dan hadis, serta teori-teori yang ada, saya berpendapat bahwa siapa saja dipersilakan memiliki anak berapa pun banyaknya, namun ia tak boleh sembarangan ketika mengurus dan mengasuh anaknya. Banyak sekali faktor, biaya dan lain-lain, dalam mempersiapkan kualitas seorang anak.

Saya menyadari dalam kehidupan nyata, apa yang saya katakan tidak semudah teori-teori. Belum lagi komentar-komentar sinis dari orang lain yang menyuruh kita menambah anak, atau lebih parah lagi "kapan punya anak". Entah kenapa dunia modern justru semakin kehilangan adab, dan meninggikan ilmu semata.

Terutama saya, dan Anda, yang merupakan seorang muslim. Tak hanya pendidikan sekuler, namun kita wajib memperkuat pendidikan Islam kepada anak-anak agar mereka berpotensi menjadi pribadi muslim yang kuat dan berkuasa atas hidupnya sendiri, tidak zalim kepada orang lain, dan memiliki adab plus ilmu yang tinggi.

Itu semua akan sulit tercapai jika kita yang merupakan kelas pekerja, di mana nilai penghasilan kita digerus inflasi habis-habisan, memaksakan diri memiliki banyak anak tanpa memperhatikan faktor lainnya. Kalau Anda sejak awal memang orang kaya atau seorang pemilik modal yang besar, setidaknya tantangan finansial sudah teratasi, jadi silakan saja mau punya berapa anak dengan sejumlah catatan tertentu (kasih sayang, dan lain-lain).

Dalam perspektif saya, semakin ideal jumlah anak dalam suatu keluarga dengan kondisi tertentu, maka peluang untuk melakukan hal yang adil kepada anak semakin besar.

Untuk saudara-saudaraku yang muslim, mari kita simak firman Allah subhanahu wa ta'alaa yang tercantum pada Alquran (surah Al-Hujurah ayat 9): "Dan berbuat adil-lah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil."

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun